Sukses

Goldman Sachs & JPMorgan Ramal Ekonomi China 2024 Tumbuh di Bawah 5%

Goldman Sachs dan JPMorgan menurunkan proyeksi pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) China menjadi di bawah 5% untuk 2024.

Liputan6.com, Jakarta - Bank ternama asal Amerika Serikat (AS), Goldman Sachs dan JPMorgan menurunkan proyeksinya terhadap pertumbuhan ekonomi China.

Mengutip Channel News Asia, Selasa (16/7/2024) Goldman Sachs menurunkan proyeksi pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) China pada 2024 menjadi 4,9 persen, dari perkiraan sebelumnya 5,0 persen.

Pemangkasan itu setelah data menunjukkan ekonomi China melambat pada kuartal kedua 2024. Data resmi menunjukkan negara ekonomi terbesar kedua di dunia itu tumbuh 4,7 persen pada periode April-Juni 2024, pertumbuhan paling lambat sejak kuartal pertama 2023.

"Untuk mengatasi lemahnya permintaan domestik, kami yakin diperlukan lebih banyak pelonggaran kebijakan hingga sisa tahun ini, terutama di bidang fiskal dan perumahan," kata ekonom Goldman Sachs, yang dipimpin oleh Lisheng Wang.

Adapun JPMorgan mengatakan laporan PDB China di kuartal kedua dan data aktivitas bulan Juni menunjukkan bahwa aktivitas ekonomi di negara tersebut masih "rapuh, tidak stabil, dan tidak merata".

Bank tersebut menurunkan perkiraan PDB China pada 2024 menjadi 4,7 persen dibandingkan dengan perkiraan sebelumnya sebesar 5,2 persen.

Sementara itu, Dana Moneter Internasional (IMF) pada Mei 2024 menaikkan proyeksi pertumbuhan ekononi China tahun ini menjadi 5%, dari sebelumnya 4,6%. 

Untuk 2025, IMF kini memperkirakan ekonomi China akan tumbuh sebesar 4,5%, naik dari perkiraan sebelumnya sebesar 4,1%. Namun, untuk 2029, IMF memperkirakan pertumbuhan China akan melambat menjadi 3,3% karena populasi yang menua dan pertumbuhan produktivitas yang lebih lambat.

Angka tersebut turun dari perkiraan IMF sebelumnya yang memperkirakan pertumbuhan China sebesar 3,5% dalam jangka menengah.

2 dari 5 halaman

Populasi Menurun jadi Risiko Hambatan Kinerja Ekonomi China

Penurunan pada populasi China menimbulkan kekhawatiran terkait dampak terhadap perekonomian negara itu, yang berisiko mengurangi angkatan kerja, dan memberikan tekanan pada kebijakan fiskal.

"Populasi usia kerja (di China) akan turun begitu cepat dalam dekade berikutnya, sehingga perekonomian China harus menghadapi hambatan sebesar 1% dalam pertumbuhan PDB per tahun selama 10 tahun ke depan," ungkap Darren Tay, kepala risiko negara Asia di BMI Country Risk & Industry Analysis, dikutip dari CNBC International, Jumat (5/7/2024).

"Ketegangan fiskal akibat penuaan adalah hal yang mendesak dan mengkhawatirkan," kata Economist Intelligence Unit.

Menurut EIU, menaikkan usia pensiun kini menjadi salah satu dari sedikit pilihan untuk menjaga keseimbangan fiskal jangka panjang di China.

"Perhitungan kami menunjukkan bahwa jika usia pensiun dinaikkan menjadi 65 tahun pada tahun 2035, kekurangan anggaran pensiun dapat dikurangi sebesar 20% dan pensiun bersih yang diterima dapat ditingkatkan sebesar 30%, yang berarti meringankan beban pemerintah dan rumah tangga," ujar dia.

Populasi China telah menurun selama dua tahun berturut-turut pada 2023 menjadi 1,409 miliar orang, turun 2,08 juta orang dibandingkan tahun sebelumnya, menurut data dari Biro Statistik Nasional negara itu.

Jumlah tersebut lebih besar dari penurunan populasi sekitar 850.000 pada 2022, tahun pertama jumlah kematian melebihi jumlah kelahiran di negara tersebut sejak awal tahun 1960an selama krisis Kelaparan Besar.

"Ini adalah konsekuensi dari kebijakan satu anak yang diterapkan pada tahun 1980an," ujar Erica Tay, direktur penelitian makro di Maybank.

Populasi China diperkirakan akan menyusut menjadi 1,317 miliar pada 2050, dan turun hampir setengahnya menjadi 732 juta pada 2100.

3 dari 5 halaman

Tingkat Kesuburan China Menurun Lebih Cepat Dibanding Korea dan Jepang

Ekonom senior di The Economist Intelligence Unit (EIU) menyoroti tingkat kesuburan di China menurun lebih cepat dibandingkan negara-negara lain di kawasan Asia Timur seperti Korea Selatan dan Jepang

Dia mengatakan ketiga negara tersebut terkena dampak besar dari populasi yang menua dengan cepat, yang sebagian besar disebabkan oleh peningkatan standar hidup, yang memiliki "hubungan terbalik yang sangat kuat dengan tingkat kesuburan.:

Menyusutnya tenaga kerja

Penurunan tingkat kesuburan memberikan tekanan pada perekonomian dan masyarakat secara luas seiring dengan menyusutnya populasi pekerja.

"Tingkat kelahiran di suatu negara akan berdampak pada pertumbuhan populasi usia kerja, sekitar dua dekade ke depan," kata Tay dari Maybank.

4 dari 5 halaman

Generasi Muda Akan Terbebani

Selain itu, penurunan tingkat kesuburan dapat berdampak pada rasio lansia yang membutuhkan dukungan dari generasi muda, yang dapat memberikan beban berlebihan pada sistem layanan kesehatan dan pensiun suatu negara, kata Tay dari Maybank.

Pada akhirnya, beban generasi muda akan bertambah karena mereka tidak hanya perlu merawat anak-anak mereka sendiri, tetapi juga orang tua mereka yang sudah lanjut usia.

"Pergeseran demografis di beberapa wilayah Asia merupakan masalah struktural yang memerlukan upaya pemerintah yang penuh tekad dan holistik, baik dalam kebijakan fiskal maupun moneter," ujar dia.

5 dari 5 halaman

Produksi Kendaraan Listrik di China Diprediksi Tembus 10 Juta Unit

Sebelumnya, pada acara Summer Davos WEF 2024 di Dalian, Kamis (26/6/2024), Wan Gang, Ketua Asosiasi Sains dan Teknologi Tiongkok memperkirakan bahwa produksi kendaraan listrik China akan melebihi 10 juta unit pada 2024. Berdasarkan data 2023, perkiraan jumlah ini akan meningkat hampir 30 persen dari tahun ke tahun.

Meskipun begitu, disitat dari ThePaper, dari Carnewschinana, Wan mengakui industri kendaraan listrik Negeri Tirai Bambu tengah menghadapi beberapa tantangan.

Dirinya mencontohkan, isi-isu seperti pemasangan tiang pengisian daya di komunitas pemukiman lama, dan penyelesaian masalah pengisian daya di jalan raya, terutama selama musim turis menjadi beberapa masalah terkait perkembangan kendaraan listrik China.

Selain itu, Wan menyatakan, industri juga perlu meningkatkan digitalisasi untuk memberikan informasi kepada pengemudi mengenai waktu dan lokasi pengisian daya, sehingga pemilik mobil listrik tidak perlu khawatir mencari tempat untuk mengisi baterai.

Mengenai kegilaan yang terlihat di industri kendaraan listrik China, Wan menunjukkan bahwa ini adalah semacam kecemasan transformasi.

Ia menuturkan, persaingan pasar otomotif selama ini sangat ketat, tetapi harus tetap sehat untuk memenuhi kebutuhan pelanggan yang beragam.

Namun, saat ini, perusahaan kendaraan listrik Tiongkok terlalu bersemangat dan ingin meraih pangsa pasar yang lebih besar.

Wan percaya, produsen mobil Tiongkok harus lebih fokus untuk menjangkau target pelanggan, dan menekankan kualitas kendaraan listrik, daripada hanya bersaing dengan harga rendah.

 

 

 

Video Terkini