Sukses

Berpotensi Rugikan Negara, Mekanisme Impor Beras Perlu Dikaji Ulang

Pengamat kebijakan publik Adib Miftahul meminta adanya kajian ulang terhadap penerapan impor beras yang masih bermasalah dan berpotensi menimbulkan kerugian negara.

Liputan6.com, Jakarta Pengamat kebijakan publik Adib Miftahul meminta adanya kajian ulang terhadap penerapan impor beras yang masih bermasalah dan berpotensi menimbulkan kerugian negara.

Adib mengatakan evaluasi tersebut penting karena masih ada dugaan pelanggaran tata kelola dalam pelaksanaan impor beras dan pengadaannya hanya menguntungkan pihak tertentu.

"Perlu melakukan pendalaman dan di kaji ulang bagaimana sistem mekanisme impor beras. Sebab patut diduga ada sesuatu yang diatur-atur," katanya dikutip dari Antara, Kamis (25/7/2024).

Ia juga mengatakan segala aduan terkait dugaan pelanggaran hukum harus ditindaklanjuti agar pelaksanaan tata kelola impor beras kedepannya dapat lebih baik dan tidak merugikan negara.

"Makanya harus dikaji ulang jangan-jangan ada mafia impor beras di dalam," kata akademisi Universitas Islam Syekh Yusuf ini.

Terkait pelaksanaan impor beras, ia pun mengharapkan adanya pembenahan mengingat kebijakan tersebut yang tidak pernah dilakukan dalam waktu yang tepat, karena impor selalu berdekatan dengan musim panen.

"Hal ini menunjukkan bahwa tata kelola impor beras bermasalah," ujarnya.

Akuntabilitas Impor Beras

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Political and Public Policy Studies (P3S) Jerry Massie mengingatkan pentingnya akuntabilitas dalam pengadaan impor beras untuk mencegah terjadinya kelebihan biaya akibat keterlambatan pengembalian peti kemas (demurrage).

"Kasus-kasus yang sekarang sedang dihadapi, seperti kasus demurrage harus di-clear-kan dulu. Selesaikan dulu semua secara transparan," ujarnya dikutip dari Antara, Rabu (24/7/2024).

Menurut dia, kasus pengadaan beras impor yang diduga bermasalah tersebut, muncul karena belum ada akuntabilitas dan transparansi dalam pelaksanaan tata kelola pengadaan beras, terutama dari luar negeri.

 

 

2 dari 4 halaman

Pengadaan Beras Impor

Kondisi itu yang menyebabkan munculnya laporan bahwa pengadaan beras impor bermasalah, sehingga terdapat dugaan penggelembungan harga serta biaya tambahan demurrage, yang berpotensi menyebabkan kerugian negara.

"Kita juga tidak tahu, siapa yang diberikan kepercayaan untuk mengimpor, harganya berapa saat diimpor, saat dijual berapa. Tiba-tiba dinyatakan harus impor untuk menjaga cadangan pangan," ujarnya.

Selain mengharapkan adanya evaluasi dalam pengadaan beras impor, ia juga meminta pengawasan ekstra atas perawatan beras yang selama ini tersimpan di gudang agar tetap awet dan bisa dimanfaatkan oleh masyarakat.

"Pernah kan ada beras yang dibuang, karena rusak, sekitar 200 ribu ton. Kita mengandalkan impor tapi logistiknya tidak pernah dibenahi," katanya.

Sebelumnya, Studi Demokrasi Rakyat (SDR) melaporkan Perum Bulog dan Bapanas kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu (3/7), atas dugaan penggelembungan harga beras impor dari Vietnam serta kerugian negara akibat demurrage di Pelabuhan.

 

3 dari 4 halaman

Impor Terhambat

Dugaan kerugian akibat demurrage muncul karena impor terhambat oleh dokumen pengadaan impor yang tidak layak dan lengkap sehingga menimbulkan biaya denda di sejumlah wilayah kepabeanan tempat masuknya beras impor.

Sementara itu, Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi mengatakan mekanisme lelang impor sudah dilaksanakan secara terbuka dan ketat, yang diawali dengan pengumuman bahwa Perum Bulog akan membeli sejumlah beras dari luar negeri.

Para peminat lelang tersebut biasanya tercatat mencapai 80-100 importir. Namun, perusahaan yang mengikuti proses lelang lanjutan umumnya hanya mencapai 40-50 perusahaan, seiring dengan seleksi ketat yang telah diterapkan Perum Bulog.

4 dari 4 halaman

Lelang Impor Beras Indonesia Diminta Lebih Transparan

Pengamat kebijakan publik Trubus Rahardiansah mengharapkan adanya transparansi terkait mekanisme lelang impor beras yang saat ini dinilai belum sesuai dengan tata kelola.

Ia mengatakan pengadaan impor yang tidak transparan berpotensi menyebabkan kerugian negara karena munculnya biaya tambahan akibat keterlambatan pengembalian peti kemas (demurrage) dan selisih harga dari kesepakatan awal (mark up).

"Sekarang semua harus diperiksa, karena ada impor tidak benar dan mekanisme pengadaan yang tidak benar," katanya dikutip dari Antara, Selasa (23/7/2024).Menurut dia, pengadaan impor beras untuk stok dalam negeri tersebut membutuhkan transparansi dan evaluasi untuk mencegah timbulnya hal-hal yang dapat melahirkan kerugian negara.

Ia mengharapkan Perum Bulog, yang sangat berperan dalam mengamankan penyediaan pangan, lebih terbuka kepada publik terkait mekanisme lelang impor beras serta hal-hal lain terkait pengadaan untuk pemenuhan stok nasional.

"Masih sangat jauh dari transparan selama ini. Tidak pernah dibuka. Kadang-kadang beras membusuk di gudang, mau impor lagi, padahal beras kemarin sudah banyak," kata dia.

Sebelumnya, Studi Demokrasi Rakyat (SDR) melaporkan Perum Bulog dan Bapanas kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu (3/7), atas dugaan penggelembungan harga beras impor dari Vietnam serta kerugian negara akibat demurrage di Pelabuhan.

Dugaan kerugian akibat demurrage muncul karena impor terhambat oleh dokumen pengadaan impor yang tidak layak dan lengkap sehingga menimbulkan biaya denda di sejumlah wilayah kepabeanan tempat masuknya beras impor.

 

Video Terkini