Liputan6.com, Jakarta Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi, Rachmat Kaimuddin, buka-bukaan bahwa pemerintah sudah terlalu banyak mengorbankan anggaran untuk melakukan subsidi BBM.
Rachmat mengatakan, pemerintah telah melakukan impor BBM sebesar Rp 251 triliun selama 5 tahun sejak 2019-2023. Di sisi lain, pemerintah secara rata-rata mengalokasikan Rp 119 triliun per tahun untuk BBM subsidi.
Baca Juga
Angka tak kecil itu disebutnya bisa digelontorkan untuk program pemerintah lainnya di bidang sosial hingga pembangunan infrastruktur.
Advertisement
"Untuk BBM kita 60 persen impor, 40 persen domestik. Jadi ini APBN ini kan kita pakai devisa Rp 120 triliun yang seharusnya bisa buat penanganan kemiskinan, pendidikan, infrastruktur," ujar Rachmat di Jakarta, Senin (5/8/2024).
"Ini kemakan Rp 120 trikiun. Jadi Rp 119 triliun secara rata-rata literally jadi asep," dia menambahkan.
Sehingga, ia tak ingin negara ke depan terlalu bergantung pada BBM bersubsidi yang kian meningkatkan pencemaran polusi dan emisi gas rumah kaca. Karena selain itu, pemerintah juga masih banyak berpaku pada impor LPG dengan porsi hingga mencapai 80 persen.
Pemerintah pun terus berupaya agar kualitas BBM bisa terdongkrak dengan meningkatkan kandungan sulfur di dalamnya hingga setara minimal Euro IV.
"Nah isunya kalau mau diganti dengan lebih baik tentu ada duitnya. Tadi yang Rp 120 triliun itu kalau dibiarkan, ya nambah, angkanya lagi diutang tapi lebih besar dari Rp 120 triliun," kata Rachmat.
"Jadi ruang kita untuk bangun sekolah, pengentasan stunting, membangun infrastruktur, public transport akan makin berkurang kalau anggaran kita selalu jadi asap," pungkas dia.
Â
Tak Ingin Bebani Prabowo, Anak Buah Luhut Mau Batasi BBM Subsidi
Sebelumnya, Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Kemenko Marves) mendorong implementasi peningkatan kualitas BBM, seraya membatasi penyaluran BBM subsidi dengan kandungan sulfur tinggi seperti Solar dan Pertalite.
Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kemenko Marves, Rachmat Kaimuddin, menilai langkah paling efisien saat ini adalah dengan membuat penyaluran BBM subsidi lebih tepat sasaran.
"Jadi yang teman-teman pantas membutuhkan subsidi ini kita tentunya akan jaga. Jadi masyarakat yang ekonominya rentan pasti akan terus berikan, kita tidak mau naikan harganya," tegasnya di Jakarta, Senin (5/8/2024).
"Tapi mungkin ada teman-teman juga yang ke depannya sebenarnya harusnya sudah enggak butuh lagi subsidinya, itu bisa diarahkan untuk tidak menggunakan," kata Rachmat.
Melalui opsi tersebut, pemerintah bakal mengalihkan anggaran subsidi untuk membiayai kenaikan kualitas BBM melalui pembatasan subsidi bagi sebagian jenis kendaraan.
Implementasinya menunggu revisi Peraturan Pemerintah (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak rampung.
Namun, Rachmat tak bisa memastikan kapan aturan itu bisa keluar. "Kalau itu nanti saya enggak bisa ngomong, tunggu peraturannya keluar. Trigger-nya kapan saya harus tunggu peraturannya," ungkapnya.
Kendati begitu, Rachmat berharap aturan teknis terkait pembatasan BBM subsidi bisa diselesaikan di era pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Sehingga tidak membebani kinerja pemerintahan berikutnya di bawah Prabowo Subianto.
"Harapannya sih sebenarnya, kalau ini bisa kita selesaikan di pemerintah sekarang dengan baik, ini bisa jadi momentum positif untuk pemerintahan selanjutnya," pungkas dia.
Advertisement
Pemerintah Janji Harga BBM Subsidi Tak Naik, Asal Bukan untuk Pajero Cs
Pemerintah terus menggodok distribusi produk BBM bersubsidi semisal Solar dan Pertalite, seraya mendorong penggunaan bahan bakar setara Euro IV dengan kandungan sulfur maksimal 50 ppm.
Meski begitu, Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Kemenko Marves) memastikan bahwa pemerintah tak ingin menaikan harga BBM subsidi, meskipun secara kualitas nantinya akan lebih bagus.
"Jadi kita enggak ada rencana untuk menaikan harga BBM bersubsidi, harganya sama. Yang kita inginkan sebenarnya adalah kualitasnya secara bertahap bisa naik," ujar Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kemenko Marves, Rachmat Kaimuddin dalam sesi bincang bersama media di Jakarta, Senin (5/8/2024).Guna merealisasikan itu, Rachmat masih menunggu sampai kebijakan terkait itu selesai. Aturan dimaksud yakni revisi Peraturan Pemerintah (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak.
Sembari menunggu, ia pun meminta kesukarelaan masyarakat mampu agar tidak ikut menenggak BBM subsidi. Pasalnya, dia mencatat volume konsumsi BBM subsidi sekitar 43,1 persen masih dipakai oleh mobil penumpang pribadi.
"Tapi di satu sisi lainnya, tadi mungkin ada golongan-golongan yang harusnya sudah bisa kita minta lah keikhlasan mereka untuk jangan lah pakai BBM subsidi. Di situ lah yang mungkin akan tidak boleh lagi beli. Karena memang harusnya filosofinya begitu," bebernya.
Menurut catatannya, ongkos subsidi pemerintah masih terlalu banyak disedot oleh kendaraan pribadi dalam bentuk mobil ketimbang sepeda motor. Merujuk ilustrasi data milik Rachmat, besaran anggaran pada pemakaian Pertalite untuk satu motor Honda Beat yakni Rp 1.
Â