Sukses

Apa Manfaat Kebijakan Satu Peta? Ini Penjelasannya

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mengungkapkan bahwa pihaknya terus berupaya mengatasi tumpang tindih dalam kepemilikan tanah di kawasan hutan, melalui percepatan pelaksanaan kebijakan Satu Peta (One Map Policy).

 

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mengungkapkan bahwa pihaknya terus berupaya mengatasi tumpang tindih dalam kepemilikan tanah di kawasan hutan, melalui percepatan pelaksanaan kebijakan Satu Peta (One Map Policy).

Sebagai informasi, Kebijakan Satu Peta tersebut dilaksanakan berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 23 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2016 Tentang Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta pada Tingkat Ketelitian Peta Skala 1:50.000.

"Target kita terus terang pertama dalam menyelesaikan tumpang tindih yang di kawasan hutan, karena dari jumlahnya itu masih ada sisa sekitar 57 juta hektar yang masih harus kita kualifikasi," ungkap Deputi Bidang Koordinasi Pengembangan Wilayah dan Tata Ruang Kemenko Perekonomian, Wahyu Utomo dalam diskusi Satu Peta, Satu Data Untuk Satu Indonesia yang disiarkan pada Senin (5/8/2024).

"Tapi paling tidak kita sudah menyelesaikan sekitar 20 juta hektar," lanjutnya.

"Kedua kita harus memikirkan bagaimana menyelesaikan titik-titik yang sudah pernah kita keluarkan, peta indikatif tumpang tindih antar IGT (Informasi Geospasial Tematik), jadi yang kita sudah terbitkan ini di semua provinsi sudah kita terbitkan," beber Wahyu.

Kemudian juga isu lahan tambang di dalam kawasan hutan, dengan 4,7 juta lahan masih bermasalah terutama dalam hal aliniasi.

Adapun permasalahan dalam perizinan hak guna usaha di dalam kawasan hutan, di mana terdapat beberapa masyarakat adat yang menjalankan usaha di hutan.

"Ini dengan kegiatan sosial yang kita coba selesaikan. Ini semua ada di undang-undang cipta kerja," jelas Wahyu.

Dalam kesempatan itu, Direktur Jenderal Survei dan Pemetaan Pertanahan dan Ruang Kementerian ATR/BPN, Virgo Eresta Jaya membeberkan salah satu kendala dalam mengatasi tumpang tindih kepemilikan tanah.

"Kendalanya adalah yang yang sifatnya legal atau kekeh-kekehan (perseteruan hukum). Masyarakat bilang kepemilikan mereka di sini ya misal, sedangkan wilayah kehutanan petanya juga sama. Masalah ini yang butuh waktu negosiasi, mungkin kendalanya di situ dan tidak bisa ditutup dengan waktu," imbuhnya.

2 dari 3 halaman

KPK Sudah Manfaatkan Kebijakan Satu Peta, Lembaga Lain Bagaimana?

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mengungkapkan bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah mulai memanfaatkan kebijakan Satu peta (One Map Policy).

Sebagai informasi, Kebijakan Satu Peta tersebut dilaksanakan berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 23 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2016 Tentang Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta pada Tingkat Ketelitian Peta Skala 1:50.000.

Deputi Bidang Koordinasi Pengembangan Wilayah dan Tata Ruang Kemenko Perekonomian, Wahyu Utomo mengatakan bahwa pemanfaatan tersebut dilakukan KPK bekerja sama dengan Tim Percepatan Kebijakan Satu Peta.

"Kemanfaatan dari kebijakan One Map (Satu peta) ini sudah mulai digunakan oleh teman-teman dari penegak hukum dalam hal ini KPK," kata Wahyu dalam diskusi Satu Peta, Satu Data Untuk Satu Indonesia yang disiarkan pada Senin (5/8/2024).

"KPK ini juga sudah bekerjasama dengan Satu Peta memanfaatkan peta-peta One Map Policy dalam rangka penertiban masalah kelapa sawit. Ada dua daerah yang rencananya akan dipakai sebagai pilotnya dari teman-teman KPK yaitu adalah di Kalimantan Tengah dan di Riau," bebernya.

 Wahyu menyebut, dengan adanya One Map Policy dalam strategi nasional KPK maka kebijakan tersebut diharapkan dapat meluas ke daerah-daerah di seluruh negeri untuk sama-sama memasukkan ke dalam peta/

"Dengan demikian maka peta yang ada di kelapa sawit di kawasan hutan atau tidak Itu sudah dipetakan melalui stranas KPK, itu salah satu yang sudah kita coba gunakan," sambungnya.

 

3 dari 3 halaman

Satu-satunya Lembaga

Dalam kesempatan itu, Wahyu juga mengungkapkan bahwa KPK buka satu-satunya lembaga yang telah memanfaatkan Kebijakan Satu Peta, melainkan pihaknya juga sudah mencoba untuk menyelesaikan masalah antara KLHK dengan ATR/BPN.

"Karena kita beranggapan bahwa penyelesaian tatakan dulu yang di darat yang banyaknya memang karena kita punya dua rezim undang-undang, satu undang-undang yang di hutan dan satu undang-undang yang di ATR/BPN," jelas Wahyu.

"Setelah selesai semua tentu yang di atas nanti akan lebih mudah menyelesaikannya. Jadi ini adalah langkah breakthrough dari pemerintahan agar supaya mereka sama-sama sekaligus di lapangan, ATR/BPN dan KLHK untuk menetapkan mana batas-batasnya sehingga akan mempercepat masalah tumpang tindih dan bisa dimanfaatkan bukan hanya oleh KPK tapi juga Kementerian yang lain ataupun universitas atau mungkin dengan BNPB untuk pemetaan masalah resiko dan seterusnya," imbuhnya.