Liputan6.com, Jakarta Istilah NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) sering kali terdengar ketika seseorang ingin membeli atau menjual rumah. Namun, banyak yang belum memahami apa sebenarnya NJOP itu.
Menurut Kepala Pusat Data dan Informasi Pendapatan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Jakarta, Morris Danny, NJOP adalah harga rata-rata yang didapatkan dari transaksi jual beli yang terjadi secara normal. Jika tidak ada transaksi jual beli yang terjadi, NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, nilai perolehan baru, atau NJOP pengganti.
Advertisement
Aturan mengenai NJOP ada di Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dan dalam peraturan daerah tersebut mengatur besaran NJOP yang digunakan sebagai dasar perhitunganPBB-P2 berdasar persentase yaitu paling rendah 20 persen dan paling tinggi100 persen.
“Oleh sebab itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta perlu menetapkan Peraturanlain tentang Persentase NJOP yang digunakan untuk Perhitungan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan,” ujar Morris, Kamis(11/7/2024).
Morris menambahkan Pemprov DKI Jakarta telah menerbitkan Peraturan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 17 Tahun 2024 Tentang Persentase Nilai Jual Objek Pajak yang digunakan untuk perhitungan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang telah ditetapkan pada 30Mei 2024.
Lantas apa saja ketentuan yang terdapat dalam peraturan gubernur tersebut, berikut penjelasannya:
1. Aturan Baru Persentase NJOP
NJOP yang digunakan untuk perhitungan PBB-P2 memiliki persentase yangberbeda tergantung pada jenis objek PBB-P2. Menurut pasal 2 ayat (1) Peraturan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 17 Tahun 2024 NJOP yang digunakan untuk Perhitungan PBB-P2 untuk objek PBB-P2.Untuk menghitung PBB-P2 pada hunian adalah 40 persen dari NJOP.
Sedangkan selain hunian, NJOP yang digunakan untuk menghitung PBB-P2 adalah 60 persen dari NJOP setelah dikurangi NJOPTKP.
Morris menuturkan, dalam pasal 2 ayat (2) menjelaskan bahwa Penetapan Persentase NJOP tersebut ditetapkan dengan mempertimbangkan bentuk pemanfaatan objek PBB-P2. "Hal ini dimaksudkan agar pemungutan PBB-P2 lebih adil dan sesuai dengan kemampuan wajib pajak," ujarnya.
2. Klasifikasi Objek PBB-P2
Pada pasal 3 Peraturan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 17 Tahun 2024, dijelaskan klasifikasi objek PBB-P2 yaitu:
A. Objek PBB-P2 yang terdiri dari beberapa bangunan, penentuan objek PBB-P2 berupa hunian atau selain hunian didasarkan pada luas jenis penggunaan bangunan yang dominan.
B. Terhadap objek PBB-P2 berupa tanah kosong dikategorikan termasuk objek pajak selain hunian.
3. Ketentuan NJOP Tahun Sebelumnya
Jadi pada pasal 3 Peraturan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor17 Tahun 2024 menjelaskan bahwa untuk NJOP yang digunakan untuk perhitungan PBB-P2 pada tahun pajak sebelum berlakunya Peraturan Gubernur ini, masih berlaku ketentuan peraturan perundang-undangansebelumnya.
“Dengan kata lain, bahwa NJOP yang digunakan untuk perhitungan PBB-P2 sebelum berlakunya Peraturan Gubernur tersebut masih mengikuti ketentuan peraturan yang berlaku sebelumnya,” ucap Morris.
Ketentuan yang terdapat dalam Peraturan Gubernur tersebut memberikan gambaran jelas tentang persentase NJOP yang digunakan untuk perhitungan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan. Hal ini menjadi acuan penting bagi warga DKI Jakarta dalam memahami peraturan perpajakan yangberlaku dan mengetahui kewajiban pajaknya.
Dengan adanya klasifikasi persentase tersebut, peraturan baru ini juga diharapkan dapat meningkatkan keadilan dalam pemungutan PBB-P2, serta meningkatkan kesadaran terhadap warga DKI jakarta yang memiliki kewajiban pajak bumi dan bangunan.
"Oleh karena itu, yuk mari kita bersama-sama taati kewajiban membayar pajak untuk membangun Jakarta yang lebih maju dan sejahtera. Membayar pajak tepat waktu adalah upaya konkret berkontribusi terhadap pembangunan negara," ujar Morris.
Advertisement