Sukses

Ketimbang Batasi BBM Pertalite, Pemerintah Diminta Kurangi Belanja Tak Perlu

Pemerintah diminta untuk lebih dulu mengurangi belanja yang dinilai tak perlu ketimbang membatasi pembelian BBM Bersubsidi. Ini berlaku jika penghematan atau efisiensi anggaran yang jadi targetnya.

Liputan6.com, Jakarta Ekonom Indonesia Strategic And Economic Action Institution (ISEAI) Ronny P Sasmita meminta pemerintah untuk lebih dulu mengurangi belanja yang dinilai tak perlu ketimbang membatasi pembelian BBM Bersubsidi. Ini berlaku jika penghematan atau efisiensi anggaran yang jadi targetnya.

Ronny mengatakan, pengedalian konsumsi BBM bersubsidi seperti Solar atau Pertalite dengan tujuan menghemat anggaran jadi sesuatu yang kurang tepat. Apalagi kalau volume subsidi yang malah dikurangi.

"Harusnya pemerintah meletakkan opsi pengurangan belanja pemerintah dulu, sebelum mengurangi subsidi. Pemerintah dulu yang berkorban. Jangan rakyat dulu yang dikorbankan. Di situ letak persoalannya menurut saya," ungkap Ronny kepada Liputan6.com, Kamis (11/7/2024).

Dia menilai, selama ini ketika kemampuan fiskal mulai mengendur, pemerintah jarang berkorban. Pada saat yang sama, hak rakyat lebih dulu dikurangi.

"Kalau tidak menaikan pajak, ya mengurangi subsidi. Cobalah sekali-kali berfikir menekan belanja rutin, biaya operasional, bonus-bonus, tunjangan-tunjangan, dan lain-lain dipangkas dulu," kata dia.

"Lalu proyek-proyek basa-basi yang hasilnya tak terukur disetop dulu. Pemerintah dan DPR sekali-kali merevisi turun belanja, jangan merevisi naik terus," sambung Ronny.

Informasi, pemerintah berencana untuk mulai membatasi konsumsi BBM Subsidi. Targetnya adalah penyaluran BBM Subsidi agar tepat sasaran. Bisa dibilang, langkah ini juga bisa menghemat anggaran terhadap penyaluran subsidi.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Bocoran Menko Luhut

Diberitakan sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengungkap rencana pembatasan penggunaan BBM bersubsidi. Dia memyebut pembatasan itu akan dimulai pada 17 Agustu 2024 mendatang.

Diketahui, ada rencana untuk membatasi penggunaan Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) Pertalite. Namun, kebijakan ini masih menunggu rampungnya regulasi, yang merujuk pada revisi Perpres 191/2014.

Dia mengatakan, pembatasan menjadi salah satu cara untuk mengurangi konsumsi dan polusi yang dihasilkan. Menurutnya, hal itu sejalan dengan peralihan dari BBM ke bioetanol.

"Kemudian masalah penggunaan bensin, kita kan sekarang berencana ini mau mendorong segera bioetanol masuk menggantikan bensin," ujar Menko Luhut melalui akun Instagram @luhut.pandjaitan, dikutip Rabu (10/7/2024).

Tujuannya, untuk mengurangi jumlah polusi yang mencemari udara. Dia mengatakan, pada konteks ini akan tercipta sebuah efisiensi anggaran.

"Supaya polusi udara ini juga bisa dikurangi cepat, karena sulfur yang ini kan lebih dari 500 ppm ya, kita mau sulfurnya itu 50 ppm lah. Nah ini sekarang lagi diproses dikerjakan oleh Pertamina. Nah kalau ini semua berjalan dengan baik dari situ saya kira kita bisa menghemat lagi," ungkapnya.

 

3 dari 3 halaman

Dimulai 17 Agustus 2024

Menko Luhut mengatakan, PT Pertamina (Persero) sudah mulai menyiapkan penerapan pembatasan itu. Dia berharap pada 17 Agustus 2024 ini, orang yang tak termasuk penerima subsidi tak bisa lagi menggunakannya.

"Pemberian subsidi yang tidak pada tempatnya, sekarang Pertamina sedang menyiapkan dan saya berharap 17 Agustus ini kita sudah bisa mulai dimana orang yang tidak berhak dapat subsidi itu akan bisa kita kurangi, kita hitung disitu," kata dia.

Dengan pembatasan tadi, dia mengaku akan menurunkan tingkat sulfur yang jadi polusi udara. Alhasil, ikut juga mengurangi banyaknya orang yang menderita Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA).

"Dan itu juga akan menghemat (biaya) kesehatan sampai Rp 38 triliun ekstra pembayaran BPJS. Jadi sebenarnya banyak sekali efisiensi di negeri ini yang bertahap sekarang sedang dibereskan," tegasnya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.