Sukses

Kemenkeu dan Kementerian Kesehatan Koordinasi Terkait Cukai Pangan Olahan

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyatakan ada proses yang dilalui untuk penerapan cukai pangan olahan.

Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan koordinasi dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengenai cukai pangan olahan. Usai koordinasi, Kemenkeu akan membuat kajian lengkap mengenai penerapan cukai.

"Regulasi baru dibuat. Nanti pada waktunya, mekanisme akan berkoordinasi dengan Kemenkes,” ujar Direktur Jenderal Bea dan Cukai Askolani kepada wartawan seusai konferensi pers di Jakarta, Rabu (31/7/2024) seperti dikutip dari Antara.

Setelah koordinasi dengan Kementerian Kesehatan terjalin, menurut Askolani, Kemenkeu melalui Badan Kebijakan Fiskal (BKF) akan menyusun kajian lengkap mengenai pengenaan cukai, yang kemudian diimplementasikan oleh DJBC.

"Jadi, ada proses yang harus kami lalui. Nanti implementasinya kita tunggu dari Kemenkes,” ujar dia.

Ketentuan mengenai cukai pangan olahan tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Pada Pasal 194 Ayat 4, disebutkan bahwa Pemerintah Pusat dapat menetapkan pengenaan cukai terhadap pangan olahan tertentu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Aturan itu bertujuan untuk mengendalikan konsumsi gula, garam, dan lemak, di mana Pemerintah Pusat menentukan batas maksimal kandungan ketiganya dalam pangan olahan, termasuk pangan olahan siap saji.

Pada ayat 2, dijelaskan penentuan batas maksimal kandungan gula, garam, dan lemak dikoordinasikan oleh menteri yang menyelenggarakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian urusan kementerian dalam penyelenggaraan pemerintahan di bidang pembangunan manusia dan kebudayaan dengan mengikutsertakan kementerian dan lembaga terkait.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Pertimbangkan Kajian Risiko

Sementara itu penentuan batas maksimal kandungan gula, garam, dan lemak dilakukan dengan mempertimbangkan kajian risiko dan/atau standar internasional.

Pasal 195 Ayat 1 dalam beleid menyebutkan bahwa setiap orang yang memproduksi, mengimpor, dan/atau mengedarkan pangan olahan, termasuk pangan olahan siap saji wajib memenuhi ketentuan batas maksimum kandungan gula, garam, dan lemak yang ditetapkan serta mencantumkan label gizi termasuk kandungan gula, garam, dan lemak pada kemasan untuk pangan olahan atau pada media informasi untuk pangan olahan siap saji.

Bagi setiap orang yang memproduksi, mengimpor, dan/atau mengedarkan pangan olahan melebihi ketentuan batas maksimum kandungan dilarang melakukan iklan, promosi, dan sponsor kegiatan pada waktu, lokasi, dan kelompok sasaran tertentu.

Pemerintah juga melarang setiap orang melakukan penjualan atau peredaran pangan olahan yang melebihi ketentuan batas maksimum kandungan gula, garam, dan lemak pada kawasan tertentu. Setiap orang juga dibatasi dan/atau dilarang menggunakan zat/bahan yang berisiko menimbulkan penyakit tidak menular.

3 dari 4 halaman

Tiket Konser dan Smartphone Bakal Kena Cukai? Ini Faktanya

Sebelumnya, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan membantah isu pengenaan cukai terhadap tiket konser dan ponsel pintar (smartphone).

Direktur Jenderal Bea dan Cukai Askolani mengatakan wacana itu diungkapkan dalam kuliah umum yang tidak berhubungan dengan rencana kebijakan.

“Tidak ada hubungannya dengan kebijakan jangka pendek maupun jangka menengah beberapa tahun ke depan,” ujar Askolani dikutip dari Antara, Kamis (25/7/2024).

Senada, Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai Nirwala Dwi Heriyanto menjelaskan usulan tersebut hanya bersifat usulan.

“Jadi, sifat kebijakan ekstensifikasi tersebut masih usulan-usulan dari berbagai pihak, belum masuk kajian, dan juga dalam rangka untuk mendapatkan masukan dari kalangan akademisi,” ujar Nirwala.

Pada dasarnya, kriteria barang yang dikenakan cukai ialah barang yang mempunyai sifat atau karakteristik konsumsinya perlu dikendalikan, peredarannya perlu diawasi, pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup, atau pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan.

Hal itu berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai.

Hingga saat ini, barang yang dikenakan cukai baru mencakup tiga jenis, yaitu etil alkohol atau etanol, minuman yang mengandung etil alkohol, dan hasil tembakau.

Adapun terkait wacana optimalisasi penerimaan negara melalui ekstensifikasi objek cukai, Nirwala menjelaskan proses suatu barang yang akan ditetapkan menjadi barang kena cukai itu sangat panjang dan melalui banyak tahap, termasuk mendengarkan aspirasi masyarakat.

“Prosesnya dimulai dari penyampaian rencana ekstensifikasi cukai ke DPR, penentuan target penerimaan dalam RAPBN bersama DPR, dan penyusunan peraturan pemerintah sebagai payung hukum pengaturan ekstensifikasi tersebut," rincinya.

 

4 dari 4 halaman

Barang Kena Cukai

Dia juga memastikan Pemerintah sangat berhati-hati dalam menetapkan suatu barang sebagai barang kena cukai. Sebagai contoh, pengenaan cukai terhadap minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) dan plastik, yang penerimaannya sudah dicantumkan dalam APBN, belum diimplementasikan.

"Karena Pemerintah sangat prudent dan betul-betul mempertimbangkan berbagai aspek, seperti kondisi ekonomi masyarakat, nasional, industri, aspek kesehatan, lingkungan, dan lainnya. Kami akan mendengarkan aspirasi stakeholders, dalam hal ini DPR dan masyarakat luas," tegas Nirwala.

Sebelumnya, isu pengenaan cukai terhadap tiket konser dan smartphone muncul usai pemaparan Direktur Teknis dan Fasilitas DJBC Kemenkeu Iyan Rubianto dalam kuliah umum bertema Menggali Potensi Penerimaan Cukai di PKN STAN.

Dalam kesempatan itu, Iyan menyebut ide cukai tiket konser muncul karena tingginya minat masyarakat terhadap penyelenggaraan konser yang kian masif.

Sementara cukai smartphone masih diperdebatkan lantaran belum adanya kriteria untuk menjadi standar pengenaan cukai.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini