Liputan6.com, Jakarta - Arah kebijakan pengembangan industri nasional fokus pada pendekatan Indonesia-sentris sesuai dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian.
Pendekatan ini bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada daerah di luar Pulau Jawa dalam mengembangkan potensi industri yang ada di wilayah masing-masing.
Baca Juga
"Perwilayahan industri memiliki misi untuk melakukan penyebaran pembangunan industri ke seluruh Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia guna menciptakan porsi pertumbuhan yang lebih berimbang antara industri yang berada di Jawa dengan industri yang berada di luar Jawa," ujar Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita dalam sambutannya pada acara Focus Group Discussion (FGD) mengenai Implementasi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 20 Tahun 2024 tentang Perwilayahan Industri, Selasa, 9 Juli 2024, seperti dikutip dari keterangan resmi, Kamis (11/7/2024).
Advertisement
Salah satu target yang ingin dicapai adalah peningkatan peran industri pengolahan nonmigas di luar Pulau Jawa sebesar 40% terhadap total nilai tambah sektor industri pengolahan nonmigas nasional, serta penyediaan lahan kawasan industri sebagai pusat kegiatan industri.
PP Nomor 20 Tahun 2024 tentang Perwilayahan Industri mengatur secara rinci tentang Wilayah Pengembangan Industri, Wilayah Pusat Pertumbuhan Industri, Kawasan Peruntukan Industri, Kawasan Industri, serta Sentra Industri Kecil dan Industri Menengah.
"Saya mengajak semua pihak, baik dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, maupun pelaku usaha, untuk bersama-sama mendukung implementasi peraturan ini,” ujar dia.
Ia menambahkan, kerja sama yang baik antara semua pemangku kepentingan akan menjadi kunci sukses dalam mewujudkan tujuan bersama.
“PP No 20 Tahun 2024 merupakan acuan kita bersama dalam mengembangkan industri yang berdaya saing, inklusif, dan berkelanjutan ke depannya,” tutur Agus.
Tujuan Aturan
Selain mempercepat penyebaran dan pemerataan industri ke seluruh wilayah Indonesia, tujuan dari PP Nomor 20 Tahun 2024 juga untuk mendorong peningkatan kontribusi investasi sektor industri pengolahan di luar Jawa, menumbuhkan pusat-pusat pertumbuhan industri baru, meningkatkan pemanfaatan sumber daya industri menjadi produk dengan nilai tambah tinggi, meningkatkan kapasitas sumber daya manusia industri yang kompeten, juga memudahkan koordinasi dan sinergi dalam pembangunan industri di daerah.
Dengan kepastian dukungan pemerintah dalam penyediaan infrastruktur seperti lahan, transportasi, energi, dan kelistrikan, diharapkan investor lebih yakin untuk menanamkan investasinya di sektor industri.
Dalam FGD mengenai Implementasi PP 20 Tahun 2024, hadir beberapa narasumber penting yakni Direktur Sinkronisasi Pemanfaatan Ruang Kementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Kepala Pusat Pengembangan Infrastruktur PUPR Wilayah II Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Ketua Umum Himpunan Kawasan Industri, dan Direktur Marketing Kawasan Industri Java Integrated Industrial and Port Estate. FGD ini dimoderatori oleh Dekan Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
Advertisement
Kemenperin Susun Solusi Lindungi Industri Tekstil Lokal, Minta Impor Pakaian Bekas Diberantas
Sebelumnya, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyusun sederet solusi untuk melindungi industri tekstil dalam negeri. Termasuk dengan memberikan kebijakan ketat hingga memberantas impor pakaian bekas (thrifting).
Plt Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) Kemenperin, Reni Yanita menyampaikan kondisi industri lokal yang babak belur imbas banjirnya produk impor. Maka, dia menyusun sejumlah langkah mitigasi.
"Pertama pasti kita harus aktif mengenakan instrumen tariff barrier dan juga non-tariff barrier bagi perlindungan industri TPT dalam negeri," kata Reni dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII DPR RI, Selasa (9/7/2024).
Dia juga meminta ada pengetatan penjualan produk impor di marketplace hingga media sosial. Reni turut menyoroti upaya pemberantasan impor ilegal pakaian jadi atau pakaian bekas.
"Kemudian yang gak kalah penting bagaimana kita terus menegakkan dan memberantas pakaian impor ilegal dan pakaian bekas, pengawasan ketat juga penjualan melalui marketplace, dan juga kebijakan-kebijakannya, marketplace dan juga sosial media," tuturnya.
Lalu, dia mengusulkan impor kembali dibatasi sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) nomor 36 Tahun 2023. Pengendalian ini bisa dilakukan dengan pemberian kuota.
"Kemudian, promosi yang intens untuk pembukaan akses pasar ekspor non tradisional dan juga memperluas cakupan industri dan penambahan anggaran untuk program testrukturisasi mesin/perlatan sektor TPT," ucapnya.
"Dan terakhir untuk penandatanganan implementasi I-EU CEPA," Reni menambahkan.
Penyebab Industri Tekstil Babak Belur
Diberitakan sebelumnya, Kementerian Perindustrian mencatat kondisi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) yang babak belur akibat banjir produk impor di Indonesia. Turut disinggung maraknya produk yang dijual di media sosial hingga pakaian bekas.
Plt Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) Kemenperin, Reni Yanita meninggung banyaknya produk impor yang masuk dengan harga murah. Alhasil, produk lokal tak bisa bersaing di pasar dalam negeri.
Harga Murah
"Banjirnya impor produk jadi dengan harga yang sangat murah berhadapan langsung dengan produksi dalam negeri. Jadi, persetujuan impor yang dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan tidak mempertimbangkan faktor harga dan supply-demand," ujar Reni dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII DPR RI, Selasa (9/7/2024).
Tak berhenti di situ, dia mengatakan banyak barang yang dijual melalui platform online hingga media sosial. Pada saat yang sama, masih banyak impor pakaian bekas dan impor ilegal yang belum berhasil diatasi hingga saat ini.
"Kemudian kita juga tahu bahwa banjirnya produk impor ini juga dijual melalui marketplace dan juga social media antata lain TikTok Shop dan lain-lainnya. Kemudian kita tahu juga yang belum selesai sampai hari ini itu terkait dengan impor ilegal dan impor pakaian bekas atau thrifting," bebernya.
Selanjutnya, ada isu yang berkembang terkait industri TPT yang dinilai masuk masa redup atau sunset. Alhasil, pelaku industri tidak mampu mengakses pendanaan dari perbankan. Padahal, ada kebutuhan dana untuk meremajakan alat produksinya.
"Kemudian penurunan utilisasi industri konveksi dan alas kaki IKM sebesar rata-rata 70 persen semenjak pemberlakuannya Permendag 8 Tahun 2024 ini," kata Reni.
"Jadi kalau boleh kami sampaikan dengan adanya Permendag 36 (2023) ini juga menyebabkan IKM-IKM mendapat order banyak dan mereka melakukan pembelian bahan baku dan juga meng-hire beberapa tenaga kerja tambahan, tapi dengan berlakunya Permendag 8 tanggal 17 Mei yang lalu menyebabkan beberapa kontrak ataupun beberapa order dibatalkan," ia menambahkan.
Advertisement
Penurunan Pesanan hingga Pembatasan Negara Lain
Reni mengantongi adanya masalah dari sisi permintaan dari luar negeri. Misalnya kondisi geopolitik yang membuat adanya penurunan pesanan dari negara barat, utamanya Amerika Serikat dan Uni Eropa.
Pada saat yang sama, ada pembatasan masuknya barang di India, Turki, dan Vietnam. Ketiga negara telah memberlakukan restriksi perdagangan melalui kebijakan trade remidies seperti antidumping dan safeguards.
"Serta kebijakan non-tariff barrier seperti penerapan quality control order atau QCO oleh India untuk viscose staple fiber dan juga alas kaki," kata dia.
"Jadi permasalahan yang berikutnya terkait dengan TPT ini yaitu kerja sama perdagangan I-EU CEPA kita yang belum ditandatangani. Jadi harapannya ketika I-EU CEPA ini ditandatangani untuk produk TPT kita mendapatkan preferensi tarif ke negara I-EU CEPA ini," pungkasnya.