Sukses

Lewat Lagu, Sri Mulyani Beri Sinyal Tak jadi Menkeu Lagi di Era Prabowo-Gibran

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati seakan memberikan sinyal bahwa dirinya tidak lagi menjabat sebagai Menteri Keuangan di periode pemerintahan baru.

Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati seakan memberikan sinyal bahwa dirinya tidak lagi menjabat sebagai Menteri Keuangan di periode pemerintahan baru.

Sinyal tersebut dilihat ketika anak buah Sri Mulyani yakni Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo bersama pejabat Kementerian Keuangan lainnya membawakan lagu untuk hiburan di acara Spectaxular 2024 di GBK, Senayan, Jakarta, Minggu (14/7/2024).

Dalam kesempatan tersebut, Suryo Utomo akan menyanyikan lagu She's Gone yang dipopulerkan oleh band rock asal Amerika Serikat (AS), Steelheart.

Kemudian Sri Mulyani bersama jajaran Kemenkeu yang hadir diminta naik ke atas panggung untuk menyanyikan sebuah lagu yang berjudul Anak Sekolah yang dipopulerkan oleh Chrisye.

Namun sebelum mulai, Sri Mulyani memberikan celotehan bahwa lagu yang dinyanyikan oleh anak buahnya itu merupakan lagu yang ditujukan untuknya.

"Tadi lagunya She's Gone. Itu lagu untuk saya. I'm Gone," ujar Sri Mulyani sambil melambaikan tangan ke atas.

Diketahui, sebelumnya memang isu Sri Mulyani tidak akan menjabat sebagai Menkeu sudah ramai diperbincangkan publik beberapa waktu lalu.

Bahkan sempat muncul sebuah unggahan video yang menggemparkan media sosial dengan klaim bahwa Menteri Keuangan Sri Mulyani mundur dari Kabinet Indonesia Maju.

Momen Emosional

Video tersebut memperlihatkan momen emosional seolah-olah Sri Mulyani mengucapkan salam perpisahan dari jabatannya. Klaim Sri Mulyani mundur ini dengan cepat menyebar, menimbulkan kehebohan di kalangan masyarakat yang mempertanyakan kebenarannya.

Nyatanya, video yang beredar itu adalah rekaman lama dari tahun 2010, ketika Sri Mulyani mundur dari posisi Menteri Keuangan di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Informasi yang disajikan dalam video tersebut tidak relevan dengan situasi saat ini. Meskipun begitu, isu Sri Mulyani mundur tetap saja mencuri perhatian dan memicu perdebatan di berbagai platform.

Adapun banyak nama yang digadang-gadang akan menggantikan Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan di era Prabowo-Gibran mendatang, diantaranya Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Mahendra Siregar, Direktur Utama PT Bank Negara Indonesia Royke Tumilaar, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, hingga Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Kartika Wirjoatmodjo. 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Sri Mulyani Pamer Penerimaan Pajak Selalu Naik

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan untuk membangun negara yang sejahtera dan adil diperlukan dukungan penerimaan pajak yang baik.

"Kita semua mengetahui bahwa untuk bisa terus menjaga Republik Indonesia, membangun negara ini, negara dan bangsa kita, cita-cita yang ingin kita capai, ingin menjadi negara maju, ingin menjadi negara yang sejahtera, adil, tidak mungkin bisa dicapai tanpa penerimaan pajak suatu negara," kata Sri Mulyani dalam sambutannya di acara Spectaxcular 2024, di GBK, Jakarta, Minggu (14/7/2024).Bendahara negara ini menyebut, pajak merupakan tulang punggung dan sekaligus instrumen yang sangat-sangat penting bagi sebuah bangsa dan negara untuk mencapai cita-citanya.

"Oleh karena itu, kita semuanya di Kementerian Keuangan, Direktorat Jenderal Pajak, terus melakukan tanggung jawab dan tugas ini harus dengan sepenuh hati," ujarnya.

Dalam kesempatan tersebut, Sri Mulyani menyampaikan terkait perkembangan penerimaan negara yang setiap masa terus membaik, hal itu dilihat dari pencapaian penerimaan pajaknya.

"Saya senang mendengar tadi disampaikan oleh Pak Suryo bahwa Direkturat Jenderal Pajak terus melakukan perbaikan, penguatan yang berkelanjutan. Setiap masa selalu ada inisiatif untuk memperbaiki diri," ujarnya.

 

3 dari 4 halaman

Penerimaan Pajak

Menkeu merinci, misalnya pada tahun 1983 penerimaan pajak di Indonesia masih Rp13 triliun. Kemudian memasuki era reformasi tahun 1999 penerimaan pajak menjadi Rp400 triliun. Bahkan, untuk tahun 2024 penerimaan pajak ditargetkan sebesar Rp1.988,9 triliun.

Menurut Menkeu, dalam proses mencapai target penerimaan pajak tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor, mulai dari sektor keuangan yang terganggu, perubahan iklim, bencana alam, hingga faktor pesatnya perkembangan digitalisasi.

"Kita menghadapi krisis keuangan di Indonesia, krisis keuangan global. Di setiap naik, turun, gejolak atau sedang terjadi boom kita semua bertanggung jawab. Kementerian Keuangan, Direkturat Jenderal Pajak, dalam susah, dalam senang, dalam ups and downs Anda adalah institusi yang diandalkan," pungkasnya.

4 dari 4 halaman

Kepatuhan Pajak Jadi Kunci Tingkatkan Penerimaan Negara

Sebelumnya, Kepala Departemen Hukum Bisnis dan Perpajakan Monash University John Bevacqua mengatakan, kepatuhan pajak merupakan hal penting dalam meningkatkan penerimaan negara.

"Kepatuhan jelas merupakan landasan dari sebagian besar tindakan, khususnya di bidang administrasi perpajakan," kata John dalam the Launching Event of the Indonesian Tax Center in Australia (INTACT AUS) yang diselenggarakan DJP, secara virtual, Jumat (12/7/2024).

Kata Bevacqua, Pemerintah Australia sangat mendorong peningkatan kepatuhan pajak sukarela. Lantaran, hal itu akan meningkatkan kepercayaan antara otoritas pajak dengan wajib pajak.

"Di Australia kepatuhan sukarela terus didorong untuk meningkatkan hubungan saling percaya antara otoritas pajak dan wajib pajak," ujarnya.

Menurut dia, dengan adanya kepatuhan pajak maka Otoritas pajak memiliki wewenang secara tepat dan memadai untuk bisa memastikan mereka yang tidak secara sukarela mematuhi aturan akan dipaksa untuk patuh bayar pajak.

Oleh karena itu, Pemerintah Australia setiap tahunnya terus mendorong para wajib pajak agar melakukan hal yang benar sejak awal daripada membuat kesalahan atau menghilangkan pendapatan atau membayar jumlah pajak yang tepat, tidak lebih dan tidak kurang.

"Demikian untuk memastikan bahwa jika mereka berada di titik puncak melakukan kesalahan, maka mereka diberitahu tentang hal tersebut atau jika mereka mungkin akan melakukan kesalahan.  mereka terdorong untuk memperbaiki keadaan dan diingatkan untuk memperbaiki laporannya," ujar dia.

Dia menilai, kepatuhan pajak seringkali menjadi masalah yang dialami setiap negara dalam meningkatkan penerimaan negaranya, termasuk Australia dan Indonesia.

"Jadi, inilah beberapa hal yang menurut saya merupakan permasalahan inti yang menjadi agenda utama saat ini dan sangat penting dalam lanskap perpajakan Australia dan menurut saya memunculkan peluang kolaborasi yang sangat luas dan beragam serta menarik," pungkasnya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini