Sukses

Neraca Perdagangan Indonesia Juni 2024, BPS: 50 Bulan Berturut-turut Surplus

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan surplus sebesar USD2,39 miliar, atau turun sebesar USD 0,54 miliar pada Juni 2024.

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia Juni 2024 mengalami surplus sebesar USD2,39 miliar. Capaian tersebut memperpanjang catatan surplus selama 50 bulan beruntun sejak Mei 2020.

"Pada Juni 2024 neraca perdagangan barang tercatat surplus sebesar USD2,39 miliar, atau turun sebesar USD 0,54 miliar secara bulanan, dengan demikian neraca perdagangan Indonesia telah mencatatkan surplus selama 50 bulan berturut-turut sejak Mei 2020," kata Plt. Kepala BPS Amalia A. Widyasanti dalam konferensi pers BPS, Senin (15/7/2024).

Kata Amalia surplus neraca perdagangan pada Juni 2024 lebih rendah dibandingkan dengan bulan sebelumnya, dan bulan yang sama pada tahun lalu.

Surplus neraca perdagangan Juni 2024 ini lebih ditopang oleh surplus komoditas nonmigas sebesar USD4,43 miliar, di mana komoditas yang menyumbangkan surplus adalah bahan bakar mineral (HS27), lemak dan minyak hewan anbati (HS 15), besi dan baja (HS72), dan beberapa komoditas lainnya.

Adapun surplus neraca perdagangan nonmigas Juni 2024 ini lebih tinggi jika dibandingkan surplus bulan lalu maupun bulan yang sama tahun lalu. Pada saat yang sama neraca perdagagan migas tercatat defisit sebesar USD2,04 miliar, dengan komoditas penyumbang defisit berasal dari hasil minyak dan minyak mentah.

"Defisit neraca perdagangan migas pada Juni 2024 ini lebih dalam dari bulan sebelumnya, maupun dibandingkan bulan yang sama pada tahun lalu," ujarnya.

Adapun neraca perdagangan nonmigas Indonesia menurut negara. Tiga terbesar diantaranya adalah India USD1,47 miliar, Amerika Serikat USD 1,22 miliar, dan Filipina USD 0,69 miliar.

"Surplus terbesar dengan India ini karena didorong oleh beberapa komoditas, antara lain lemak dan minyak hewan nabati terutama CPO, bahan bakar mineral dan juga besi dan baja," ujar dia.

Selain itu, Indonesia juga mengalami defisit perdagangan dengan beberapa negara, diantaranya Tiongkok sebesar USD0,69 miliar, Australia USD0,33 miliar, dan Thailand USD 0,32 miliar.

"Defisit terdalam yang dialami dengan Tiongkok ini didorong oleh komodtas mesin dan peralatan mekanis dan bagiannya, kemudian mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya, serta plastik dan barang dari plastik," pungkasnya.

 

2 dari 5 halaman

Impor Indonesia pada Juni 2024

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat impor Indonesia pada Juni 2024 mencapai USD18,45miliar. Capaian tersebut turun sebesar 4,89 persen dibanding bulan sebelumnya.

"Pada Juni 2024 nilai impor mencapai USD18,45 miliar atau turun sebesar 4,89 persen dari kondisi Mei 2024," kata Plt. Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, dalam konferensi pers pengumuman Ekspor-impor  Januari 2023, Senin (15/7/2024).

Untuk rinciannya, impor migas tercatat USD3,27 miliar atau turun sebesar 19,01 persen, jika dibandingkan bulan sebelumnya USD2,75 miliar. Sementara itu, impor nonmigas tercatat USD15,18 miliar atau mengalami penurunan sebesar 8,83 persen secara bulanan dibandingkan Mei 2024 sebesar USD16,65miliar.

Penurunan nilai impor secara bulanan ini disebabkan oleh penurunan nilai impor non migas dengan andil penurunan sebesar 7,58 persen. Secara tahunan, nilai impor Juni 2024 meningkat 7,58 persen dimana nilai impor migas dan nonmigas masing-masing naik sebesar 47,17 persen dan 1,69 persen.

Kenaikan impor migas yang cukup tinggi ini didorong oleh penignkatan nilai impor minyak mentah, dan nilai impor hasil minyak. Amalia menyampaikan perkembangan impor menurut penggunaan. Secara bulanan, nilai impor barang konsumsi mengalami peningkatan sebesar USD43 juta atau 2,48 persen, sedangkan impor bahan baku penolong turun sebesar USD482,3 juta atau 3,41 persen, dan barang modal megalami penurunan sebesar USD509,3 juta atau 14,51 persen.

"Dan bahan baku penolong ini sebenarnya menyumbang setidaknya 74,11 persend ari total impor di bulan Juni 2024," ujarnya. Adapun secara tahunan nilai impor barang konsumsi meningkat sebesar 12,01 persen,  bahan baku penolong meningkat 10,62 persen, sedangkan nilai impor barang modal mengalami penurunan sebesar 6,34 persen.

 

3 dari 5 halaman

Ekspor Indonesia pada Juni 2024

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat adanya penurunan nilai ekspor pada Juni 2024 lalu. Tercatat, nilai ekspor Juni 2024 mencapai USD20,84 miliar, angka ini menurun dari bulan sebelumnya.

"Nilai ekspor mencapai USD20,84 miliar atau turun 6,65% dibandingkan Mei 2024," kata Plt. Kepala BPS Amalia A. Widyasanti dalam konferensi pers BPS, Senin (15/7/2024).

Dia mencatat, penurunan tersebut didorong oleh besaran nilai ekspor migas tercatat sebesar USD1,23 miliar atau turun 13,24 persen. Serta, ekspor non migas yang turun sebesar 6,20 persen dengan nilai USD19,61 miliar.

Penurunan nilai ekspor pada Juni secara bulanan terutama didorong oleh penurunan ekspor non migas bijih logam dan abu yang masuk dalam kelompok HS 26 ini turun sebesar 98,32%, di mana andilnya terhadap ekspor non migas sebesar 4,57%.

Kemudian, logam mulia dan perhiasan Permata dalam kelompok HS 71 turun 45,76% yang andilnya sebesar 1,97%, nikel dan barang daripadanya yang masuk dalam kategori HS 75 turun sebesar 25,20% di mana andilnya terhadap ekspor non migas sebesar 0,96%.

Sementara, penurunan ekspor migas terutama didorong oleh penurunan nilai ekspor hasil minyak dengan andil sebesar 0,94%.

Namun, kata Amalia, secara tahunan nilai ekspor Juni tahun 2024 mengalami peningkatan sebesar 1,17%. Kenaikan ini tentunya didorong oleh peningkatan ekspor non migas terutama pada barang dari besi dan baja, nikel dan barang daripadanya, dan tembaga dan barang daripadanya.

4 dari 5 halaman

Neraca Perdagangan Indonesia Surplus 49 Bulan Beruntun, Pemerintah Wanti-wanti Ancaman Global

Sebelumnya, Indonesia sukses mencatat surplus neraca perdagangan sebesar USD 2,93 miliar pada Mei 2024. Capaian itu sekaligus memperpanjang tren surplus neraca dagang RI menjadi 49 bulan berturut-turut sejak Mei 2020. 

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengapresiasi kinerja perdagangan Indonesia yang tetap membukukan surplus di tengah aktivitas ekonomi global yang masih melambat. 

"Hal ini memberikan indikasi bahwa ketahanan ekonomi kita cukup kuat. Mamun kita harus tetap waspada dan terus memperkuat dukungan kebijakan demi mendorong pertumbuhan yang berkelanjutan," ujar Febrio dalam keterangan tertulis, Kamis (20/6/2024).

Adapun nilai ekspor Indonesia pada Mei 2024 tercatat sebesar USD 22,33 miliar, naik sebesar 2,86 persen (yoy). Didorong oleh peningkatan ekspor nonmigas sebesar 2,50 persen (yoy) dan ekspor migas sebesar 8,44 persen (yoy). 

Kenaikan ekspor nonmigas terutama ditopang oleh peningkatan mayoritas komoditas utama seperti besi dan baja, mesin dan perlengkapan elektrik, serta nikel dan barang daripadanya.  Sementara kenaikan ekspor migas didorong oleh peningkatan ekspor minyak mentah dan gas alam di tengah penurunan ekspor hasil minyak. 

Secara kumulatif, nilai ekspor Indonesia Januari-Mei 2024 tercatat sebesar USD 104,25 miliar dengan negara tujuan ekspor terbesar ke Chinq, disusul Amerika Serikat, India, dan Jepang.

 

5 dari 5 halaman

Impor Indonesia pada Mei 2024

Di sisi lain, nilai impor Indonesia pada Mei 2024 tercatat sebesar USD 19,40 miliar, turun 8,83 persen (yoy). Itu didorong oleh penurunan mayoritas komoditas utama impor seperti kendaraan dan bagiannya, besi dan baja, mesin dan peralatan mekanik, serta mesin dan perlengkapan elektrik. 

Berdasarkan golongan penggunaan barang, penurunan impor terjadi pada barang konsumsi, bahan baku/penolong, dan barang modal, masing-masing sebesar 16,19 persen (yoy), 7,51 persen (yoy), dan 10,13 persen (yoy). Meskipun mengalami penurunan nilai, volume impor Mei 2024 tercatat mengalami peningkatan sebesar 2,54 persen (yoy).

"Pemerintah akan terus memantau dampak perlambatan global terhadap ekspor nasional, serta menyiapkan langkah antisipasi melalui dorongan terhadap keberlanjutan hilirisasi sumber daya alam, peningkatan daya saing produk ekspor nasional, serta diversifikasi mitra dagang utama," imbuh Febrio.