Liputan6.com, Jakarta Bank Pembangunan Amerika Serikat (US International Development Finance Corporation/DFC) menyetujui pembiayaan USD 1 miliar, atau setara Rp 16,2 triliun untuk Indonesia. Dana tersebut diberikan dalam rangka percepatan menuju energi bersih.
Kepastian ini dilontarkan dalam pertemuan antara Asisten Menteri Keuangan Amerika Serikat, Alexia Latortue bersama Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia di Bimasena Club at The Dharmawangsa, Jakarta, Kamis (11/7/2024).
Asisten Menteri Keuangan AS Alexia Latortue mengatakan, biaya USD 1 miliar itu masuk dalam program pendanaan Just Energy Transition Partnership (JETP) yang disepakati per 2022.
Advertisement
Dana hibah ini jadi satu paket dengan komitmen investasi USD 126 juta, atau sekitar Rp 2,41 triliun untuk pembangkit listrik Ijen Geothermal di Jawa Timur oleh PT Medco Cahaya Geothermal.
"Adapun USD 1 miliar pembiayaan JETP telah disetujui. Salah satu proyek yang disepakati termasuk USD 126 juta proyek pembangkit listrik Geothermal," ujar Latortue.
Menurut dia, itu jadi salah satu contoh bahwa pendanaan JETP bakal menciptakan kepastian penggunaan energi bersih untuk masa depan Indonesia.
"Sekarang kita bergerak mengimplementasikan cita-cita untuk memiliki energi yang aman, murah, dan juga bersih bagi Indonesia. Ini juga akan menciptakan pertumbuhan hijau di negara ini, dengan perkiraan 300.000 lapangan kerja berkualitas (akan tercipta), dan memastikan transisi energi akan memberikan keuntungan bagi seluruh rakyat Indonesia," bebernya.
Pencairan Dana JETP
Wakil Ketua Umum Koordinator Bidang Kemaritiman, Investasi dan Luar Negeri Kadin Indonesia, Shinta Widjaja Kamdani turut mengapresiasi janji pencairan dana JETP dengan total nilai sebesar USD 20 miliar, yang pada akhirnya mulai cair.
"Pada akhirnya dia sadar Indonesia benar-benar menonjolkan komitmennya. Saya pikir dengan nilai USD 1 miliar yang telah disepakati, setidaknya ini jadi kabar baik. Bukan sekadar komitmen USD 20 miliar, tapi ada sesuatu yang bisa mulai digunakan," ungkap Shinta.
Menurut dia, pencairan ini jadi kabar baik bagi sektor industri yang juga sangat terlibat dalam proses JETP untuk proyek transisi energi.
Shinta menilai, Kadin Indonesia juga telah membahas banyak hal dengan DTC. Termasuk tantangan yang masih dihadapi di lapangan, bagaimana dukungan pemerintah dalam hal regulasi kebijakan, hingga faktor pembiayaan.
"Oleh karenanya, pembiayaan jadi persoalan yang sangat besar. Bukan hanya akses terhadap pembiayaan, namun juga akses terhadap pendanaan yang harus dipertimbangkan," kata Shinta.
"Pada akhirnya, kami ingin mendorong lebih banyak energi terbarukan, dan hal ini juga akan mempengaruhi bagaimana industri itu sendiri, yang kini juga berada dalam kondisi yang baik. Sejalan dengan permintaan pasar, diperlukan pasokan yang lebih banyak untuk tenaga listrik dihasilkan oleh EBT (energi baru terbarukan)," tuturnya.
Sejalan dengan Shinta, Ketua Pokja Transisi Energi Kadin Indonesia, Anthony Utomo mengatakan investasi yang dilakukan oleh AS di Indonesia dapat membuka ruang lebih untuk meningkatkan kapasitas energi terbarukan, pengembangan teknologi hijau, serta menarik negara lain untuk turut serta berinvestasi di Indonesia pada sektor EBT.
Namun, terdapat beberapa tantangan yang perlu diatasi dalam mengimplementasikan hal ini, seperti infrastruktur yang perlu ditingkatkan, regulasi yang mendukung, dan kesiapan sumber daya manusia yang memadai.
“Maka dari itu, melalui Pokja Transisi Energi Kadin kami akan menjembatani dan menyatukan berbagai pemangku kepentingan utama di sektor energi terbarukan untuk bekerja sama dalam mengimplementasikan solusi-solusi inovatif dan berkelanjutan," ucap dia.
Indonesia dan Jepang Intensifikasi Kerjasama Aksesi OECD, Ini Harapan Menko Airlangga
Sebelumnya, Di sela-sela penyelenggaraan Pertemuan Tingkat Menteri Indo-Pacific Economic Framework for Prosperity (IPEF), Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dengan Menteri Negara Kementerian Luar Negeri Jepang Tsuji Kiyoto melangsungkan pertemuan di Sands Expo and Convention Center, Singapura, Kamis (6/6).
Pertemuan tersebut bertujuan untuk mendiskusikan proses aksesi OECD oleh Indonesia dan peluang kerja sama bagi kedua negara pada beberapa sektor ekonomi, khususnya dalam bidang transisi energi dan infrastruktur.
Kedua Menteri membahas peluang kerja sama kedua negara yang berkaitan dengan tindaklanjut pada beberapa kesepakatan pada IPEF Pilar II, III, dan IV. Selain itu, perihal rencana penandatanganan amandemen protokol IJEPA pada paruh ketiga tahun 2024 juga turut menjadi bahan diskusi pada pertemuan tersebut.
Pada kesempatan tersebut, Menko Airlangga Hartarto menyampaikan apresiasi Pemerintah Indonesia terhadap peran Jepang sebagai Ketua OECD periode 2019-2020 yang telah menjadi rekan kerja sama bilateral atas proses aksesi OECD oleh Indonesia. Menko Airlangga kemudian juga menyampaikan terkait kondisi hubungan perekonomian bilateral antara Indonesia dan Jepang yang erat dalam segi investasi.
“Jepang merupakan rekan perekonomian Indonesia yang aktif mempromosikan perdagangan, investasi, serta beberapa proyek infrastruktur nasional,” ujar Menko Airlangga.
Hubungan kerja sama perekonomian Indonesia dan Jepang sendiri telah terjalin sejak April 1958 dan menghasilkan beberapa proyek infrastruktur esensial bagi kondisi perekonomian nasional, salah satunya yakni proyek Jakarta Mass Rapid Transit (MRT) yang direncanakan untuk diekspansi pada Lajur MRT Utara-Selatan sebagai fase kedua pembangunan.
Selain itu, Jepang juga merupakan rekan bilateral Indonesia yang sangat mendorong transisi energi bersih nasional lewat beberapa forum seperti AZEC dan JETP, serta forum dalam pengelolaan mineral kritis.
“Selain dari beberapa kerja sama ekstensif tersebut, Indonesia juga mengapresiasi rencana diamendemennya protokol IJEPA pada paruh ketiga tahun 2024,” lanjut Menko Airlangga.
Advertisement
Hubungan Makin Erat
Menutup pertemuan tersebut, Menko Airlangga berharap agar hubungan bilateral Indonesia dan Jepang dapat terus meningkat dan berlangsung secara erat sehingga dapat mendukung dan menyukseskan proses aksesi OECD oleh Indonesia yang direncanakan selesai pada tahun 2027, serta melanjutkan sejumlah komitmen kerja sama pada bidang infrastruktur dan proses transisi energi berkelanjutan.
Turut hadir mendampingi Menko Airlangga dalam kegiatan tersebut diantaranya yakni Dubes RI untuk Singapura Suryopratomo, Sesmenko Perekonomian Susiwijono Moegiarso, Juru Bicara Kemenko Perekonomian Haryo Limanseto, Staf Khusus Bidang Percepatan Pengembangan Wilayah, Pembangunan Infrastruktur, dan Investasi Kemenko Perekonomian Wahyu Utomo.
Kemudian, Asisten Deputi Kerja Sama Ekonomi Multilateral Kemenko Perekonomian Ferry Ardiyanto, Asisten Deputi Kerja Sama Ekonomi Amerika dan Pasifik Kemenko Perekonomian Irwan Sinaga, dan Asisten Deputi Kerja Sama Ekonomi Asia Kemenko Perekonomian Bobby C. Siagian.