Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional atau Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mengungkapkan bahwa implementasi ekonomi hijau dengan pembangunan rendah karbon serta berketahanan iklim diprediksi dapat mendorong pertumbuhan rata-rata produk domestik bruto PDB Indonesia hingga 6,25% pada 2025-2045.
Direktur Lingkungan Hidup Bappenas, Priyanto Rohmatullah mengatakan, ekonomi hijau juga memiliki peluang mendorong Indonesia keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah atau middle income trap.
Baca Juga
"(Ekonomi hijau) menjadi salah satu hal yang penting ketika kita bicara bagaimana mencapai kebutuhan ekonomi yang cukup tinggi agar bisa berlepas dari middle income trap," kata Priyanto dalam kegiatan Katadata Sustanability Action For The Future Economy (SAFE) 2024 di Jakarta, Rabu (7/8/2024).
Advertisement
Tak hanya keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah, ekonomi hijau dengan pembangunan rendah karbon dan berketahanan iklim juga dapat membantu mewujudkan target Indonesia mencapai Net Zero Emission (NZE) pada 2060 atau lebih cepat.
Dalam kesempatan itu, Priyanto juga menyampaikan bahwa pengembangan ekonomi sirkular diperlukan untuk akselerator pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Ia memperkirakan, pelaksanaan ekonomi sirkular mampu mendorong terciptanya lapangan kerja hijau hingga 4 juta tenaga kerja. Sebagai informasi, ekonomi sirkular adalah pemanfaatan ekonomi yang berfokus pada pemanfaatan sumber daya secara efisien dan pengurangan limbah.
Selain lapangan kerja, ekonomi sirkular juga berpotensi mengurangi tumpukan sampah antara 18-52% dibandingkan bisnis biasa pada 2030, dan berkontribusi menurunkan emisi gas rumah kaca hingga 126 juta ton karbon.
Menko Airlangga: Ekonomi Hijau Dapat Stabilkan Pertumbuhan Ekonomi 6,2% hingga 2045
Sebelumnya, Indonesia tidak bisa hanya bergantung kepada brown economy, tapi juga harus mulai membangun circular economy, green economy, dan blue economy. Hal ini untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 6%-7% untuk menuju Visi Indonesia Emas 2045.
Proses transformasi perekonomian Indonesia menjadi ekonomi hijau yang berkelanjutan harus menyeimbangkan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan, kemudian sejalan dengan SDGs, Paris Agreement, Visi Indonesia Emas 2045, serta mampu mencapai target Net Zero Emissions (NZE) pada 2060.
"Penerapan ekonomi hijau dalam jangka panjang diproyeksikan dapat menstabilkan pertumbuhan ekonomi rata-rata sebesar 6,22% hingga 2045, mengurangi emisi sebesar 86 juta ton CO2-ekuivalen, dan menciptakan hingga 4,4 juta lapangan kerja,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam sambutannya secara virtual pada pembukaan Green Economy Expo 2024, yang mengangkat tema “Advancing Technology, Innovation, and Circularity”, di Jakarta, Selasa, 3 Juli 2024, seperti dikutip dari keterangan resmi, Kamis (4/7/2024).
Ekonomi hijau juga menjadi penting dalam mewujudkan transformasi ekonomi menuju negara berpendapatan tinggi setara dengan negara maju, dan keluar dari middle income trap. Terdapat dua peluang yang bisa dimanfaatkan dalam pengembangan ekonomi hijau.
Peluang pertama adalah transisi aktivitas ekonomi eksisting. Pada sektor energi, upaya transisi diarahkan melalui penerapan energi baru dan terbarukan, seperti energi surya, angin, hidro, dan biomassa.
"Juga tentunya pengurangan emisi karbon dari PLTU melalui kombinasi dari amonia dan Carbon Capture Storage (CCS). Selanjutnya, ekosistem EV atau e-mobility perlu terus didorong dan ini tentunya mengurangi emisi Gas Rumah Kaca akibat pembakaran BBM," ungkap Menko Airlangga.
Advertisement
Bantu Industri di Indonesia
Ekonomi hijau dan sirkular akan membantu industri di Indonesia untuk berdaya saing pada aspek keberlanjutan. Saat ini, telah terdapat 152 perusahaan yang memiliki Sertifikat Industri Hijau, dan tentunya ke depan diharapkan akan semakin bertambah.
Sertifikasi Industri Hijau ini memberikan manfaat ekonomi yakni antara lain menghemat energi senilai Rp3,2 triliun per tahun dan penghematan air senilai Rp169 miliar per tahun.
Peluang kedua, yaitu memunculkan pusat pertumbuhan ekonomi baru melalui pengembangan sektor dan aktivitas sirkular yang inovatif, termasuk industri berbasis sumber daya alam hayati berkelanjutan atau bio-ekonomi, ekonomi biru, dan industri pemanfaatan limbah.
Sebagai salah satu negara megabiodiversity, industri bio-ekonomi di Indonesia sangat berpotensi untuk terus dikembangkan. Pemerintah telah mengembangkan 22 Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), yang perlu terus didorong untuk mengadopsi prinsip ekonomi hijau dan ekonomi sirkular, sehingga dapat diakui secara luas dan mendatangkan investasi hijau.
UMKM Dapat Jadi Aktor Utama
Sekarang, banyak bermunculan startup dan bisnis baru yang telah memiliki core business yang menerapkan prinsip 9R ekonomi sirkular, yaitu Refuse – Rethink – Reduce – Reuse – Repair – Refurbish – Remanufacture – Recycle – Recover. Startup ini merupakan inovasi anak muda yang kreatif melihat peluang gap dalam implementasi ekonomi sirkular dan ekonomi hijau.
“UMKM juga dapat menjadi aktor utama dalam transisi ekonomi sirkular. Sebagai contoh bisnis reparasi, pengumpulan barang elektronik bekas, dan bisnis daur ulang limbah. Baik startup maupun UMKM memerlukan dukungan pendampingan dan pendanaan untuk pengembangan bisnisnya agar dapat tumbuh besar dan berkontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional,” ucap Menko Airlangga.
Menko Airlangga juga mengapresiasi peluncuran Peta Jalan dan Rencana Aksi Ekonomi Sirkular serta Peta Jalan Pengelolaan Susut dan Sisa Pangan. “Kedua dokumen ini akan menjadi titik tonggak masa depan perekonomian Indonesia yang hijau dan berkelanjutan, yang bermanfaat bagi masyarakat, serta bagi alam nusantara,” pungkas Menko Airlangga.
Advertisement