Sukses

Ekonomi Malaysia Lebih Perkasa Ketimbang Indonesia hingga Singapura

Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS, Moh. Edy Mahmud menuturkan, indikator manufaktur global hingga kebijakan moneter topang ekonomi kuartal II 2024.

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat tren pertumbuhan ekonomi negara berkembang sejalan dengan prediksi IMF. Hal ini seiring prediksi ekonomi negara berkembang melambat dibandingkan 2023 tetapi lebih tinggi dari pencapaian global.

Terkait pertumbuhan ekonomi di Asia Tenggara, ekonomi Malaysia tembus 5,8 persen secara year on year. Selanjutnya, ekonomi Singapura mencatatkan pertumbuhan 2,9 persen secara yoy pada periode sama. Ekonomi Indonesia mencetak pertumbuhan sebesar  5,05 persen pada kuartal II-2024.

“Malaysia (ekonomi) tumbuh sebesar 5,8% dan secara yoy,” ujar Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS, Moh. Edy Mahmud  dalam konferensi pers di Kantor Pusat BPS, Jakarta, Senin (5/8/2024).

Edy menuturkan, tren pertumbuhan ekonomi ini sejalan dengan proyeksi IMF pada Juli lalu yang meramalkan pertumbuhan ekonomi 2024 secara global akan tetap tumbuh stabil. Sementara bagi negara berkembang perekonomian diperkirakan melambat dibandingkan 2023, tetapi masih lebih tinggi daripada capaian global.

“Jika dilihat menurut indikator PMI manufaktur global aktivitas bisnis global sepanjang triwulan II 2024 berada di zona ekspansi yang mengindikasikan bahwa aktivitas bisnis masih bertumbuh,” beber dia.

Dari sisi domestik, pertumbuhan ini ditopang oleh aktivitas ekonomi domestik yang tetap kuat di tengah ketegangan geopolitik di kawasan Timur Tengah. Ini ditandai dengan perekonomian Indonesia tetap tumbuh stabil sebesar 5,08 persen pada semester I 2024.

Kemudian, daya beli masyarakat terjaga yang ditunjukkan oleh peningkatan indeks penjualan ritel yang tumbuh 1,14 persen secara yoy. Sejalan dengan hal tersebut penjualan domestik sepeda motor sebesar 4,21 persen yoy. 

“Mobilitas masyarakat juga meningkat diindikasikan oleh peningkatan jumlah penumpang untuk seluruh moda transportasi,” ujar dia.

Terakhir, kebijakan moneter juga turut menopang kinerja perekonomian di triwulan II 2024 salah satunya kebijakan menahan suku bunga di level 6,25 persen. Hal ini berdampak pada laju pengendalian harga (inflasi) yang masih terjaga.

 

Reporter: Sulaeman

Sumber: Tim bisnis

2 dari 5 halaman

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia pada Kuartal II 2024

Sebelumnya,Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat tingkat ekonomi Indonesia mengalami pertumbuhan pada kuartal II-2024. Tercatat angkanya mencapai 5,05 persen dari tahun lalu.

Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS, Moh Edy Mahmud menyampaikan pertumbuhan ekonomi mengacu pada besaran produk domestik bruto (PDB) pada triwulan II tahun 2024. PDB atas harga berlaku sebesar Rp 5.536,5 triliun dan PDB atas dasar harga konstan sebesar Rp 3.231 triliun rupiah.

"Sehingga pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan II 2024 bila dibandingkan dengan triwulan II 2023 atau secara year on year tumbuh sebesar 5,05 persen," ucap Edy dalam konferensi pers Rilis BPS, Senin (5/8/2024).

Edy bilang, pertumbuhan secara tahunan itu tercatat lebih rendah dari pertumbuhan di tahun sebelumnya. 

"Secara year on year, di triwulan II tahun 2024 tumbuh sebesar 5,05 persen dibandingkan triwulan yang sama di tahun sebelumnya. Pertumbuhan ini lebih rendah jika dibandingkan dengan triwulan II tahun 2023 yang mencapai 5,17 persen," ungkap dia.

Sementara itu, jika dilihat dari kuartal I-2024. Ekonomi Indonesia tumbuh 3,79 persen. Angka ini sesuai dengan tren tahunan beberapa tahun belakangan.

"Secara q-to-q pertumbuhan ekonomi pada triwulan II 2024 tubuh sebesar 3,69 persen. Pertumbuhan ekonomi secara q-to-q ini sejalan dengan pola musiman yang terjadi di tahun-tahun sebelumnya yaitu pertumbuha q-to-q di triwulan ledua lebih tinggi dengan triwulan I," paparnya.

3 dari 5 halaman

Rupiah Perkasa jelang Pengumuman Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Sebelumnya, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat pada perdagangan Senin ini. Penguatan rupiah ini terjadi jelang pengumuman pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) Indonesia kuartal II 2024.

Pada Senin (5/8/2024) pagi, nilai tukar rupiah naik 35 poin atau 0,22 persen menjadi 16.165 per dolar AS dari sebelumnya sebesar 16.200 per dolar AS.

"Hari ini, pelaku pasar akan mengantisipasi rilis pertumbuhan PDB kuartal II 2024," kata analis pasar uang Bank Mandiri Reny Eka Putri dikutip dari Antara.

Reny Eka memperkirakan ekonomi Indonesia akan tumbuh sekitar 5 persen secara year on year (yoy) pada kuartal II-2024, yang ditopang oleh konsumsi domestik.

Selain itu, PMI Manufaktur ISM Amerika Serikat (AS) menunjukkan kontraksi yang lebih besar dari perkiraan ke level 46,8 pada Juli 2024 dari 48,5 pada bulan sebelumnya, menandai penurunan terdalam dalam delapan bulan terakhir.

Pada akhir pekan lalu, nonfarm payrolls AS meningkat hanya 114.000, jauh di bawah perkiraan 175.000, sementara tingkat pengangguran secara tak terduga naik menjadi 4,3 persen pada Juli 2024, tertinggi sejak Oktober 2024.

Data Pesanan baru untuk barang-barang manufaktur AS turun 3,3 persen month on month (mom) menjadi 564,2 miliar dolar AS pada Juni 2024, kontraksi yang lebih besar dari ekspektasi pasar sebesar 2,9 persen, menandai penurunan paling tajam sejak Januari 2024.

Kontraksi tersebut sebagian besar disebabkan oleh anjloknya pesanan peralatan transportasi -20,6 persen menjadi 75,79 miliar dolar AS.

"Perkembangan di AS ini dapat menjadi sentimen positif bagi rupiah meskipun terdapat data yang kurang menguntungkan ketika PMI Manufaktur Indonesia dari S&P Global turun menjadi 49,3 pada Juli 2024 dari 50,7 pada bulan sebelumnya, yang merupakan kontraksi pertama dalam aktivitas pabrik sejak Agustus 2021," tutur dia.

Reny memperkirakan rupiah akan bergerak pada kisaran 16.138 per dolar AS sampai dengan 16.225 per dolar AS dalam perdagangan hari ini.

4 dari 5 halaman

S&P Proyeksikan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Terjaga di 5%

Sebelumnya, lembaga pemeringkat Standard and Poors (S&P) kembali mengafirmasi Sovereign Credit Rating Republik Indonesia pada peringkat BBB, satu tingkat di atas investment grade, dengan outlook stabil pada 30 Juli 2024. 

S&P meyakini, prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia akan tetap solid, ketahanan eksternal dan beban utang Pemerintah yang terjaga, didukung oleh kerangka kebijakan moneter dan fiskal yang kredibel.

Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, merespons keputusan S&P tersebut dengan menyatakan Afirmasi rating Indonesia pada peringkat BBB oleh S&P memperkuat keyakinan lembaga pemeringkat utama seperti Fitch dan Moody's yang terlebih dahulu memberikan afirmasi atas rating Indonesia pada awal tahun ini.

"Afirmasi ini juga mencerminkan kepercayaan dunia internasional terhadap prospek perekonomian Indonesia yang baik, serta keyakinan terhadap langkah-langkah sinergi kebijakan yang ditempuh oleh Pemerintah dan Bank Indonesia," kata Perry dikutip Rabu (31/7/2024).

Perry menegaskan, Bank Indonesia terus memperkuat koordinasi kebijakan dengan Pemerintah untuk memastikan terjaganya stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan yang mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan di tengah tantangan ketidakpastian global.

Diketahui, S&P memproyeksikan rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia selama tiga sampai empat tahun ke depan akan tetap terjaga sekitar 5,0%.

Pertumbuhan ekonomi tersebut didorong oleh permintaan domestik yang tetap kuat, serta belanja Pemerintah dan investasi swasta yang meningkat.

Sementara, S&P memandang ketahanan sektor eksternal akan tetap terjaga pada jangka menengah. Kinerja sektor eksternal tersebut didukung oleh prakiraan kenaikan ekspor sejalan dengan implementasi kebijakan hilirisasi di tengah pelemahan harga komoditas.

 

5 dari 5 halaman

Apresiasi Komitmen Pemerintah

S&P juga mengapresiasi komitmen Pemerintah Indonesia untuk menjaga inflasi yang terjaga sejak tahun 2010. S&P memproyeksikan inflasi pada tahun 2024-2025 akan berada pada kisaran target 2,5%+1%, masing-masing sebesar 2,8% dan 3,0%.

Selain itu, inovasi strategi operasi moneter yang pro-market dengan penggunaan instrumen berbasis pasar dinilai semakin meningkatkan fleksibilitas kebijakan moneter.    

Pada sektor fiskal, S&P memandang Pemerintah tetap berkomitmen untuk menjaga defisit fiskal di bawah 3% dari PDB. Secara umum, S&P meyakini Pemerintahan baru akan memperhatikan aspek keberlanjutan kebijakan guna menjaga kredibilitas serta menghindari disrupsi ekonomi dan keuangan yang signifikan.

S&P sebelumnya mempertahankan Sovereign Credit Rating Indonesia pada BBB dengan outlook stabil pada 4 Juli 2023.

Video Terkini