Sukses

Standard Chartered Bidik Ekonomi RI Tumbuh 5,1% pada 2024

Ekspansi fiskal yang kuat, pembelanjaan terkait pemilu, dan investasi kemungkinan besar akan menjaga pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta - Standard Chartered memperkirakan ekonomi Indonesia tumbuh 5,1% pada 2024.

Hal itu diungkapkan dalam laporan Global Focus – Economic Outlook Q3 2024 dari Standard Chartered, yang dipresentasikan pada acara tahunan Global Research Briefing (GRB) H2 2024 untuk Indonesia pada Kamis (25/7/2024).

Ekspansi fiskal yang kuat, pembelanjaan terkait pemilu, dan investasi kemungkinan besar akan menjaga pertumbuhan PDB di atas 5,0% tahun ini.

"Kami melihat bahwa momentum akan sedikit berkurang di semester kedua tahun ini karena adanya rebound pada daya beli konsumen dan memudarnya dampak belanja pemilu," ungkap Senior Economist Standard Chartered Indonesia, Aldian Taloputra dalam keterangan resmi di Jakarta, dikutip Kamis, 25 Juli 2024.

Perbankan asal Inggris itu mengungkapkan, konsumsi rumah tangga Indonesia diperkirakan tumbuh sebesar 4,9% secara year on year pada kuartal pertama, atau masih di bawah rata-rata periode sebelum COVID yakni sebesar 5%.

"Kami berpendapat bahwa lambatnya penciptaan lapangan kerja di sektor formal dapat mengurangi peningkatan konsumsi pada semester kedua," ujar Aldian.

Dia lebih lanjut memaparkan, perluasan industri yang memberikan nilai tambah dan lapangan kerja disektor formal, serta penurunan inflasi pangan mungkin diperlukan untuk meningkatkan daya beli konsumen, terutama bagi rumah tangga berpendapatan rendah hingga menengah.

"Sektor pengolahan mineral dengan intensitas permodalan yang tinggi saat ini masih merupakan target utama penanaman modal asing. Permintaan eksternal dapat dipertahankan di tengah membaiknya ekspor logam dan kuatnya permintaan komoditas utama Indonesia, termasuk batu bara, minyak sawit, serta minyak dan gas," tambah dia.

Inflasi diperkirakan sentuh 2,9%

Aldian juga berpendapat Bank Dunia akan mempertahankan perkiraan rata-rata inflasi Indonesia tahun 2024 sebesar 2,9% secara year on year, meskipun Rupiah mengalami pelemahan dalam beberapa waktu terakhir. 

Selain itu, meredanya inflasi pangan (karena membaiknya kondisi cuaca) dan stabilnya harga energi bersubsidi akan mengimbangi kenaikan inflasi inti.

 

 

2 dari 4 halaman

Inflasi Inti

Standard Chartered memperkirakan inflasi inti akan naik kembali di atas 2% pada paruh kedua, didorong oleh harga impor yang lebih tinggi dan permintaan domestik yang masih sehat.

Depresiasi Rupiah kemungkinan akan mendorong kenaikan harga impor seperti bahan bakar, makanan dan bahan mentah. Namun, kebijakan pemerintah untuk menjaga harga bahan bakar bersubsidi tidak berubah dan menjaga pasokan pangan yang memadai akan membatasi pengaruh harga domestik, ungkap bank tersebut.

3 dari 4 halaman

Ketegangan AS-China Bebani Ekonomi Sejumlah Negara

Selain itu, Standard Chartered juga memperkirakan pertumbuhan PDB global mecapai 3,1% di tahun 2024 dan 3,2% pada 2025, menyusul pertumbuhan PDB global sebesar 3,2% pada tahun 2023.

Perkiraan ini dengan mempertimbangkan faktor inflasi yang melambat serta penurunan suku bunga.

Chief Economist and Head of FX, ASEAN & South Asia, Standard Chartered, Edward Lee mengungkapkan bahwa kemungkinan terjadinya ketegangan perdagangan pasca pemilu di Amerika Serikat di bulan November mendatang, akan berdampak langsung terhadap perekonomian China, dimana permintaan eksternal telah mengimbangi koreksi pasar properti yang sedang berlangsung dan lemahnya sentimen domestik tahun ini.

Hal ini juga dapat membebani prospek perekonomian ASEAN yang sangat bergantung pada China sebagai mitra dagang.

Sementara itu, bagi negara lain, meningkatnya ketegangan AS-China justru dapat menciptakan peluang baru.

Salah satu contoh, Jepang dan Korea Selatan, berkemungkinan mendapatkan manfaat jangka panjang dari upaya AS untuk mengeluarkan China dari rantai pasokan teknologi informasi mereka.

Namun, tarif universal terhadap impor Amerika Serikat, yang telah dijanjikan oleh Donald Trump jika dirinya terpilih sebagai Presiden, akan berdampak buruk pada semua perekonomian yang bergantung pada perdagangan dari negara itu.

Dalam skenario seperti ini, pasar keuangan kemungkinan akan bereaksi negatif terhadap dampak hal tersebut pada inflasi dan pertumbuhan global, beber Edward.

 

4 dari 4 halaman

Jokowi Bersyukur Ekonomi Indonesia Tetap Tumbuh 5% saat Global Melambat

Sebelumnya, menjelang masa-masa akhir pemerintahannya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali memuji kinerja perekonomian Indonesia yang bertahan kuat di tengah gejolak geopolitik di berbagai negara.

Dalam Penyampaikan LHP LKPP BPK RI pada Senin (8/7/2024), Jokowi kembali menyoroti situasi dunia yang dalam beberapa tahun terakhir dibayangi gejolak geopolitik, perang dagang yang semakin memanas, juga perubahan iklim. 

"Kita lihat pertumbuhan ekonomi global juga melambat tahun ini, diperkirakan hanya tumbuh 3,2% dan bahkan krisis ekonomi melanda beberapa kawasan," ungkap Jokowi dalam kegiatan BPK yang disiarkan pada Senin, 8 Juli 2024.

"Alhamdulillah patut kita syukuri ekonomi dan politik Indonesia sangat stabil. Ekonomi tetap tumbuh di atas 5%. Di kuartal pertama tahun ini tumbuh 5,11% inflasi tetap terjaga karena BI dan Kementerian Dalam Negeri setiap hari Senin selalu bertemu dengan para daerah untuk menjaga inflasi di setiap daerah," ujarnya.

Selain itu, Jokowi juga memuji pelaksanaan pemilu beberapa waktu lalu yang juga berjalan dengan baik. Menurut dia, sederet kemajuan tersebut dapat menjadi modal dasar bagi Indonesia untuk terus tumbuh lebih tinggi dan kompetitif.

"Kita harus lincah cepat dan taktis mampu memanfaatkan peluang sekecil apapun, mampu ,memanfaatkan peluang yang sekarang ini sangat sempit. Oleh karena itu akuntabilitas dan fleksibilitas harus dijalankan secara seimbang dan tidak boleh terbelenggu pada rumusan prosedur yang berorientasi pada proses," pungkas Presiden Jokowi.

 

 

Video Terkini