Sukses

DJP Menangkan Sidang Perkara Praperadilan Lawan Wajib Pajak di Surakarta

Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Jawa Tengah II bersama Direktorat Peraturan Perpajakan II Kantor Pusat DJP berhasil memenangkan sidang perkara atas permohonan praperadilan yang diajukan oleh Wajib Pajak PT X di Pengadilan Negeri (PN) Kelas IA Surakarta pada Senin, (1/7/2024).

Liputan6.com, Jakarta Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Jawa Tengah II bersama Direktorat Peraturan Perpajakan II Kantor Pusat DJP berhasil memenangkan sidang perkara atas permohonan praperadilan yang diajukan oleh Wajib Pajak PT X di Pengadilan Negeri (PN) Kelas IA Surakarta pada Senin, (1/7/2024).

"Hasil ini menjadi afirmasi bahwa prosedur yang dijalankan oleh DJP dalam melakukan proses penegakan hukum telah sesuai dengan aturan yang berlaku. Hal ini juga memperkuat posisi DJP dalam upayanya meningkatkan kepatuhan pajak di Indonesia,” kata Kepala Kanwil DJP Jawa Tengah II Slamet Sutantyo, Kamis (4/7/2024).

Diketahui Hakim tunggal sidang praperadilan dalam Amar Putusan atas Perkara Nomor 6/Pid.Pra/2024/PN Skt menyatakan permohonan praperadilan Pemohon tidak dapat diterima (Niet Ontvankelijke Verklaard) serta membebankan biaya perkara kepada Pemohon sejumlah nihil.

Wajib Pajak PT X selaku Pemohon mengajukan permohonan Praperadilan ke PN Surakarta terhadap tindakan Pemeriksaan Bukti Permulaan yang dilaksanakan oleh Kanwil DJP Jawa Tengah II.

Adapun Para Termohon dalam perkara tersebut adalah Direktur Jenderal Pajak, Kepala Kantor Wilayah DJP Jawa Tengah II, Para Petugas Pemeriksa Bukti Permulaan, dan Kepala KPP Pratama Boyolali.

Menurut Pemohon, tindakan penggeledahan dan penyitaan terhadap data elektronik yang didokumentasikan pada Berita Acara Perolehan Data Elektronik dan terhadap surat-surat pembukuan yang didokumentasikan pada tanda terima peminjaman yang dilaksanakan pada hari selasa tanggal 30 Mei 2023 tidak sah.

Pemohon menilai proses peminjaman berkas dan perolehan data elektronik merupakan suatu upaya paksa sehingga harus mendapat izin dari Ketua PN setempat.

Sidang yang berlangsung dari tanggal 24 Juni hingga 1 Juli 2024 turut menghadirkan ahli dari kedua belah pihak. Pihak DJP menghadirkan dua Ahli, yaitu Ahli Hukum Pidana dari Universitas Sebelas Maret dan Ahli Hukum Administrasi Negara dari Lembaga Administrasi Negara (LAN).

“Kami akan terus melakukan koordinasi dengan tim advokasi Kantor Pusat DJP untuk menindaklanjuti hasil putusan. Langkah ini menunjukkan komitmen DJP dalam menjalankan tugasnya dengan profesional dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku,” pungkas Kepala Bagian Umum Kanwil DJP Jawa Tengah II Basuki Rakhmad.

2 dari 4 halaman

670 Ribu Wajib Pajak Belum Padankan NIK Jadi NPWP

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mencatat per tanggal 30 Juni 2024 pukul 09.00 WIB, sebagian besar NIK sudah dipadankan sebagai NPWP. Dari total 74,68 juta Wajib Pajak orang pribadi penduduk, tersisa sebanyak 670 ribu atau 0,9 persen NIK-NPWP yang masih harus dipadankan.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Dwi Astuti, menyebut, artinya sudah 74 juta atau 99,1 persen Wajib Pajak orang pribadi penduduk telah melakukan pemadanan NIK-NPWP.

Dwi Astuti pun menyampaikan apresiasi kepada Wajib Pajak yang telah mendukung program pemadanan NIK-NPWP dengan melakukan pemadanan mandiri.

"Dari keseluruhan data yang telah valid, terdapat 4,37 juta data yang dipadankan secara mandiri oleh Wajib Pajak, sisanya 69,6 juta NIK-NPWP yang dipadankan oleh sistem," kata Dwi di Jakarta, Senin (1/7/2024).

Lebih lanjut, terkait henti layanan pada 29 Juni lalu, Dwi menjelaskan bahwa henti layanan pada waktu itu merupakan kegiatan rutin pemeliharaan sistem informasi yang dimiliki DJP dalam rangka meningkatkan layanan kepada masyarakat dan wajib pajak.

"Waktu henti layanan tersebut juga kami gunakan untuk instalasi aplikasi tambahan berbasis NIK, NPWP 16 digit, dan NITKU,” ujar Dwi.

Sebagai penutup, Dwi Astuti menyatakan bahwa DJP juga membuka layanan bantuan penggunaan NIK sebagai NPWP, NPWP 16 digit, dan NITKU.

“Kami silahkan Wajib Pajak menghubungi Kring Pajak 1500200, kantor unit vertikal terdekat, atau virtual help desk,” pungkasnya.

3 dari 4 halaman

Mulai Hari Ini, 7 Layanan Administrasi Pajak Ini Bisa Diakses Pakai NIK

Sebelumnya, Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) meluncurkan layanan perpajakan berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK) menjadi NPWP, NPWP 16 digit, dan Nomor Identitas Tempat Kegiatan usaha (NITKU).

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Dwi Astuti, menjelaskan NIK sebagai NPWP mulai digunakan sejak tanggal 14 Juli 2022 untuk orang pribadi penduduk sesuai dengan ketentuan PMK 112/PMK.03/2022 yang telah diubah dengan PMK 136 Tahun 2023.

Selain itu, NPWP 16 digit juga mulai digunakan oleh Wajib Pajak orang pribadi nonpenduduk, Wajib Pajak badan, dan Wajib Pajak instansi pemerintah.

Selain mengatur penggunaan NIK sebagai NPWP dan NPWP 16 digit, Wajib Pajak juga diberikan Nomor Identitas Tempat Kegiatan usaha (NITKU) sejak tanggal 14 Juli 2022.

NITKU diberikan kepada Wajib Pajak pusat maupun cabang dan berfungsi sebagai identitas perpajakan yang melekat pada NPWP, yaitu sebagai penanda lokasi/tempat Wajib Pajak berada.

"Melalui Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-06/PJ/2024 tentang Penggunaan Nomor Induk Kependudukan sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak, Nomor Pokok Wajib Pajak dengan Format 16 (enam belas) Digit, dan Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha dalam Layanan Administrasi Perpajakan (PER-6), DJP meluncurkan layanan perpajakan yang berbasis NIK sebagai NPWP, NPWP 16 digit, dan NITKU," kata Dwi, dalam keterangan DJP, Senin (1/7/2024).

4 dari 4 halaman

7 Layanan yang Bisa Diakses Pakai NIK

Untuk itu, terhitung sejak 1 Juli 2024 terdapat 7 (tujuh) layanan administrasi yang dapat diakses menggunakan NIK, NPWP 16 digit, dan NITKU, yaitu:

  1. Pendaftaran Wajib Pajak (e-Registration)
  2. Akun profil Wajib Pajak pada DJP Online
  3. Informasi konfirmasi status Wajib Pajak (info KSWP)
  4. Penerbitan bukti potong dan pelaporan SPT Masa PPh Pasal 21/26 (e-Bupot 21/26)
  5. Penerbitan bukti potong dan pelaporan SPT Masa PPh Unifikasi (e-Bupot Unifikasi)
  6. Penerbitan bukti potong dan pelaporan SPT Masa PPh Pasal 21/26 instansi pemerintah dan SPT Masa PPh Unifikasi instansi pemerintah (e-Bupot Instansi Pemerintah)
  7. Pengajuan keberatan (e-Objection).

Selain dapat diakses dengan ketiga jenis nomor identitas di atas, 7 layanan tersebut juga masih dapat diakses dengan NPWP 15 digit.Jumlah layanan administrasi yang berbasis NIK sebagai NPWP, NPWP 16 digit, dan NITKU akan terus mengalami penambahan.

“Secara bertahap, kami akan mengumumkan penambahan jenis layanan yang sudah mengakomodasi NIK sebagai NPWP, NPWP 16digit, dan NITKU," ujarnya.