Sukses

600 Ribu Ton Unit Karbon Telah Ditransaksikan di Indonesia

Peluncuran bursa karbon oleh pemerintah merupakan komitmen untuk menekan gas emisi rumah kaca. Pemerintah berkomitmen untuk menurunkan emisi karbon.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian membeberkan transaksi bursa karbon di Indonesia terus mengalami perkembangkan yang positif sejak diluncurkan pada 26 September 2023. Transaksi Bursa Karbon ini diselenggarakan oleh Bursa Efek Indonesia atau BEI dan di bawah pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Deputi III Bidang Koordinasi Pengembangan Usaha Badan Usaha Milik Negara, Riset, dan Inovasi Kemenko Perekonomian Elen Setiadi mencatat, transaksi bursa karbon mencapai Rp 36,7 miliar sejak diluncurkan hingga akhir Juni 2024. Adapun volume transaksi perdagangan di bursa karbon tercatat lebih dari 600 ribu ton unit karbon setara CO2.

"Sejak peluncuran sampai akhir Juni 2024 nilainya telah mencapai Rp36,7 miliar," kata Elen dalam webinar bertajuk Perdagangan dan Bursa Karbon di Indonesia 2024 di Jakarta, Selasa (23/7/2024).

Dia menyebut peluncuran bursa karbon ini merupakan komitmen pemerintah untuk menekan gas emisi rumah kaca. Pemerintah berkomitmen untuk menurunkan emisi karbon sebesar 31,89 persen dengan upaya sendiri dan 43,20 persen dengan dukungan internasional.

"Ini tentu harus menjadi perhatian kita bersama bapak ibu hadirin sekalian Indonesia," ungkapnya

Dia menyebut, pembentukan bursa karbon juga bagian dari pendanaan alternatif untuk menekan gas rumah kaca di Indonesia. Mengingat, terbatasnya dana pemerintah untuk mengatasi dampak perubahan iklim.

"Upaya tersebut tentunya membutuhkan dukungan finansial yang sangat tidak sedikit, oleh karena itu pemerintah telah menerbitkan beberapa regulasi diantaranya adalah Perpres 98 tahun 2021 tentang nilai ekonomi karbon, pelaksanaan penyelenggaraan nilai ekonomi dilakukan melalui mekanisme perdagangan karbon," tandasnya.

Reporter: Sulaeman

Sumber: Merdeka.com

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

OJK Tepis Anggapan Bursa Karbon Sepi Transaksi

Sejumlah pihak menganggap bahwa transaksi bursa karbon di Indonesia sangat sepi. Anggapan ini langsung ditepis oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan menjabarkan data yang ada.

Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon Merangkap Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Inarno Djajadi mengatakan, tak benar jika bursa karbon disebut sepi peminat dan transaksi.

Bursa Karbon tercatat ada sebanyak 62 pengguna jasa yang mendapatkan izin perdagangan karbon dengan volume 608.000 ton CO2 ekuivalen dan akumulasi nilai transaksi senilai Rp 36,67 miliar.

"Siapa bilang sepi? Enggak," ujar Inarno Djajadi saat sesi doorstop setelah acara Road to SAFE 2024: Strengthening ESG Implementation in Indonesia’s Business Sector dikutip dari Antara, Senin (22/7/2024).

Namun demikian, faktanya akumulasi transaksi senilai Rp 36,67 miliar tersebut baru sebesar 1 persen dari target potensi nilai kredit karbon di Indonesia yang mencapai Rp 3.000 triliun, seperti yang pernah disampaikan oleh Presiden Joko Widodo.

3 dari 3 halaman

Target Net Zero Emission

Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Iman Rachman optimistis Bursa Karbon akan terus berkembang dan membantu Indonesia, baik dari ekonomi ataupun mencapai target Net Zero Emission (NZE).

"Pengguna jasa bursa karbon saat ini juga telah bergerak dari 16 pada hari ini pertama. perdagangan menjadi hampir 70 pengguna jasa saat ini," ujar Iman.

Sesuai Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 14 Tahun 2023 tentang Perdagangan Karbon Melalui Bursa Karbon, Bursa Karbon menyediakan sistem perdagangan yang transparan, teratur, wajar, dan efisien.

Selain itu, Bursa Karbon juga memberikan mekanisme transaksi yang mudah dan sederhana, yang saat ini, terdapat empat mekanisme perdagangan IDXCarbon, di antaranya Auction, Regular Trading, Negotiated Trading, dan Marketplace.

Bursa Karbon terhubung dengan Sistem Registri Nasional Pengendalian Perubahan Iklim (SRN-PPI) milik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), sehingga mempermudah administrasi perpindahan unit karbon dan menghindari double counting.

Saat ini, supllier karbon di RI sendiri juga masih terbatas berasal dari PT PLN Nusantara Power dan Pertamina New & Renewable Energy (Pertamina NRE) yang berasal dari sektor energi. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.