Liputan6.com, Jakarta - Sepertinya masalah sampah tidak pernah selesai di Indonesia. Masalah sampah ini tidak hanya terjadi di darat tetapi juga di laut. Bahkan sampah laut ini sangat berbahaya karena membuat masyarakat mendapat pangan yang tidak sehat.
Ketua Umum Kesatuan Pelajar Pemuda dan Mahasiswa Indonesia (KPPMPI) Hendra Wiguna menjelaskan, perlu adanya kerja sama pemerintah pusat hingga desa untuk melindungi laut. Saat ini masih berlangsung praktik yang merusak laut yang pada akhirnya menyebabkan kita semua kesulitan mendapatkan pangan terutama pangan sehat.
Baca Juga
“Mulai dari sampah hingga limbah, sampah terbanyak adalah plastik, sedang limbah bisa dari industri bahkan dari tambak udang yang tidak sesuai dengan tata cara budidaya ikan yang baik.” Terang Hendra dalam keterangan tertulis, Senin (5/8/2024).
Advertisement
Contohnya di sepanjang pesisir Kabupaten Gresik, marak budidaya udang vaname yang begitu saja membuang limbah budidayanya ke laut. Sedang di laut, masih marak juga alat tangkap tidak ramah lingkungan macam trawl. Maka semakin sulit nelayan kecil untuk berusaha, padahal risiko melautnya tinggi seiring dengan adanya perubahan iklim.
Adapun terkait dengan sampah, berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada 2020 menyatakan bahwa wilayah laut Indonesia sudah tercemar oleh sekitar 1.772,7 gram sampah per meter persegi. Sedang luas laut Indonesia totalnya 3,25 juta km2, maka bisa diperkirakan bahwa jumlah sampah di laut Nusantara secara keseluruhan sudah mencapai 5,75 juta ton.
“Dengan kondisi demikian, dimana laut dipenuhi limbah dan sampah. Maka sudah barang tentu sulit bagi kita bisa menemukan ikan di dekat pantai, alhasil nelayan kecil dengan armadanya yang terbatas saat ini harus melaut lebih jauh. Selain meningkatkan risiko, juga mengharuskannya bersaing dengan armada kapal yang jauh lebih besar.” Terang Hendra
Kerugian Rp 250 Triliun
Sambung Hendra, maka perlu langkah segera dari pemerintah dan kesadaran masyarakat untuk bersama menjaga laut. Paling tidak untuk awalan, manajemen sampah di desa pesisir harus dibenahi. Melibatkan komunitas masyarakat pesisir terutama pemuda pesisir ikut andil dalam pengelolaannya, sehingga berkelanjutan nantinya.
“Pesisir ini kan muara, apa yang dilakukan di gunung hingga dataran rendah akan berdampak kepada pesisir dan laut. Maka kalau desa pesisir sudah baik manajemen persampahan, paling tidak meringankan beban kerusakan laut.” Jelas Hendra
Berdasarkan data Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Indonesia mengalami kerugian yang disebabkan oleh sampah yang masuk ke lingkungan laut mencapai Rp 250 triliun.
Pemerintah sendiri, telah mengeluarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 97 Tahun 2017 tentang kebijakan dan strategi nasional pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga. Kemudian Perpres nomor 83 Tahun 2018 tentang penanganan sampah di laut.
“Ada komitmen Pemerintah Indonesia untuk menangani sampah plastik di laut sebesar 70% (tujuh puluh persen) sampai dengan tahun 2025, bagaimana proses sampai saat ini bisa kita lihat.” Ujar Hendra
Advertisement
Belum Ada Manajemen yang Baik
Hendra mencontohkan di Gresik tepatnya di Desa Campurejo justru TPS (Tempat Penampungan Sampah Sementara) justru berada di tepi pantai, maka kalau sudah menggunung sampah tertiup ke laut.
“Di Campurejo TPS di tepi pantai, yang namanya laut angin pasti kenceng, sesuai lirik lagu yang dinyanyikan jamrud. Soal manajemen sampah ini, terutama yang paling parah menurut kami di perkampungan nelayan perkotaan, misal di Dadap Tangerang.” Jelas Hendra.
Sambung Hendra, persoalan sampah ini bukan karena tingkat kesadaran semata namun memang belum ada manajemen dan pelayanan yang baik dari perangkat pemerintah setempat.
“Mulai dari tidak adanya tong sampah hingga tidak adanya pengambilan sampah ke TPA. Akhirnya sampah dibuang ke laut atau dibakar, tentu keduanya berbahaya bagi kita semua. Mengancam kesehatan dan ketersediaan pangan.” Jelas Hendra
Masalah di Pulau Kecil
Hendra berharap adanya pengelolaan sampah yang komprehensif di desa pesisir dan pulau-pulau kecil, sehingga persoalan sampah dapat terselesaikan sesuai atau paling tidak mecapai targetnya pada 2025.
“Kalau pengelolaan sampah belum bisa dilakukan di pulau-pulau kecil, mungkin KLHK bersama KKP bisa menggunakan kapal sitaan IUU Fishing sebagai alat angkut sampah. Sehingga pulau-pulau kecil tetap terjaga sumberdayanya, dan kapal sitaan dapat difungsikan.” Tutup Hendra.
Advertisement