Liputan6.com, Jakarta Menteri BUMN Erick Thohir menegaskan penyertaan modal negara (PMN) bagi perusahaan pelat merah bukan diambil dari utang luar negeri. Tapi diberikan dari setoran sebagian keuntungan atau dividen BUMN ke kas negara.
Bukan tanpa alasan, Erick mengacu data besaran suntikan dana yang diberikan ke BUMN dalam 5 tahun terakhir. Angka itu dibandingkan dengan setoran dividen yang diberikan ke negara. Hasilnya, setoran dividen ternyata lebih besar dari suntikan PMN.
"Selama ini yang tadinya PMN itu sangat bergantung dari utang negara kepada luar negeri, tetapi hari ini kita bisa yakinkan bersama-sama ini menjadi sebuah sustainability atau keberlanjutan ketika dividen bisa membiayai daripada untuk PMN itu sendiri," ujar Erick dalam Rapat Kerja dengan Komisi VI DPR RI, dikutip Kamis (11/7/2024).
Dia mencatat dividen yang disetorkan ke negara mencapai Rp 279,8 triliun dari 2020-2024. Sementara itu, PMN tunai yang dicairkan pada periode yang sama sebesar Rp 217,9 triliun, termasuk tambahan PMN dari dana cadangan pembiayaan investasi senilai Rp 5,47 triliun.
Advertisement
"Tadi disampaikan nilainya kurang lebih Rp 280 triliun selama lima tahun untuk dividen dan tentu suntikannya kurang lebih sebesar Rp 212 triliun (diluar tambahan dari cadangan investasi 2024)," tuturnya.
Porsi Dividen
Mengacu bahan paparan Erick, jika dibandingkan keduanya, porsi dividen mencakup 56 persen dari keseluruhan dana gabungan tadi. Sementara itu, PMN memegang porsi 44 persen.
Nilai PMN dan dividen BUMN sendiri mengalami pergerakan yang cukup dinamis. Setoran dividen tercatat mengalami kenaikan yang signifikan. Di sisi lain, nilai PMN BUMN justru menurun.
Â
Rincian PMN
Sebagai rinciannya, setoran dividen BUMN ke kas negara mulai 2020, atau awal kepemimpinan Erick Thohir cukup baik. Pada 2020, setoran dividen mencapai Rp 43,9 triliun.
Kemudian, sempat turun menjadi Rp 29,5 triliun di 2021. Lalu, naik lagi ke Rp 39,7 triliun pada 2022 yang menunjukkan pulihnya bisnis BUMN. Selanjutnya, lompat 2 kali lipat ke Rp 81,2 triliun di 2023 dan mencatatkan puncaknya sebesar arp 85,5 triliun pada 2024.
Sementara itu, suntikan modal negara berupa PMN Tunai pada periode yang sama justru mengalami tren penurunan. Misalnya, pada 2020 PMN kepada BUMN diberikan sebesar Rp 27 triliun.
Meski naik di 2021 dengan suntikan Rp 68,9 triliun, angka itu berangsur turun lagi pada 2022 dengan nilai PMN Rp 53,1 triliun. Berikutnya, PMN yang diberikan pada 2023 tercatat sebesar Rp 35,3 triliun.
Terakhir, pada 2024, PMN Tunai yang diberikan adalah Rp 28,1 triliun, ditambah dengan PMN Tunai dari dana cadangan pembiayaan investasi Rp 5,47 triliun. Alhasil, suntikan modal negara di 2024 menjadi Rp 33,6 triliun.
Â
Advertisement
Diapresiasi DPR
Sebelumnya, setoran BUMN ke negara melalui dividen dinilai lebih besar ketimbang penyertaan modal negara (PMN) dalam 5 tahun terakhir. Ini terjadi sejak 2020-2024, atau di masa kepemimpinan Menteri BUMN Erick Thohir.
Hal ini terungkap dalam Rapat Kerja antara Komisi VI DPR RI dengan Menteri BUMN, Rabu (10/7/2024) malam. Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Sarmuji mengungkap nominal perbandingannya.
"Sebaran dividen mulai dari tahun 2020 sampai 2024 sebanyak Rp 279,8 triliun sedangkan sebaran PMN tunai 2020-2024 sebesar Rp 217,9 triliun," kata Sarmuji saat membuka rapat, di Jakarta, Rabu (10/7/2024).
Dia menilai, pengajuan PMN dalam kurun waktu 5 tahun terakhir bisa dibilang ditambal oleh setoran dividen perusahaan pelat merah. Sementara itu, pada periode sebelumnya, kebanyakan diberikan bersumber dari utang luar negeri.
"Di masa yang dulu, PMN itu uangnya kebanyakan atau mungkin sebagian besarnya atau mungkin semuanya dibiayai oleh utang luar negeri, pada saat ini PMN diajukan dengan mengambil dividen dari BUMN yang sebenarnya kalau dikalkulasikan itu memang masih surplus antara dividen yang dimauskkan kedalam keuangan negara dengan PMN yang dialokasikan untuk BUMN-BUMN," paparnya.