Liputan6.com, Jakarta - Wakil Menteri Investasi Yuliot mengungkapkan rencana pemerintah untuk memberikan fasilitas impor bagi perusahaan pertanian.Â
Yuliot mengatakan, kebijakan tersebut perlu dilakukan untuk mendukung program ketahanan pangan dan energi seperti yang sedang berjalan di Merauke. Melalui pengembangan perkebunan tebu terintegrasi dengan industri gula, bioetanol, dan pembangkit listrik.Â
Baca Juga
Adapun fasilitas pembebasan bea masuk pada sektor pertanian tersebut diberikan terutama bagi mekanisasi pertanian perkebunan dalam rangka ketahanan pangan dan energi.
Advertisement
"Fasilitas importasi mesin peralatan untuk sektor pertanian itu tidak ada. (Saat) ini harus melalui mekanisme normal, bayar bea masuk. Padahal kebutuhan kita ke depan khususnya untuk pengembangan ketahanan pangan dan ketahanan energi itu. Perlu sektor pertanian kita masukkan sebagai sektor yang mendapatkan fasilitas," kata Yuliot, Sabtu (20/7/2024).
Dalam kesempatan yang sama, Yuliot juga membeberkan perkembangan investasi perkebunan tebu dan industri gula di Merauke. Diungkapkannya, saat ini pengembangan klaster 3 dari lahan tebu dengan luas 2 juta ha di Kabupaten Merauke terus berjalan.Â
"Pembangunan industri gula klaster 3 ini direncanakan ada 5 pabrik yang akan dibangun dan terintegrasi dengan bioetanol. Sudah disiapkan infrastruktur dan pendanaan oleh pelaku usaha untuk pelatihan di Kabupaten Merauke agar masyarakat setempat terlibat," tutur dia. Â
"Selain itu, juga telah dibangun Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI) dan kerja sama dengan Sugar Research Australia (SRA)," Yuliot menambahkan.
Melihat perkembangan investasi yang sedang berlangsung, Yuliot mengapresiasi atas keseriusan perusahaan dalam merealisasikan rencana perusahaan.
"Kami sudah melihat bagaimana fasilitas yang sudah disiapkan. Standar yang disiapkan jauh lebih baik dari pada fasilitas yang ada di Australia sendiri. Jadi, kita melihat ada keseriusan dari pelaku usaha," ujar dia.
Rencana total investasi perkebunan tebu terintegrasi pada swasembada gula dan bioetanol klaster 3Â di Merauke, Papua Selatan ini mencapai USD 5,62 miliar atau setara Rp 83,27 triliun.Â
Â
Â
Rincian Investasi
Investasi tersebut terdiri dari perkebunan tebu dengan teknologi mekanisasi pertanian sebesar Rp 29,2 triliun, pembangunan 5 pabrik gula dan bioetanol sebanyak Rp 53,8 triliun, pembangunan pusat pelatihan sumber daya manusia senilai Rp 120 miliar, dan pembangunan fasilitas riset dan inovasi mencapai Rp150 miliar per tahun.Â
Sesuai dengan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 15 Tahun 2024 tentang Satuan Tugas Percepatan Swasembada Gula dan Bioetanol di Kabupaten Merauke, Papua Selatan tanggal 19 April 2024, Satgas ini dibentuk untuk melakukan percepatan fasilitasi investasi komoditas tebu yang terintegrasi dengan industri gula, bioetanol, dan pembangkit listrik biomasa di Kabupaten Merauke, Papua Selatan.Â
Terdapat lima klaster wilayah dengan total lebih dari 2 juta ha yang akan menjadi wilayah pengembangan swasembada gula terintegrasi bioetanol. Klaster 1 dan 2 seluas kurang lebih 1.000.000 ha, klaster 3 seluas kurang lebih 504.373 ha, dan klaster 4 seluas kurang lebih 400.000 ha.
Advertisement
Kena Tambahan Bea Masuk, Keramik Impor Potensi Melonjak
Sebelumnya, ekonom yang tergabung dalam Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menyoroti rencana pemerintah yang bersiap mengenakan tambahan bea masuk untuk sejumlah barang impor. Salah satunya bea masuk anti dumping (BMAD) untuk impor keramik.Â
Rencana penerapan kebijakan bea masuk anti dumping ini muncul setelah Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) merekomendasikan BMAD atas impor ubin keramik yang berasal dari China, dengan pengenaan tarif maksimal sebesar 199,98 persen.
Direktur Kolaborasi Internasional INDEF Imaduddin Abdullah menilai, kebijakan BMAD yang berlebihan dan tanpa dukungan data yang kuat justru akan kontraproduktif terhadap upaya membangun industri dalam negeri yang kompetitif dan mampu bersaing di level global.Â
Menurut dia, berbagai studi telah menunjukkan bea masuk yang diterapkan secara berlebihan tidak efektif karena dapat menghasilkan trade diversion. Sehingga impor akan tetap meningkat dari negara-negara yang tidak dikenakan BMAD.Â
"Selain itu, pengenaan BMAD yang berlebihan akan berdampak pada kenaikan harga di tingkat konsumen, yang pada akhirnya akan menggerus kesejahteraan konsumen," ujar Imaduddin dalam keterangan tertulis INDEF yang diberikan kepada Liputan6.com, Rabu (17/7/2024).
"Kasus pemberian BMAD terhadap produk impor dari China oleh AS tidak menurunkan angka impor keramik itu sendiri. Justru terjadi kenaikan impor dari India dan Vietnam," dia menambahkan.
Sementara Kepala Center of Industry, Trade, and Investment INDEF Andry Satrio Nugroho menyebut hasil analisis KADI untuk merekomendasi BMAD tidak kuat, sekaligus tidak memiliki urgensi karena beberapa sebab.
Lantaran, ia mengatakan, data yang ditampilkan dalam laporan KADI menunjukkan tren impor ubin keramik turun 9,55 persen, dengan impor dari China turun 0,56 persen.Â
Tren Kapasitas Terpasang
Di saat yang bersamaan, penjualan oleh perusahaan dalam negeri pemohon naik 0,12 persen dan 22,19 persen. Di sisi lain, industri keramik domestik juga sedang dalam tahap ekspansi, dengan produksi meningkat 4,52 persen dan cashflow tumbuh positif.
Sementara tren kapasitas terpasang meningkat 15,74 persen, bahkan melebihi tren penjualan dalam negeri meningkat 12,02 persen.Â
"Berbagai data yang ditampilkan dalam laporan KADI justru menunjukkan industri keramik belum dalam tahap injury," imbuh Andry.
Andry juga mempertanyakan hasil investigasi dan pengenaan BMAD yang mengalami perubahan dari hasil Mei dengan BMAD 6,61-155,48 persen, sementara hasil KADI 100,12-199,88 persen.Â
"Perubahan besaran angka ini perlu dipertanyakan dan KADI seharusnya dapat memberikan penjelasan yang transparan," pungkas dia.Â
Â
Advertisement
Imbas Derasnya Impor, 7 Industri Keramik Ini Bangkrut
Sebelumnya, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mencatat terdapat tujuh perusahaan ubin keramik yang gulung tikar alias bangkrut. Hal itu dampak dari meningkatnya harga gas dan derasnya impor dari China.
Hal itu disampaikan Ketua Tim Kerja Pembina Industri Keramik dan Kaca Kementerian Perindustrian Ashady Hanafie dalam Diskusi INDEF terkait Menguji Rencana Kebijakan BMAD Terhadap Keramik, di Jakarta, Selasa (16/7/2024).
"Jadi, mulai parahnya itu kenapa industri keramik kita turun drop karena ada kenaikan harga gas, jadi sebelum 2015 kita jaya daya saing kita tinggi bahkan utilisasi 90 persen, setelah itu naik mulai turun drop daya saing kita rendah kalah bersaing harga dan diperparah dengan impor masuk yang murah," ujar Ashady.
Dikutip dari paparannya, Ashady menilai lonjakan impor ubin keramik yang membanjiri pasar dalam negeri terutama dari Tiongkok berimbas kepada tujuh perusahaan industri ubin keramik yang menghentikan produksinya.
Oleh karena itu, akhirnya pada tahun 2016 Kementerian Perindustrian mulai mendorong penerapan hambatan perdagangan internasional melalui trade remedies, seperti pemberlakuan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP), serta Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) untuk menjaga industri keramik dalam negeri.
Berikut daftar tujuh perusahaan ubin keramik yang telah berhenti produksi:
- PT Indopenta Sakti Teguh
- PT Indoagung Multiceramics Industry
- PT Keramik Indonesia Assosiasi - Cileungsi
- PT KIA Serpih Mas - Cileungsi
- PT Ika Maestro Industri
- PT Industri Keramik Kemenangan Jaya
- PT Maha Keramindo PerkasaÂ
- Â
Â
Â
Â