Liputan6.com, Jakarta Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengungkap kasus mafia tanah di Jawa Tengah. Praktik tersebut menurutnya mengganggu jalannya investasi.
Misalnya, yang terjadi di Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah terhadap lahan yang kepemilikannya dialihkan oleh oknum. Potensi kerugian dari rencana penggunaan lahan 86 hektare untuk kawasan industri itu mencapai Rp 3,41 triliun.
Baca Juga
“Negara merugi. Padahal kita sangat membutuhkan investasi. Mafia-mafia tanah ini membelenggu potensi investasi kita," tegas AHY, dikutip dari keterangan resmi, Selasa (16/7/2024).
"Bukan hanya kita mengejar investasi semata, kami juga selalu menekankan operasi Pemberantasan Mafia Tanah ini benar-benar ditujukan untuk menegakkan keadilan hidup kita,” ujar imbuhnya.
Advertisement
Pada kesempatan yang sama, korban mafia tanah di Kabupaten Grobogan, Didik Prawoto turut menyampaikan tanah seluas 86 hektare miliknya sesuai dengan Peraturan Daerah (PERDA) Kabupaten Grobogan Nomor 12 Tahun 2021 peruntukannya untuk kawasan industri. Oleh sebab itu, ia berterima kasih karena kini tanahnya dapat terbebas dari mafia tanah.
“Beberapa tahun ini kami diganggu oleh mafia tanah yang luar biasa melakukan perlawanan, namun alhamdulillah semua selesai dan tidak terbukti. Mafia tanah sudah inkracht, divonis, saya di sini mewakili masyarakat mengucapkan terima kasih kepada Bapak Menteri dan jajaran. Mudah-mudahan tanah itu cepat bisa bermanfaat seperti fungsi dan perizinan yang dikeluarkan,” ungkap Didik Prawoto yang menjabat Direktur PT Azam Laksana Intan Buana (ALIB) ini.
Didik ini juga mengajak Feri, investor dari PT Nortek Berkah Indonesia yang telah menanamkan investasinya senilai Rp 1,7 triliun dengan peluang serapan tenaga kerja mencapai 2.000 orang.
Sulit Cari Lahan Industri
Selama setahun belakangan, ia mengaku kesulitan untuk memilih lahan industri yang baik. Namun ketika sudah mendapatkannya, ia justru mengalami kejahatan pertanahan oleh mafia tanah.
“Investasi kami harus ditunda karena masalah mafia tanah ini. Kami juga mengalami kerugian, harus segera memproduksi. Pak Didik terus meyakinkan kami dan hari ini diminta hadir untuk melihat sendiri kehadiran pemerintah dalam menyelesaikan masalah mafia tanah dan juga untuk mendukung Investasi," tuturnya.
"Tanpa tanah investasi tidak bisa masuk, Tanpa tanah tidak ada industri yang bisa dibangun. Jadi tanah adalah pintu masuk dari sebuah investasi,” tegas Feri.
Sebagai informasi, pada kasus mafia tanah di Kabupaten Grobogan ini dilakukan penangkapan terhadap tersangka DB (66), warga Kelurahan Sidorejo Kidul, Kecamatan Tingkir, Kota Salatiga. Modus operandi tersangka menggunakan Akta Autentik yang dipalsukan. Semua berkas perkara statusnya sudah melewati tahapan P21 (berkas lengkap), di mana terhadap kasus tersangka DB sudah diputus bersalah oleh Pengadilan Negeri Purwodadi.
Bongkar Mafia Tanah
Diberitakan sebelumnya, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengungkap praktik mafia tanah di Jawa Tengah. Potensi kerugian yang berhasil diselamatkan ditarsir mencapai Rp 3,41 triliun.
"Untuk itu, dengan terungkapnya kasus ini, kami menyelamarkan potensi kerugian masyarakat dan negara kurang lebih Rp 3,41 triliun. Nilai itu kami hitung berdasarkan terhambatnya rencana investasi termasuk rnecana pembangunan kawasan industri," ujar AHY dalam konferensi pers, di Semarang, Jawa Tengah, Senin (15/7/2024).
Dia mengatakan kasus ini mencatatkan potensi kerugian terbesar dalam perkara mafia tanah yang ditanganinya.
"Jadi ini pak Kapolda, terbesar sampai dengan hari ini yang telah kami ungkap dari antara kasus-kasus yang lain," tegasnya.
Advertisement
Kronologi
Dia menuturkan, kasus ini bermula sejak 2003 silam, dimana lahan itu merupakan bekas Hak Guna Bangunan (HGB) PT Semen Sugih Harapan yang sudah dilelang oleh Kejaksaan Negeri Jakarta pada 2004. Berselang 7 tahun kemudian, pada 2011, tersangka DB mengalihkan akta lahan tersebut ke atas nama perusahaannya.
Bermodalkan akta palsu itu, tersangka DB menjual sekitar 10 hektare ke pihak lain dengan proses pengalihan tersebut dilakukan pada 2017 lalu. Sementara, di lahan yang tersisa dibangun gedung kantor milik perusahaan DB dan dipasang plang tanda kepemilikan atas nama perusahaan PT AAA.
"Akibatnya lahan tersebut menjadi objek sengketa dan kompleks hukum, padahal di lahan itu seyogyanya akan dikembangkan sebagai kawasan industri. Baik untuk pembangunan infrastruktur reservoir, jaringan pipa, maupun pembangunan sejumlah pabrik," bebernya.