Sukses

Respons Menko Airlangga Terkait Pembentukan Satgas Lawan Impor Ilegal

Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menanggapi rencana pembentukan satgas untuk atasi masalah impor ilegal.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto angkat bicara mengenai rencana pembentukan Satuan Tugas (Satgas) oleh Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Zulhas). Pembentukan satgas itu untuk mengatasi masalah impor ilegal di Indonesia.

Menko Airlangga menuturkan, tindakan hukum sudah seharusnya cukup untuk menangani masalah impor ilegal. "Ya silahkan saja tapi namanya ilegal tidak sesuai dengan aturannya ya ditindak saja," kata Airlangga kepada media, Jakarta, Selasa (9/7/2024) 

Dia menyoroti, pemerintah sebelumnya telah mempersiapkan berbagai langkah untuk mengontrol masuknya barang-barang ilegal ke Indonesia. "Pemerintah sudah beberapa kali mempersiapkan itu untuk melarang barang ilegal masuk," tambah Airlangga.

Namun, Airlangga tidak secara langsung menolak rencana pembentukan Satgas oleh Zulkifli Hasan. Ia menegaskan, penegakan hukum yang tegas harus menjadi prioritas utama. 

"Impor ilegal harus ditindak secara hukum saja sesuai dengan ketentuan yang berlaku," ujar Airlangga.

Sebelumnya, Kemendag berencana membentuk satuan tugas (Satgas). Keputusan ini diambil menyusul keluhan para pelaku usaha terkait banjirnya barang impor ilegal di pasar domestik tanah air. 

Zulkifli menuturkan, perlunya langkah tegas untuk menanggulangi masalah ini. Ia menyebut pembentukan satgas tersebut akan melibatkan asosiasi pengusaha dari berbagai sektor. 

"Oleh karena itu kami sudah sepakat akan buat satuan tugas (satgas) bersama Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) dan kemendag dan dengan siapa lagi kita akan rumuskan," ujar Zulhas dalam konferensi pers, Jakarta, Selasa, 9 Juli 2024. 

 

Reporter: Siti Ayu

Sumber: Merdeka.com

2 dari 4 halaman

Lindungi Industri Lokal dari Serangan Barang Impor, Pemerintah Diminta Lakukan Ini

Sebelumnya, Ekonom Syarif Hidayatullah Jakarta Fahmi Wibawa menyampaikan perlu adanya aturan pengimbang relaksasi impor yang diterapkan guna lindungi industri pengolahan (manufaktur) dalam negeri.

"Jika pemerintah tidak bersikap imbang dengan mendukung industri manufaktur, dikhawatirkan badai manufaktur akan terjadi dalam waktu singkat di Indonesia. Perlu diketahui, tidak ada negara yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang baik dari tingginya impor di negara tersebut,” kata dia dikutip dari Antara, Selasa (25/6/2024).

Menurut dia, relaksasi impor yang diterapkan melalui Permendag 8/2024 dikhawatirkan bisa membuat industri dalam negeri semakin terpuruk karena terbanjiri oleh produk jadi impor. Selain itu dampak lain dari relaksasi perdagangan ini turut meningkatkan nilai impor, sehingga memberikan dampak buruk terhadap nilai tukar Rupiah yang terus menurun.

Fahmi menilai produk impor tetap dibutuhkan oleh Indonesia, dengan catatan barang yang dibeli merupakan bahan baku atau produk yang memiliki permintaan tinggi namun belum mampu diproduksi oleh industri domestik.

"Artinya dukungan terhadap perdagangan internasional tidak harus dengan membuka pintu tanpa menyaring dengan bijak," katanya.

Lartas

Ia menyampaikan aturan yang menggantikan larangan dan pembatasan (lartas) tersebut dinilai sebagai karpet merah untuk masuknya produk impor barang jadi ke pasar domestik, itu karena enam peraturan yang tertera di antaranya secara eksplisit menyiratkan relaksasi impor.

Dirinya merekomendasikan aturan relaksasi perdagangan internasional ini kembali dibahas dengan melibatkan asosiasi industri, serta kamar dagang di Indonesia.

"Sebaiknya kembali direvisi dengan mengikutsertakan asosiasi-asosiasi industri dan kamar dagang, supaya duduk bersama guna mengetahui secara detail aspirasi dari kedua belah pihak. Karena jika kebijakan impor ini terelaksasi sangat luas, efek domino yang terjadi bukan main bahayanya,” katanya.

3 dari 4 halaman

Industri Tekstil

Sebelumnya Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengatakan perlu perlakuan khusus bagi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) agar bisa berdaya saing dengan barang-barang impor.

"Jadi memang treatment impor ini tidak bisa disamaratakan, jadi kalau memang industri seperti TPT ini harus punya satu kebijakan khusus," kata Ketua Umum Apindo Shinta Kamdani di Jakarta, Kamis (20/6).

Dirinya mengatakan, baik produsen maupun mekanisme daripada importasi mesti dipersiapkan dengan baik. Hal ini supaya pelaku industri TPT dalam negeri mampu bersaing dengan produk barang jadi impor. Selain itu menurut dia, pemerintah juga mesti memastikan bahwa produk yang masuk bukan merupakan barang TPT ilegal.

4 dari 4 halaman

Pengusaha Ngeluh Barang Impor Rebut Pasar Produk Lokal

Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani mengatakan barang jadi impor menggerus pasar produk lokal. Padahal, secara persentase, jumlah impor bahan jadi tidak terlalu besar.

Shinta menguraikan, porsi paling besar impor adalah bahan baku dan bahan penolong yang ditaksir mencapai sekitar 75 persen. Sementara itu, impor barang jadi atau bahan jadi hanya sekitar 20 persen.

"Kalau kita lihat trennya ini sekarang yang semua lagi heboh adalah masuknya impor bahan jadi. Bahan jadi itu, itu tuh less than 20 persen, cuma 20 persen, sekarang," kata Shinta dalam Kajian Tengah Tahun INDEF 2024 bertajuk 'Presiden Baru, Persoalan Lama', di Hotel Le Meridien, Jakarta, Selasa (25/6/2024).

Dia mengungkap tantangannya datang dari harga jual pada produk impor tersebut. Dengan harga yang lebih murah dan kualitas produk yang hampir setara, membuat produk lokal kalah saing di pasar dalam negeri.

"Cuma yang jadi permasalahan itu harganya dan kualitasnya. Jadi harganya jauh lebih murah dan kualitasnya mungkin lebih baik daripada dalam negeri. Jadi bukan kualitas dalam negeri.. sama lah ya, tapi jelas harganya murah," bebernya.

Dia mengatakan, dengan murahnya barang impor itu, banyak pelanggan beralih. Alhasil, semakin banyak produk impor yang masuk ke Indonesia berdasarkan pada permintaan tadi.

Shinta meminta permasalahan ini perlu menjadi perhatian bersama. Utamanya, pada pemerintah selanjutnya di bawah nakhoda Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.

"Ini yang sesuatu yang menurut saya perlu diperhatikan karena kalau kita lihat apakah kita siap, mungkin industri dalam negeri ktia siap tapi dia tetap perlu produksi dengan bahan baku dari luar. Kita belum bisa sendiri," sebutnya.