Liputan6.com, Jakarta - PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI mengungkapkan mendapat Penyertaan Modal Negara (PMN) senilai Rp 17,7 triliun periode 2015-2022. Modal tersebut untuk penugasan Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB), KAI Commuter, dan LRT Jabodebek.Â
"Seluruh PMN ini secara reguler kita laporkan kepada DJKN sebagai pengelola PMN dan BPK dan PT SMI, dan seluruh PMN ini kita laporkan dari tahun ke tahun dalam RUPS," ungkap Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko KAl, Salusra Wijaya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VI DPR, dikutip Selasa (9/7/2024).
Baca Juga
Salusra merinci, pada 2015 KAI mendapat PMN senilai Rp 2 triliun. Kemudian pada 2017, persereon mengantongi modal Rp 2 triliun Rp 3,6 triliun pada tahun selanjutnya untuk pembangunan LRT Jabodebek.
Advertisement
Selanjutnya pada 2021, KAI mendapat PMN Rp 6,9 triliun, dengan Rp 2,6 triliun untuk LRT Jabodebek dan Rp 4,3 triliun untuk proyek KCJB. Adapun pada 2022 KAI mendapatkan PMN sebedar Rp 3,2 triliun untuk proyek KCJB. Dengan demikian, nilai total PMN yang dikeluarkan untuk proyek KCJB menyentuh Rp 7,5 triliun.
KAI Minta PMN hingga Insentif Fiskal buat Bayar Utang CDB Rp 6,9 Triliun
Sebelumnya, PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI telah mendapat pinjaman sekitar Rp 6,9 triliun dari China Development Bank (CDB) per Februari 2024 lalu. Pinjaman ini digunakan untuk menambal pembengkakan biaya proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung Whoosh.
EVP Corporate Secretary KAI Raden Agus Dwinanto Budiadji mengatakan, secara pencatatan buku, pinjaman tersebut juga menjadi beban KAI. Meski, dalam memenuhi pelunasan cost overrun proyek Kereta Cepat Whoosh, ada keterlibatan konsorsium Indonesia maupun China.
"Kereta Api cepat itu kita lead consortium sebetulnya. Tidak hanya KAI yang setor modal. Tapi asetnya masuk ke buku kereta api (KAI). Artinya kalau asetnya masuk buku kereta api (KAI), utangnya masuk kereta api," ungkap Agus saat ditemui di Jakarta, Senin, 22 April 2024.
Â
Bebas Pajak
Dia mengatakan, dalam memenuhi kewajiban pengembalian pinjaman itu, perlu ada dukungan dari pemerintah. Misalnya, mengurangi beban atas pembangunan infrastruktur kepada KAI sebagai operator.
"Kita meminta dukungan karena (kalau proyek) infrastuktur dibebankan ke operator berat sekali. Masa bangun jalan track dibebankan ke kita yang cuma cari tiket, istilahnya kan begitu," katanya.
Bebas Pajak
Dukungan yang dimaksud itu bisa berupa pembebasan biaya atas Infrastructure Maintenance and Operation (IMO) hingga pajak dan biaya terkait lainnya. Langkah ini jadi pertimbangan untuk menjaga operasional tetap bisa berjalan optimal.
"Di sisi lain yang jadi concern kita, karena sudah operasional pasti butuh dana operasional. Kalau memang penumpang belum tercapai, kita berhitung kan, istilahnya kasnya bisa tekor, defisit. Bayar operasional tapi laba tiketnya belum. Kita mikir itu, biar operasional tetap terjaga. Salah satunya itu, di samping dari pinjaman tadi," tuturnya.
Advertisement
KAI Minta Modal Negara Rp 1,8 Triliun, Mau Borong KRL dari China
Sebelumnya, PT Kereta Api Indonesia (KAI) mengajukan permintaan Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp1,8 triliun untuk anggaran tahun 2025. Dana ini akan digunakan untuk mendukung pengadaan kereta rel listrik (KRL) di wilayah Jabodetabek, termasuk pembelian 11 rangkaian kereta baru dari luar negeri.
Dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR RI di Jakarta pada hari Selasa, Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko PTÂ KAI, Salusra Wijaya, menyatakan bahwa suntikan dana ini sangat penting untuk menggantikan kereta komuter yang sebagian besar sudah berusia lebih dari 30 tahun, serta untuk mengantisipasi peningkatan jumlah penumpang.
"Saat ini, cadangan kereta sudah habis terpakai dan beberapa kereta sudah tidak dapat dioperasikan lagi, sehingga penggantian dan penambahan kereta ini sangat mendesak," ujar Salusra dikutip dari ANTARA, Selasa (7/9/2024).
Menurut catatan KAI, sepanjang tahun 2023, rata-rata jumlah pengguna komuter Jabodetabek pada hari kerja mencapai 830 ribu orang per hari. Hingga Juni 2024, rata-rata pengguna harian meningkat menjadi 987 ribu. Diperkirakan, jumlah penumpang akan terus naik setiap tahunnya dengan rata-rata kenaikan sebesar 6 persen per tahun antara 2024 hingga 2027.
Salusra menegaskan, penambahan kereta sangat diperlukan untuk menghindari kelebihan kapasitas, baik di stasiun maupun di dalam kereta.
Borong KRL dari China
Pada kesempatan yang sama, Direktur Utama PT Kereta Commuter Indonesia (KCI), Asdo Artriviyanto, menjelaskan bahwa perusahaan menghadapi tantangan besar dalam memenuhi kebutuhan armada KRL Jabodetabek pada tahun 2024.
Saat ini, KCI hanya memiliki 108 rangkaian kereta, dengan 17 rangkaian di antaranya harus menjalani perawatan dan peremajaan. Akibatnya, pada akhir tahun 2024, hanya akan tersedia 89 rangkaian, sementara kebutuhan operasional mencapai 101 rangkaian.
Kekurangan 12 rangkaian ini berpotensi menimbulkan penumpukan penumpang dan ketidaknyamanan bagi para pengguna KRL.
Untuk mengatasi masalah tersebut, Asdo mengatakan bahwa KCI akan mengimpor tiga rangkaian kereta baru dari China pada semester I-2025. Selain itu, delapan rangkaian kereta impor lainnya akan tiba pada semester II-2025, juga dari China.
KCI juga akan menerima 12 rangkaian kereta baru dari INKA pada semester II-2025, dan empat rangkaian lagi pada tahun 2026. Selain itu, KCI akan melakukan retrofit dua rangkaian kereta di dalam negeri yang akan siap pada semester II-2025.
"Kami menghadapi krisis kekurangan sarana pada semester II-2024 dan semester I-2025, dan kami berkomitmen untuk menyelesaikan krisis ini pada tahun 2025," ungkap Asdo.
Â
Advertisement