Liputan6.com, Jakarta - BPJS Ketenagakerjaan atau BP Jamsostek mencatat mayoritas perusahaan sektor tekstil, garmen dan alas kaki mulai mengurangi waktu kerja. Ini didapat setelah menyerap aspirasi terhadap 57 perusahaan sektor tekstil, garmen, dan alas kaki.
Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan, Anggoro Eko Cahyo mencatat, pengurangan jam kerja dan hari kerja itu karena berkurangnya pesanan. Dia mengaku sudah melakukan komunikasi ke 57 perusahaan dengan 232.966 peserta aktif.
Baca Juga
"Dari hasil komunikasi kami dengan perusahan-perusahaan tersebut, paling tidak 53 persen dari perusahan mengalami penurunan pesanan," ujar Anggoro dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi IX DPR RI, Selasa (2/7/2024).
Advertisement
"Sehingga dampaknya pengurangan jam kerja dan hari kerja, jadi dampaknya efisiensi, lebih dari separuh mengalami hal tersebut," ia menambahkan.
Dalam paparannya,Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan ini mencatat ada 3 poin yang dikomunikasikan ke 57 perusahaan tadi. Yakni, kondisi perusahaan saat ini, permasalahan yang terjadi, dan kebinakan yang diharapkan.
Asumsinya, dengan menghitung 52,78 persen dari 57 perusahaan yang dijajaki BPJS Ketenagakerjaan, maka didapat data ada 29-30 perusahaan yang mengurangi hari dan jam kerja.
Di sisi lain, dia juga mencatat ada 43 persen sudah mengalami peningkatan pesanan. Serta, 4,17 persen masih dalam pemulihan setelah pandemi Covid-19.
"Tapi sudah ada perusahaan yang mulai dapat peningkatan pesanan 43 persen di industri kulit dan alas kaki mulai ada peningkatan hanya sedikit yang membahas masih dalam kondisi (pemulihan) Covid, 4 persen," tuturnya.
5 Kebijakan
Atas pengumpulan persoalan tersebut, Anggoro mengatakan para pelaku usaha meminta ada 5 kebijakan yang diambil pemerintah. Tujuannya, untuk menggenjot kembali kinerja perusahaan.
"Hasil yang kami gali sebagai mitra, mereka punya 5 aspirasi. Mereka menyampaikan untuk bisa survive (bertahan)," paparnya.
Pertama, kemudahan perizinan bagi para investor agar tak kalah saing dengan negara berkembang lainnya. Kedua, penyerapan upah minimum yang tidak membebani finansial perusahaan.
Ketiga, ketersediaan bahan baku dalam negeri yang mudah dan murah. Keempat, peningkatan dan pelatihan kemampuan pekerja. Serta kelima, insentif pajak.
Menperin Setop Relaksasi Impor, Industri Tekstil Dalam Negeri Bisa Bernapas Lega
Sebelumnya, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dari Komisi VII, Bambang Patijaya mendukung langkah Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita yang mendorong agar relaksasi impor dihentikan. Menurutnya sektor perindustrian di Indonesia sebagai salah satu penyerap tenaga kerja memiliki peran penting dalam perekonomian Indonesia.
“Kami mendukung upaya Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita yang proaktif dalam menjaga performa industri tekstil serta sektor industri lainnya di dalam negeri. Sektor perindustrian adalah salah satu motor utama perekonomian Indonesia sehingga perlu dijaga dari serangan produk impor,” ujar Bambang dikutip Kamis (27/6/2024).
Bambang menekankan, peran penting sektor perindustrian dalam perekonomian Indonesia sangat penting. Bambang mengutip data Badan Pusat Statistik produk domestik bruto sektor Perindustrian pada 2023 menyumbangkan sebesar 18,67% terhadap PDB di Indonesia dengan nilai total Rp3.900 triliun.
“Sebaiknya tetap dilakukan kontrol terhadap impor masuknya barang tekstil dan produk tekstil ini. Negara harus hadir dalam bagaimana memproteksi industri TPT dalam negeri,” kata Bambang yang berasal dari Fraksi Partai Golkar DPR RI.
Sebelumnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam Rapat Terbatas (Ratas) Kabinet terkait kebijakan industri TPT (Tekstil dan Produk Tekstil) pada Selasa, 25 Juni 2024 memerintahkan agar Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 8 tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor segera direvisi.
Permendag tersebut memicu protes dari pelaku industri dalam negeri karena membuka keran impor besar-besaran ke Indonesia. Presiden Jokowi memerintahkan agar kebijakan relaksasi impor produk hilir TPT direvisi dan kembali diberlakukan pembatasan impor.
“Kami di DPR sependapat dengan Bapak Presiden Jokowi bahwa industri dalam negeri perlu di proteksi. Kami mendukung kebijakan Bapak Presiden bahwa relaksasi impor produk hilir TPT ini tidak perlu dilanjutkan,” ujar Bambang.
Advertisement
Aktif Berkomunikasi
Bambang juga mendukung langkah Menperin yang secara aktif berkomunikasi dengan berbagai kementerian atau lembaga terkait terutama Kementerian Perdagangan dan Kementerian Keuangan agar relaksasi impor bisa dihentikan.
Dalam beberapa kesempatan Menperin Agus Gumiwang Kartasasmita mengusulkan agar regulasi soal impor dikembalikan lagi kepada aturan lama yaitu Permendag No. 36 Tahun 2023 atau aturan baru yang memperhatikan dan menjaga kekuatan industri dalam negeri.
“Penguatan industri dalam negeri sebagai salah satu motor utama perekonomian Indonesia merupakan tugas bersama. Tidak bisa hanya Kemenperin yang menjaganya, tapi perlu dukungan dari lembaga kementerian dan lembaga lainnya utamanya Kemenkeu dan Kemendag. Saya kira diantara semua kementerian terkait harus dilakukan penguatan dan exercise terhadap situasi dan regulasi sehingga dapat tercapai sinergitas yg lebih menguatkan industri dalam negeri kita dari hantaman impor,” terang Bambang.
Dalam kesempatan berbeda Ekonom Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Ernoiz Antriyandarti juga menyampaikan apresiasi pada langkah cepat pemerintah dalam menghadapi polemik mengenai relaksasi impor.
“Saya sangat mengapresiasi respon cepat pemerintah dalam mengatasi polemik Permendag No. 8 tahun 2024 dengan melakukan revisi. Semakin cepat revisi dilakukan, semakin cepat pula dampak dari implementasi kebijakan yang direvisi tersebut. Karena kebijakan makro seperti ini biasanya memiliki kelambanan luar (outside lags), yaitu waktu antara tindakan kebijakan dan pengaruhnya pada perekonomian. Kelambanan ini muncul karena kebijakan tidak segera mempengaruhi pengeluaran, pendapatan dan kesempatan kerja,” terang Ernoiz.
Kelambanan Luar
Ernoiz menjelaskan, kelambanan luar (outside lags) adalah waktu antara tindakan kebijakan dan pengaruhnya terhadap perekonomian. Kelambanan ini muncul karena kebijakan yang dibuat tidak segera mempengaruhi pengeluaran, pendapatan dan kesempatan kerja. Menurutnya respons cepat pemerintah dalam hal ini Presiden Jokowi yang meminta relaksasi impor dihentikan akan memberikan efek positif karena akan lebih cepat efeknya dirasakan di pasar dan pelaku industri dalam negeri.
Ernoiz juga mengapresiasi Menperin Agus Gumiwang Kartasasmita yang proaktif menjaga sektor industri dalam negeri yang terimbas langsung dari relaksasi impor yang terjadi. Ia juga menyoroti pentingnya sinergi yang baik antar kementerian dan lembaga dalam memajukan sektor perindustrian dalam negeri.
“Saya sepakat dan mendukung langkah Menteri Perindustrian untuk lebih memperhatikan dan menjaga kekuatan industri dalam negeri. Dalam upaya melindungi industri dalam negeri, sangat diperlukan sinergi dan koordinasi antar lembaga dan kementerian supaya seirama dan saling menguatkan, sehingga tidak terjadi kontradiksi antar kebijakan,” tambah Ernoiz.
Advertisement