Liputan6.com, Jakarta - Ekonom sekaligus Direktur Eksekutif Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti menilai, tentunya rencana Pemerintah yang akan mengenakan bea masuk hingga 200 persen pada barang-barang asal China memiliki dampak positif dan negatif terhadap perekonomian RI.
Untuk dampak positif implementasi tarif 200 persen, impor berkurang sehingga transaksi pembayaran dengan menggunakan dolar Amerika Serikat berkurang, alhasil devisa juga tidak digunakan untuk membayar belanja impor itu.
Baca Juga
"Dampak negatifnya, bahan baku impor yang dibutuhkan juga akan sulit masuk ke Indonesia, sehingga kebutuhan industri akan bahan baku impor juga akan sulit dipenuhi," kata Esther kepada Liputan6.com, Kamis (4/7/2024).
Advertisement
Oleh karena itu, ia meminta Pemerintah untuk melakukan dua langkah berikut untuk mencegah dampak negatif lainnya semakin banyak, yakni pertama, memastikan impor bahan baku berkurang bisa digantikan dengan bahan baku substitusi impor.
"Jika hal ini tidak bisa di penuhi maka industri akan kesulitan berproduksi," ujarnya.
Kedua, sebaiknya yang dikenakan bea masuk sebesar 200 persen adalah impor barang jadi yang menjadi kompetitor produk Indonesia seperti baja, elektronik, tekstil. Diketahui, pengenaan bea masuk hingga 200 persen pada barang-barang asal China sebagai salah satu jalan untuk melindungi industri lokal.
Siap-siap, Barang China Bakal Kena Bea Masuk hingga 200%
Sebelumnya, Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan berencana untuk mengenakan bea masuk hingga 200% pada barang-barang asal China. Langkah ini merupakan salah satu jalan untuk melindungi industri lokal.
Seperti diketahui, bea masuk tinggi dari produk-produk asal China ini telah dilakukan oleh Amerika Serikat (AS) dan rencananya akan dilakukan juga oleh Uni Eropa.
Â
Imbas Perang Dagang
Zulkifli Hasan menjelaskan, China dengan AS saat ini tengah menjalankan aksi perang dagang. Hal ini menyebabkan terjadinya over capacity dan over supply di China, yang membanjiri Indonesia, termasuk pakaian, baja, tekstil, dan lain sebagainya, karena pasar negara-negara Barat menolak mereka.
"Maka satu hari dua hari ini, mudah-mudahan sudah selesai permendagnya. Jika sudah selesai maka dikenakan apa yang kita sebut sebagai bea masuk, kita pakai tarif sebagai jalan keluar untuk perlindungan atas barang-barang yang deras masuk ke sini," ujar Zulkifli dikutip dari Antara, Sabtu (29/6/2024).Â
Besaran bea masuk yang akan dikenakan pada barang-barang China, dijelaskan oleh Zulkifli, telah diputuskan antara 100 persen dari harga barang sampai 200 persen.
"Saya katakan kepada teman-teman jangan takut, jangan ragu Amerika bisa mengenakan tarif terhadap keramik terhadap pakaian sampai dengan 200% kita juga bisa. Ini agar UMKM industri kita bisa tumbuh dan berkembang," ujarnya.
Zulkifli menuturkan, permendag ini, merupakan respons atas regulasi-regulasi sebelumnya tentang perdagangan dan perlindungan industri lokal yang belum memuaskan bagi semua pihak.
Â
Advertisement
Sudah Keluar Banyak Aturan
Zulkifli menjelaskan bahwa sebetulnya perang dagang China dan Amerika Serikat (AS) ini, sudah diketahui efeknya sejak 2022 dan langsung direspons demi melindungi produk dan industri dalam negeri termasuk UMKM yang terhantam membanjirnya barang dari China.
Karenanya pada tahun 2023, lahirlah Permendag 37 yang memperketat arus barang masuk dari luar negeri, dari sebelumnya bisa langsung masuk ke toko atau konsumen tanpa sekat akibat kebijakan post border dalam bea cukai, menjadi harus melalui pemeriksaan terlebih dahulu, tujuannya mengendalikan impor.
Di dalamnya juga diatur mengenai pekerja migran Indonesia (PMI) yang boleh membawa bawang dari luar negeri tidak kena pajak maksimal senilai 500 dolar pada 56 jenis produk.
Yang ketiga, Permendag 37 mengatur bahwa seluruh barang konsumen harus ada pertimbangan teknis seperti pakaian, elektronik, alas kaki, kosmetik, dan lainnya.
"Dengan Permendag 37 itu betul-betul bisa mengunci bisa mengendalikan impor," katanya lagi.
Pemerintah Kedodoran
Namun, ketika diberlakukan, kata Zulkifli, pemerintah kedodoran, di mana barang-barang PMI ketika sampai Indonesia tidak bisa jalan jalan dari bandara usai pemeriksaan bea cukai.
"Barang tak bisa jalan ratusan sampai ribuan kontainer. Ngamuk PMI, bea cukai tidak siap mendetailkan produk yang segitu banyak. Akhirnya diubah menjadi Permendag Nomor 7, dengan PMI dikembalikan lagi 500 dolar terserah nanti kayak apa barangnya," ujarnya pula.
Namun, Permendag Nomor 7 itu dalam praktiknya tidak mudah, menurut Zulkifli, akhirnya 20.000 kontainer barang-barang di berbagai pelabuhan menumpuk, hingga akhirnya permendag itu harus diubah lagi.
"Akhirnya kita ubah Permendag Nomor 7 jadi Permendag Nomor 8, dan barang 20.000 kontainer, dalam satu bulan habis. Namun industri tekstil dan lain sebagainya komplain luar biasa ramai lagi minta dikembalikan Permendag 37. Dari situ dibutuhkan aturan baru untuk melindungi barang-barang yang deras masuk ke sini," katanya pula.
Â
Â
Â
Advertisement