Sukses

Mendagri Larang Kepala Daerah Jual Sawah Demi Turunkan Harga Beras, Apa Hubungannya?

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian lonjakan harga beras jadi hal yang patut disikapi bersama, dalam hal ini dengan kepala daerah.

Liputan6.com, Jakarta Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian pasang mata terhadap harga beras yang kembali naik di pekan kedua Juli 2024.

Terlebih kini sudah mulai memasuki musim kering, yang menurut ramalan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) puncaknya akan terjadi di Agustus-September 2024.

"Kita melihat di minggu kedua Juli, kita sudah lihat beras merangkak naik. Beras terjadi kenaikan harga di 113 kabupaten/kota dari 514 kabupaten/kota," ujar Mendagri Tito dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah Tahun 2024, Senin (15/7/2024).

Menurut dia, lonjakan harga beras jadi hal yang patut disikapi bersama. Khususnya melalui program swasembada beras yang diusung pemerintah pusat, dengan importasi sebagai ban serep jika produksi dalam negeri tidak mencukupi.

Oleh karenanya, Tito meminta seluruh kepala daerah tetap menjaga luas lahan sawah di wilayahnya. Dengan cara bisa tahan dari godaan pihak pengembang yang kerap mengiming-imingi uang untuk pemasukan daerah.

"Tapi langkah utama, yang perlu menjadi perhatian rekan-rekan kepala daerah, tolong untuk mendorong produksi beras kita meningkat. Satu adalah lahan sawah yang sudah ada jangan sampai dikonversi ke penggunaan lainnya, seperti untuk komersial, pemukiman, dan lain-lain," ungkapnya.

"Ini akan membuat produksi kita menurun, dan godaannya tinggi untuk rekan-rekan kepala daerah, karena banyak pengembang/industri yang mau melobi, dan lain-lain," kata Tito.

Jaga Produksi Beras

Lebih lanjut, ia juga meminta insan daerah memperhatikan beberapa hal untuk menjaga produksi beras. Mulai dari program pompanisasi yang digelontorkan Kementerian Pertanian, hingga mendorong pemanfaatan pupuk subsidi lebih masif.

Tito memohon agar urusan pangan tersebut tetap jadi perhatian utama seluruh kepala daerah definitif maupun penjabat (Pj) di tengah persiapan menuju Pilkada.

"Masalahnya ini melibatkan rantai yang panjang, sehingga perlu tepat sasaran di petani yang betul-betul membutuhkan (pupuk) subsidi itu. Kami khawatir kalau nanti rekan-rekan semua sibuk, sibuk Pilkada macam-macam. Tapi tolong persoalan ini dijadikan prioritas, masalah beras produksi ini," tegasnya.

"Tolong nanti di-follow up dengan rapat internal, terutama dengan Dinas Pertanian masing-masing, kemudian Dinas Perdagangan, baik untuk pompanisasi, pupuk subsidi, mempertahankan lahan sawah yang ada, mendorong produksi oleh petani, ini menjadi prioritas," pinta Mendagri.

 

 

 

2 dari 2 halaman

Harga Beras Sekilo Berapa?

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi beras di tingkat eceran secara tahunan atau year on year (YoY) pada Juni 2024 tembus hingga 11,88 persen. Angka tersebut didapat setelah menghitung rata-rata harga beras untuk berbagai jenis kualitas di seluruh wilayah Indonesia.

Plt Sekretaris Umum BPS Imam Machdi melaporkan, harga beras di tingkat grosir per Juni 2024 sebenarnya mengalami deflasi 0,28 persen secara bulanan (month to month). Meskipun tetap membukukan inflasi sebesar 10,87 persen secara tahunan.

"Sedangkan di tingkat eceran mengalami inflasi sebesar 0,10 persen secara month to month dan sebesar 11,88 persen secara year on year," jelas Imam, Senin (1/7/2024).

Lonjakan inflasi juga terjadi pada harga gabah di tingkat petani sebesar 5,64 persen secara bulanan, dan 11,34 persen secara tahunan.

Imam mengatakan, inflasi gabah kering giling naik sebesar 2,75 persen secara month to month, dan sebesar 8,17 persen secara year on year.

"Untuk rata-rata harga beras di penggilingan pada Juni 2024 naik sebesar 0,80 persen secara month to month, dan 11,39 persen secara year on year," tutur dia.

Untuk diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) memgumumkan terjadi deflasi 0,08 persen secara bulanan atau month on month (MoM) pada Juni 2024. Ini adalah deflasi kedua setelah pada Mei 2024 juga telah terjadi deflasi sebesar 0,03 persen.