Liputan6.com, Jakarta - Berdasarkan laporan baru, populasi global dengan kekayaan USD 30 juta atau sekitar Rp 485,51 miliar (asumsi kurs dolar Amerika Serikat terhadap rupiah di kisaran 16.184) naik 8 persen pada 2023. Sebagian besar pertumbuhan berasal dari Amerika Serikat (AS).
Mengutip CNBC, Minggu (21/7/2024), saat ini terdapat 426.330 individu dengan kekayaan USD 30 juta atau lebih yang dikenal sebagai ultra-high-net worth atau individu dengan kekayaan bersih sangat tinggi (UHNW), berdasarkan laporan Altrata’s World Ultra Wealth Report 2024. Total kekayaan individu kaya tersebut melonjak 7 persen menjadi USD 49 triliun pada 2023, terutama dibantu reli saham pada akhir tahun.
Baca Juga
Di Amerika Serikat, populasi orang dengan kekayaan sangat tinggi tumbuh 13 persen menjadi 147.950 yang berarti AS menyumbang sepertiga dari populasi orang dengan kekayaan sangat tinggi di dunia.
Advertisement
Selama lima tahun ke depan, populasi UHNW akan tumbuh 38 persen menjadi 587.650, menurut laporan tersebut. Kekayaan gabungan mereka akan meningkat sebesar USD 19 triliun, menciptakan peluang baru yang sangat besar bagi perusahaan-perusahaan yang melayani orang-orang yang sangat kaya, menurut laporan itu.
“Pasar untuk barang-barang mewah pribadi dan layanan gaya hidup telah berkembang pesat, didorong oleh semakin beragamnya minat dan permintaan dari populasi UHNW global yang semakin beragam,” kata laporan itu.
“Ada tren serupa di sektor real estate kelas atas di seluruh dunia, seiring dengan meningkatnya fokus pada perencanaan transfer kekayaan keluarga dan transisi warisan di tengah lonjakan kekayaan generasi pertama,”
Suku Bunga Turun Bakal Dongkrak Kekayaan Orang Kaya
Adapun kelompol ultra kaya menyumbang USD 118 miliar untuk pengeluaran barang mewah pada 2023, atau sekitar sepertiga dari pengeluaran barang mewah global, menurut laporan tersebut.
Mereka memiliki aset yang dapat diinvestasikan sebesar USD 38 triliun (sekitar sepertiha dari total aset) dan menyumbang USD 190 miliar dalam bentuk sumbangan amal yang mewakili 38 persen dari seluruh kegiatan filantropi.
New York memiliki populasi penduduk terbesar di dunia dengan kekayaan USD 30 juta atau lebih yakni 16.630 jiwa. Hong Kong berada di peringkat kedua dengan 12.546, diikuti oleh Los Angeles dengan 8.955 dan Tokyo dengan 6.445 jiwa.
Laporan tersebut juga menyebutkan perkiraan penurunan suku bunga dan pertumbuhan industri yang sedang berkembang akan terus mendorong kekayaan UHNW pada 2024 dan 2025.
“Akan ada peluang baru dan beragam untuk menghasilkan kekayaan dan diversifikasi aset,” kata laporan itu.
"Hal ini akan didukung oleh tren struktural seperti transisi energi ramah lingkungan, kemajuan digitalisasi, perluasan insentif industri, meningkatnya urbanisasi dan partisipasi tenaga kerja perempuan di pasar negara berkembang, ‘premiumisasi’ konsumsi, dan perluasan adopsi AI generative,” demikian seperti dikutip.
Advertisement
10 Kota Ini Punya Biaya Hidup Termahal di Dunia bagi Orang Kaya
Sebelumnya, Singapura dinobatkan sebagai kota termahal di dunia bagi individu super kaya pada 2024. Hal itu diungkapkan dalam sebuah laporan yang disusun oleh bank asal Swiss, Julius Baer.
Melansir CNBC International, Rabu (26/6/2024) Julius Baer menilai tingginya harga properti, biaya kepemilikan mobil yang selangit, dan mahalnya layanan kesehatan swasta merupakan salah satu faktor yang menjadikan Singapura kota termahal bagi orang kaya.
"Biaya hidup yang sangat layak, yang mencakup mobil, wiski, perhiasan dan perumahan, telah meningkat di Singapura," kata bank tersebut dalam Global Wealth and Lifestyle Report.
Meskipun demikian, Julius Baer menilai, Singapura terus menarik perhatian individu super kaya karena stabilitas ekonomi dan politiknya.
"Pemerintah Singapura bekerja keras untuk menjadikan negara ini menarik bagi bisnis global dan orang-orang kaya, dan mata uangnya tetap kuat. Semua ini tercermin dalam statusnya sebagai kota termahal di dunia," ungkap laporan itu.
Harga kepemilikan mobil di Singapura, yang termahal secara global dengan rata-rata 2,5 kali lipat telah melonjak 15% dari tahun sebelumnya dalam dolar AS.
Biaya pendidikan swasta di sana juga meningkat hampir 14%, sementara harga tas dan sepatu menjadi lebih mahal sebesar 10%. Harga jas dan jam tangan pria juga naik lebih dari 5%.
Julius Baer menganalisis harga 20 barang dan jasa konsumen yang dibeli dan digunakan oleh individu dengan kekayaan bersih tinggi di 25 kota di dunia untuk mendapatkan peringkat tersebut.
Berikut daftar 10 kota termahal di dunia bagi individu dengan kekayaan bersih tinggi menurut Julius Baer:
- Singapura
- Hong Kong
- London
- Shanghai
- Monako
- Zürich
- New York
- Paris
- Sao PauloMilan
Urutan 5 Besar, Hong Kong hingga London
Singapura disusul oleh Hong Kong, yang mengalahkan Shanghai dan muncul sebagai kota termahal kedua bagi orang kaya.
Kota ini menduduki peringkat sebagai kota termahal untuk menyewa pengacara dan termahal kedua untuk pembelian properti.
Harga kamar suite hotel di Hong Kong melonjak 22.9%, sepatu wanita naik 12.7%, dan tas tangan wanita naik 8.6%. Kemudian ada London di posisi ketiga, sebagian karena Inggris keluar dari resesi teknis bulan lalu, penguatan pound Inggris pada tahun 2023, dan berlanjutnya penyesuaian ekonomi dari normalisasi pasca-Brexit.
Julius Baer menyebut, pendidikan sekolah swasta di London adalah yang termahal secara global, dengan biaya yang meningkat hampir 14% dibandingkan tahun sebelumnya.
Suite dan perhiasan di Hotel London juga merupakan barang termahal kedua di 25 kota, dengan harga masing-masing melonjak sebesar 38,3% dan 17,%.
Advertisement
Tokyo Tak Masuk Daftar
Meskipun pusat keuangan terbesar di Asia-Pasifik telah menempati dua posisi teratas, Tokyo, yang pernah dikenal sebagai anak cucu kota ultra-mahal di tahun 1990an merosot delapan tingkat ke peringkat 23 tahun ini.
Sesuai laporan, penurunan Yen Jepang telah membuat biaya kota ini jauh lebih murah.
Mata uang Jepang tersebut melemah menjadi 160 terhadap dolar AS pada bulan April untuk pertama kalinya sejak tahun 1990, dan telah anjlok 13,25% terhadap USD sejak awal tahun, menurut data Refinitiv.
"Meskipun kelihatannya sepele, kita cenderung lupa bahwa biaya hidup terlihat sangat berbeda di mata orang asing, terutama jika orang tersebut berpikir dalam dolar AS atau franc Swiss dibandingkan mata uang lokal. Mata uang dan konteks itu penting," kata Christian Gattiker, kepala penelitian di Julius Baer menyoroti.