Sukses

Anak Buah Sri Mulyani Pede Target Penerimaan Pajak Rp 1.988,9 Triliun Tercapai

Direktur Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Suryo Utomo optimis penerimaan pajak tahun 2024 bisa mencapai target sebagaimana yang disematkan dalam APBN 2024 sebesar Rp 1.988,9 triliun.

Liputan6.com, Jakarta Direktur Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Suryo Utomo optimis penerimaan pajak tahun 2024 bisa mencapai target sebagaimana yang disematkan dalam APBN 2024 sebesar  Rp1.988,9 triliun.

 

"Rp1.988.9 triliun di tahun 2024 ini. Insyaallah bu (Menteri Keuangan Sri Mulyani) dengan bantuan teman-teman dan para stakeholder yang ada disini, kami akan berupaya untuk mencapainya," kata Suryo Utomo dalam acara Spectaxcular 2024, di GBK, Jakarta, Minggu (14/7/2024).

Suryo pun mengakui bahwa untuk mencapai target penerimaan negara tersebut dibutuhkan bantuan dari pihak lain, utamanya wajib pajak.

"Jadi tidak ada kemampuan kami sendirian, kami sangat mengharapkan bantuan. Bukan hanya yang ada di Direktorat Jenderal Pajak Semata, tapi pun juga Bapak dan Ibu sekalian para pembayar pajak yang hari ini hadir," ujarnya.

Adapun dikutip dari paparan Menteri Keuangan Sri Mulyani terkait Kinerja APBN Semester I-2024, Kemenkeu mencatat pendapatan Negara selama Semester I-2024 tercatat sebesar Rp1.320, 7 triliun atau terkontraksi sebesar 6,2% (yoy).

Kemudian, penerimaan perpajakan tercatat hanya sebesar Rp1.028 triliun, turun 7% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sementara PNBP mencapai Rp288,4 triliun atau turun 4,5% (yoy).

Penurunan pendapatan negara terutama disebabkan oleh turunnya harga komoditas, khususnya batubara dan CPO, yang mempengaruhi kondisi profitabilitas sektor korporasi sehingga berdampak pada penerimaan PPh Badan yang terkontraksi 35,5% (yoy).

Sementara itu, penerimaan PPN DN (dalam negeri), turun 11% (yoy). Namun demikian, secara bruto (tanpa memperhitungkan restitusi), PPN DN masih tumbuh positif sebesar 9,2% seiring dengan masih kuatnya aktifitas ekonomi domestik, tercermin dari pertumbuhan ekonomi Q1 yang mencapai 5,11%.

Penurunan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) terutama karena turunnya penerimaan SDA akibat turunnya harga komoditas dan kurang optimalnya lifting migas, sementa di sisi lain penerimaan dari Kekayaan Negara yang dipisahkan tumbuh positif 41,8% dengan membaiknya kinerja BUMN.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

400 ribu Wajib Pajak Belum Padankan NIK-NPWP, Bagaimana Nasibnya?

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mencatat dari total 74,68 juta Wajib Pajak orang pribadi penduduk, tersisa sebanyak 400 ribu NIK-NPWP yang masih harus dipadankan.

"Tinggal 400.000 mungkin yang belum selesai kami padankan, dan InsyaAllah tetap terus akan kami jalankan pemadananya," kata Direktur Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Suryo Utomo dalam acara Spectaxcular 2024, di GBK, Jakarta, Minggu (14/7/2024).

Suryo mengatakan, meskipun saat inu sistem administrasi NIK-NPWP yang baru belum digunakan, melainkan akses untuk 16 digit NPWP dengan menggunakan NIK, untuk beberapa aplikasi layanan yang saat ini telah DJP buka, sudah dapat dimanfaatkan dengan baik.

"16 layanan sudah kami buka pada sempatan sampai dengan hari ini, mungkin ada beberapa layanan yang akan kami rilis sampai dengan akhir Juli 2024 ini," ujarnya.

Adapun Suryo memastikan pada Agustus mendatang seluruh layanan sistem administrasi terkait penggunaan NPWP baru yakni NPWP 16 digit bisa digunakan.

"InsyaAllah mulai bulan Agustus depan, seluruh layanan kepada masyarakat dapat kami lakukan secara baik dengan menggunakan NPWP baru, yaitu NPWP 16 digit, atau menggunakan NIK sebelum betul-betul kita menggunakan sistem administrasi yang baru InsyaAllah tahun ini dapat kita jalankan," ujarnya.

 

3 dari 3 halaman

Implementasi Penuh

Diketahui, implementasi penuh Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai NPWP mulai berlaku pada 1 Juli 2024. Artinya Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dengan format 15 digit (NPWP lama) tidak dapat dipakai, karena batasnya hanya hingga 30 Juni 2024.

Kebijakan ini diterapkan oleh pemerintah dengan tujuan untuk menyederhanakan administrasi perpajakan di Indonesia. Melalui integrasi NIK dan NPWP, diharapkan akan semakin mudah bagi warga negara untuk melaksanakan kewajiban perpajakan mereka.

Maka dengan NIK yang kini berfungsi ganda sebagai NPWP, masyarakat tidak perlu lagi mengurus dua nomor identitas yang berbeda. Selain memudahkan proses administrasi, kebijakan ini juga diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak.

Disisi lain, DJP memberikan waktu kepada pihak lain, seperti perbankan dalam menerapkan penggunaan NIK sebagai NPWP hingga akhir tahun 2024.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.