Sukses

Bos BI Buka-bukaan Penyebab Ekonomi China Anjlok

Ekonomi global pada 2024 diprakirakan tumbuh sebesar 3,2 persen. Proyeksi ini ditopang tren perbaikan ekonomi Amerika Serikat (AS) dan negara-negara Eropa. Bagaimana ekonomi China?

Liputan6.com, Jakarta Ekonomi China terus mengalami tekanan dan gagal mencapai target. Bahkan ekonomi China terus kempes meskipun sudah mengeluarkan berbagai kebijakan pelonggaran. 

Biro Statistik Nasional China mengumumkan, ekonomi negara tersebut tumbuh sebesar 4,7 persen pada kuartal-II 2024. Angka ini meleset jauh dari ekspektasi pasar sebesar 5,1 persen.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menjelaskan, ekonomi China melemah dipengaruhi oleh terus melemahnya permintaan domestik. Kondisi ini diperparah oleh kinerja properti yang masih belum menggembirakan hingga memasuki pertengahan 2024.

"Ekonomi Tiongkok belum kuat dipengaruhi lemahnya permintaan domestik," kata dia dalam konferensi pers Rapat Dewan Gubernur (RDG) Juli 2024 di Kantor Bank Indonesia, Jakarta, Rabu (17/7/2024).

Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi AS justru membukukan tren positif ditopang oleh sektor konsumsi dan stimulus fiskal. Bahkan, Inflasi AS pada bulan Juni 2024 lebih rendah dari prakiraan yang dipengaruhi oleh inflasi energi dan perumahan yang menurun.

Hal ini mendorong prakiraan penurunan suku bunga kebijakan AS (Fed Funds Rate/FFR) dapat lebih cepat dari proyeksi sebelumnya pada akhir tahun 2024.  Meskipun, imbal hasil atau yield US Treasury 10 tahun yang tetap tinggi karena kebutuhan defisit anggaran Pemerintah AS.

Dengan perkembangan tersebut, ekonomi global pada 2024 diprakirakan tumbuh sebesar 3,2 persen. Proyeksi ini ditopang tren perbaikan ekonomi Amerika Serikat (AS) dan negara-negara Eropa.

"Ekonomi Eropa diprakirakan tumbuh lebih tinggi didorong oleh perbaikan ekspor dan investasi," ucap dia.

Reporter: Sulaeman

Sumber: Merdeka.com

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Goldman Sachs & JPMorgan Ramal Ekonomi China 2024 Tumbuh di Bawah 5%

Sebelumnya, bank ternama asal Amerika Serikat (AS), Goldman Sachs dan JPMorgan menurunkan proyeksinya terhadap pertumbuhan ekonomi China.

Mengutip Channel News Asia, Selasa (16/7/2024) Goldman Sachs menurunkan proyeksi pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) China pada 2024 menjadi 4,9 persen, dari perkiraan sebelumnya 5,0 persen.

Pemangkasan itu setelah data menunjukkan ekonomi China melambat pada kuartal kedua 2024. Data resmi menunjukkan negara ekonomi terbesar kedua di dunia itu tumbuh 4,7 persen pada periode April-Juni 2024, pertumbuhan paling lambat sejak kuartal pertama 2023.

"Untuk mengatasi lemahnya permintaan domestik, kami yakin diperlukan lebih banyak pelonggaran kebijakan hingga sisa tahun ini, terutama di bidang fiskal dan perumahan," kata ekonom Goldman Sachs, yang dipimpin oleh Lisheng Wang.

Adapun JPMorgan mengatakan laporan PDB China di kuartal kedua dan data aktivitas bulan Juni menunjukkan bahwa aktivitas ekonomi di negara tersebut masih "rapuh, tidak stabil, dan tidak merata".

Bank tersebut menurunkan perkiraan PDB China pada 2024 menjadi 4,7 persen dibandingkan dengan perkiraan sebelumnya sebesar 5,2 persen.

Sementara itu, Dana Moneter Internasional (IMF) pada Mei 2024 menaikkan proyeksi pertumbuhan ekononi China tahun ini menjadi 5%, dari sebelumnya 4,6%. 

Untuk 2025, IMF kini memperkirakan ekonomi China akan tumbuh sebesar 4,5%, naik dari perkiraan sebelumnya sebesar 4,1%. Namun, untuk 2029, IMF memperkirakan pertumbuhan China akan melambat menjadi 3,3% karena populasi yang menua dan pertumbuhan produktivitas yang lebih lambat.

Angka tersebut turun dari perkiraan IMF sebelumnya yang memperkirakan pertumbuhan China sebesar 3,5% dalam jangka menengah.

3 dari 3 halaman

Populasi Menurun jadi Risiko Hambatan Kinerja Ekonomi China

Penurunan pada populasi China menimbulkan kekhawatiran terkait dampak terhadap perekonomian negara itu, yang berisiko mengurangi angkatan kerja, dan memberikan tekanan pada kebijakan fiskal.

"Populasi usia kerja (di China) akan turun begitu cepat dalam dekade berikutnya, sehingga perekonomian China harus menghadapi hambatan sebesar 1% dalam pertumbuhan PDB per tahun selama 10 tahun ke depan," ungkap Darren Tay, kepala risiko negara Asia di BMI Country Risk & Industry Analysis, dikutip dari CNBC International, Jumat (5/7/2024).

"Ketegangan fiskal akibat penuaan adalah hal yang mendesak dan mengkhawatirkan," kata Economist Intelligence Unit.

Menurut EIU, menaikkan usia pensiun kini menjadi salah satu dari sedikit pilihan untuk menjaga keseimbangan fiskal jangka panjang di China.

"Perhitungan kami menunjukkan bahwa jika usia pensiun dinaikkan menjadi 65 tahun pada tahun 2035, kekurangan anggaran pensiun dapat dikurangi sebesar 20% dan pensiun bersih yang diterima dapat ditingkatkan sebesar 30%, yang berarti meringankan beban pemerintah dan rumah tangga," ujar dia.

Populasi China telah menurun selama dua tahun berturut-turut pada 2023 menjadi 1,409 miliar orang, turun 2,08 juta orang dibandingkan tahun sebelumnya, menurut data dari Biro Statistik Nasional negara itu.

Jumlah tersebut lebih besar dari penurunan populasi sekitar 850.000 pada 2022, tahun pertama jumlah kematian melebihi jumlah kelahiran di negara tersebut sejak awal tahun 1960an selama krisis Kelaparan Besar.

"Ini adalah konsekuensi dari kebijakan satu anak yang diterapkan pada tahun 1980an," ujar Erica Tay, direktur penelitian makro di Maybank.

Populasi China diperkirakan akan menyusut menjadi 1,317 miliar pada 2050, dan turun hampir setengahnya menjadi 732 juta pada 2100.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini