Sukses

KKP Bidik Produksi Garam Sentuh 2 Juta Ton pada 2024

Sekretaris Ditjen Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut KKP Kusdiantoro menuturkan, produksi garam surplus 800 ribu ton.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memastikan pihaknya terus meningkatkan produksi garam untuk menekan ketergantungan impor.

Sekretaris Ditjen Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut KKP Kusdiantoro mengungkapkan, pada 2023, produksi garam di dalam negeri mencapai 2,5 juta ton. Capaian tersebut melampaui target pemerintah sebesar 1,7 juta ton. "Produksi garam surplus 800.000 ton. Tahun 2024 ditarget 2 juta ton, naik dibandingkan 2023. Saat ini sedang berproses masa panen Desember bisa tercapai," kata Kusdiantoro dalam Konferensi Pers di Kantor KKP, Jakarta, Selasa (30/7/2024). 

Namun, untuk memastikan swasembada garam dapat berjalan, pemerintah perlu kembali menjalankan koordinasi untuk membahas ambang batas garam untuk industri dan ambang batas untuk masyarakat.

"Kalau ada standar itu kita akan lebih mudah dari 2 juta ton bisa terklasifikasi sekian ribu dia masuk industri, dan sekian ribu untuk konsumsi ini kita dorong, dengan kemendag dan kemenko perekonomian," jelas Kusdiantoro. 

Selain itu, KKP juga terus melakukan intervensi salah satunya dengan membangun gudang garam rakyat dan integrasi lahan garam terpadu.

"Inovasi ini masuk 45 top inovasi nasional," sebutnya.

Kebijakan terkait swasembada garam tercantum dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 126 Tahun 2022 tentang Percepatan Pembangunan Pergaraman Nasional yang diteken pada 27 Oktober 2022.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Tepung Terigu dan Garam Bakal Masuk Bahan Pokok Penting, Ini Alasannya

Sebelumnya, Badan Pangan Nasional (Bapanas) menyebut tepung terigu dan garam konsumsi diusulkan masuk dalam lingkaran bahan pokok penting yang harus dijamin ketersediaannya.

"Jadi begini, kaitan dengan tepung terigu dan garam konsumsi ini diusulkan atas saran dari kementerian/lembaga untuk masuk dalam lingkaran bahan pokok penting yang harus dijamin ketersediaannya," kata Sekretaris Utama Bapanas Sarwo Edhy, saat ditemui usai Rapat Koordinasi Perencanaan Program Pembangunan Ketahanan Pangan Tahun 2025, Senin (29/7/2025).

Sarwo menegaskan, Bapanas berperan hanya menjamin ketersediaannya saja kaitannya dengan Cadangan Pangan Pemerintah (CPP), jika memang kedua komoditas tersebut harus dicadangkan untuk memenuhi kebutuhan.

"Kita hanya menjamin ketersediannya, kemudian kaitan dengan cadangan pangan pemerintah, kalau memang itu nantinya memang harus dicadangkan, ya kita cadangkan," ujarnya.

Disamping itu, dia mengungkapkan alasan dimasukkannya tepung terigu dan garam konsumsi ke dalam bahan pokok penting, karena dua komoditas itu adalah komoditas yang sering dikonsumsi masyarakat.

"Kira-kira seperti itu. Jadi tidak diharuskan, tapi kalau misalnya itu memang diperlukan, ya bisa dicadangkan," ujarnya.

Adapun untuk saat ini baru tercatat 11 komoditas yang termasuk dalam cadangan pangan Pemerintah, diantaranya beras, bawang, cabai, kedelai, jagung, daging unggas, telur unggas, daging ruminansia, gula konsumsi, minyak goreng dan ikan.

 

3 dari 4 halaman

Harga Cabai Tembus Lagi Rp 100 Ribu per Kg, Usul Bapanas Ini Bisa Jadi Jalan Keluar?

Sebelumnya, Badan Pangan Nasional (Bapanas) mengakui mahalnya harga cabai rawit merah yang tembus dikisaran Rp90.000 hingga Rp100.000 per kilogram disebabkan produksinya berkurang.

Sekretaris Utama Bapanas Sarwo Edhy pun, memberikan solusi jangka pendek dan jangka panjang untuk menangani harga cabai rawit merah yang mahal tersebut. Untuk jangka pendek, salah satunya dengan membagikan benih kepada masyarakat agar mereka menanam sendiri di pekarangan rumah masing-masing.

"Ya salah satu penyebabnya adalah karena produksinya kurang. Solusinya ya harus nanam. Jadi makanya saya menyarankan kepada teman-teman pemerintahan untuk menanam, untuk membagikan benih-benih cabe ke masyarakat agar dia menanam di pot-pot, di pekarangan, di teras-teras," kata Sarwo saat ditemui usai Rapat Koordinasi Perencanaan Program Pembangunan Ketahanan Pangan Tahun 2025, Senin (29/7/2025).

Kata Sarwo, penyebab produksi cabai rawit berkurang karena disebabkan faktor cuaca yang tidak menentu, sehingga berpengaruh terhadap waktu panen. Hal itulah menyebabkan harga cabai rawit menjadi mahal.

"Karena produksinya kurang. Salah satunya faktor cuaca," ujarnya.

 

4 dari 4 halaman

Solusi Jangka Panjang

Untuk solusi jangka panjang, Bapanas menyebut bisa dilakukan penanaman off season maupun on season dengan menggunakan screen house, artinya tidak mengenal musim penanaman. Hal itu dilakukan untuk meningkatkan produksi cabai rawit merah.

Sebagai informasi, Screen house merupakan bangunan yang terbuat dari plastik atau kaca yang digunakan untuk melindungi serangan hama.konsep screenhouse mudah dan murah dalam pengaplikasiannya diharapkan dapat mendukung petani dalam peningkatan efektivitas produksi

"Solusi jangka panjang itu sebetulnya sebetulnya cabe itu bisa panen di off-season maupun on-season. Jadi tidak mengenal waktu, sepanjang itu ada screen house. Jadi jangka pandangnya kan membangun screen house-screen house dalam kapasitas yang agak besar," pungkasnya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini