Sukses

OJK Perintahkan Bank Blokir Lebih dari 6.000 Rekening Terindikasi Transaksi Judi Online

Berikut sejumlah upaya OJK untuk memberantas judi online. Salah satunya memblokir rekening yang terindikasi judi online.

Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah memerintahkan bank untuk memblokir lebih dari 6.000 rekening yang diindikasikan terkait transaksi judi online. Hal ini sebagai upaya memberantas judi online.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menuturkan, OJK konsisten melakukan berbagai upaya sesuai dengan kewenangan OJK dalam pemberantasan judi online. Sejumlah upaya OJK yang telah dilakukan antara lain memerintahkan bank untuk memblokir lebih dari 6.000 rekening yang diindikasikan terkait dengan transaksi judi online.

Selain itu, meminta bank melakukan Enhance Due Diligence (EDD) atas nasabah yang terindikasi terkait transaksi judi online dan melaporkan transaksi tersebut sebagai Transaksi Keuangan Mencurigakan kepada PPATK; Kemudian, jika dari hasil EDD terbukti nasabah melakukan pelanggaran berat terkait judi online, perbankan dapat membatasi bahkan menghilangkan akses nasabah tersebut untuk melakukan pembukaan rekening di bank (blacklisting).

Aktivitas perjudian merupakan salah satu Tindak Pidana Asal sesuai UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

“OJK bersama Perbankan terus berupaya untuk meningkatkan efektivitas penerapan program Anti Pencucian Uang, Pencegahan Pendanaan Terorisme, dan Pencegahan Pendanaan Proliferasi Senjata Pemusnah Massal (APU, PPT dan PPPSPM),” tutur Dian, seperti dikutip dari keterangan resmi, Jumat (2/8/2024).

Dian mengatakan, OJK terus memantau upaya Perbankan untuk merespons tantangan dalam pemberantasan judi online melalui penguatan fungsi satuan kerja APU, PPT dan PPPSPM serta satuan kerja Anti-Fraud, mengintensifkan upaya meminimalkan terjadinya praktek jual beli rekening.

Kemudian meningkatkan dan mengoptimalkan penggunaan Teknologi Informasi dalam mengidentifikasi tindak kejahatan ekonomi termasuk judi online.

Selanjutnya perbankan juga telah melakukan berbagai upaya untuk meminimalkan pemanfaatan rekening bank terkait transaksi judi online, antara lain dengan menindaklanjuti permintaan OJK untuk melakukan pemblokiran rekening, mengatasi praktek jual beli rekening.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

OJK Gelar Kampanye Masif

Selain itu, menyesuaikan parameter transaksi sehingga dapat menjaring transaksi dalam nominal kecil seperti yang banyak terjadi pada transaksi judi online yang dapat dimulai dari nominal Rp10.000, melakukan web crawling dan berkoordinasi dengan Kominfo untuk menutup website judi online, serta memantau aktivitas transaksi lintas batas negara.

“OJK beserta 35 Kantor OJK yang berlokasi di seluruh tanah air telah melakukan kampanye masif tentang pencucian uang berkerjsama dengan perbankan dan pihak terkait,” ujar dia.

 Dian mengatakan, OJK memandang edukasi publik terkait dengan judi online perlu terus dilakukan untuk meningkatkan kesadaran akan bahaya judi online bagi masyrakat.

Selanjutnya OJK juga telah melakukan koordinasi dengan para pimpinan perbankan untuk menekankan komitmen manajemen dalam melakukan pemberantasan judi online baik secara internal dan eksternal.

Penanganan judi online harus dilakukan secara bersama oleh Aparat Penegak Hukum dan Kementerian/Lembaga terkait sebagaimana tujuan dari pembentukan Satgas Pemberantasan Perjudian Daring melalui Keppres No. 21 Tahun 2024. OJK sebagai bagian dari Satgas Perjudian Daring akan terus berkoordinasi dengan Lembaga Pengawas Pengatur (LPP) dan Kementerian/Lembaga lain termasuk untuk merespons penggunaan kanal sistem pembayaran untuk judi online dalam rangka meningkatkan efektivitas penerapan program APU, PPT dan PPPSPM.

3 dari 4 halaman

Meningkatnya Transaksi Judi Online Bikin Bank Cuan, Benarkah?

Dalam 10 tahun terakhir, transaksi dan nilai transaksi judi online (judol) di Indonesia meningkat pesat. Perbankan pun diklaim turut kecipratan rezeki dari bisnis tak sah ini.

Presiden Direktur Centre for Banking Crisis (CBC) Achmad Deni Daruri menyebutkan, pada 2017 terindikasi 20 juta transaksi senilai Rp 2 triliun dari aktivitas judi online di Indonesia. Pendapatan perbankan mencapai Rp 117 miliar.

Namun, pada 2024 melonjak menjadi 6 miliar transaksi senilai Rp 600 triliun. Pendapatan perbankan tembus Rp 18 triliun.

"Artinya, penerimaan perbankan periode 2017-2024 dari transaksi judol ilegal mencapai Rp 33,5 triliun. Peningkatan ini dipengaruhi banyak faktor, termasuk kemudahan akses internet dan penggunaan teknologi pembayaran digital, relaksasi dalam peraturan PJP (Penyedia jasa pembayaran), e-wallet dan pemberian API (application programing interface)," ungkapnya, Rabu (31/7/2024).

Secara sosial, kata Deni, maraknya judol menyebabkan berbagai masalah, seperti peningkatan kasus bunuh diri, kejahatan, dan keretakan keluarga. Banyak individu yang terjerat utang besar akibat kecanduan judi, akhirnya memengaruhi kesehatan mental masyarakat.

"Dampaknya kepada korupsi juga besar. Di mana, 1 persen peningkatan nilai judi online meningkatkan korupsi 4,6 persen," imbuh dia.

 

 

4 dari 4 halaman

Tindakan Nyata

Dari sisi perbankan, lanjutnya, meningkatnya transaksi judol ilegal justru melahirkan cuan besar. Pada 2026, keuntungan perbankan dari transaksi judol ilegal diperkirakan mencapai Rp 30 triliun.

Hingga kini, kata Deni, sedikit sekali rekening yang diblokir perbankan karena teridentifikasi terkait judol dan dana yang diblokir menjadi ajang korupsi baru di Indonesia. Secara keseluruhan, peningkatan transaksi judol ilegal membawa dampak negatif yang luas, baik bagi individu maupun sistem keuangan negara.

"Upaya penegakan hukum dan edukasi masyarakat menjadi kunci untuk mengatasi masalah ini. Peningkatan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk kemudahan akses internet dan penggunaan teknologi pembayaran digital," lanjutnya.

Tindakan Nyata

Sejauh ini, menurut Deni, pemerintah belum mengambil tindakan nyata dalam memerangi praktik judol ilegal. Dalam hal ini, pemerintah perlu mewajibkan bank dan perusahaan e-wallet untuk menyerahkan keuntungan dan dana yang diblokir terkait judol kepada negara.

"Langkah ini diharapkan dapat mengurangi prevalensi judi online ilegal dan melindungi masyarakat dari dampak negatifnya. Namun Langkah ini sangat kurang dan lamban. Untuk itu keuntungan perbankan dari judol harus dikembalikan ke negara," pungkasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.