Sukses

Industri Tekstil Lesu Bikin Sektor Petrokimia Terimbas

Head of Center of Industry Trade and Invesment INDEF Andry Satrio Nugroho menuturkan, pelemahan di industri tekstil sudah terjadi beberapa pelemahan di industri petrokimia, apalagi terkait bahan baku impor.

Liputan6.com, Jakarta - Melemahnya industri tekstil dan industri pakaian jadi (wearing apparels) akan berdampak pada kinerja industri petrokimia.

Lantaran, industri petrokimia memiliki peran penting dalam mendukung berbagai sektor, mulai dari plastik, tekstil, karet sintetis, kosmetik, bahan pembersih hingga farmasi.  "Kita tahu bahwa ketika industri tekstil hilir ini drop, maka industri Petrokimia itu sendiri akan struggling (berjuang) mereka sulit untuk mendapatkan permintaan dari industri hilirnya," kata Head of Center of Industry Trade and Invesment INDEF Andry Satrio Nugroho, dalam diskusi publik INDEF: Industri Tekstil menjerit, PHK melejit, Kamis (8/8/2024).

Meskipun peran industri petrokimia tidak hanya mendukung industri tekstil, melainkan ada sektor industri plastik, karet sintetis, kosmetik, bahan pembersih hingga farmasi. Namun, tetap saja industri petrokimia akan terdampak dengan terpuruknya industri tekstil.

"Banyak yang mengatakan kimia tidak hanya industri tekstil saja ada industri plastik tapi kembali lagi, dengan pelemahan dari industri tekstil sekarang sudah terjadi beberapa pelemahan di industri Petrokimia apalagi kalau kita berbicara mengenai bahan baku impor yang saat ini menjadi kontributor terbesar neraca perdagangan kita," ujar dia.

Menurut Andry, Pemerintah harus bekerja secara kompehensif untuk menyelesaikan masalah yang saat ini melanda industri tekstil. Sebab, jika tidak ditangani maka akan melebar dampaknya ke industri lain.

"Industri ini (tekstil) memiliki ekosistem yang cukup besar, kita berbicara mengenai hulu sampai hilir dan juga kita berbicara mengenai bahan bakunya yaitu yang berada di industri Petrokimia. Jadi, ini yang harus kita sadari bersama bahwa pemerintah pada hari ini harus bekerja secara komprehensif dari bahan baku sampai proses hilirnya," ujar dia.

Pemerintah Dinilai Prioritaskan Hilirisasi di Sektor Tambang

Di sisi lain, ia juga menyayangkan sikap Pemerintah dalam mengurus industri tekstil dan industri pakaian jadi di Indonesia. Sebab, Pemerintah seolah lebih memprioritaskan hilirisasi di sektor tambang.

"Kita melihat arah kebijakan industri yang saat ini dilakukan Pemerintah, prioritas utamanya program hilirisasi, tapi sangat disayangkan sekali ketika kita berbicara 5 subsektor industri, terkait hiliirasi ini masih berat di hiliriasai pertambangan," pungkasnya.

 

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

INDEF: Tekstil Dilupakan, Nikel Makin Disayang

Sebelumnya, kinerja industri tekstil dan industri pakaian jadi (wearing apparels) di dalam negeri terus menunjukkan keterpurukan.

Lantaran, kini Pemerintah lebih memprioritaskan hilirisasi dibidang pertambangan. Head of Center of Industry Trade and Invesment INDEF Andry Satrio Nugroho, mengaku sangat menyayangkan sikap Pemerintah dalam mengurus industri tekstil dan industri pakaian jadi di Indonesia. Sebab, Pemerintah seolah menganaktirikan industri tersebut.

"Kita melihat arah kebijakan industri yang saat ini dilakukan Pemerintah, prioritas utamanya program hilirisasi, tapi sangat disayangkan sekali ketika kita berbicara 5 subsektor industri, terkait hiliirasi ini masih berat di hiliriasai pertambangan," kata Andry dalam diskusi publik INDEF: Industri Tekstil menjerit, PHK melejit, Kamis (8/8/2024).

Menurut dia, seharusnya Pemerintah juga memberikan perhatian yang besar terhadap industri tekstil. Pasalnya, industri ini juga memberikan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

"Padahal kalau kita tahu tekstil kita tarik ke belakang ini sebenarnya bagian hiliriasai di migas. Jadi, tekstil ini produk hilirnya petrokimia, seharusnya pemerintah memberikan effort yang besar juga tidak pandang bulu, jangan memprioritaskan hilirisasi pertambangan saja," ujar dia.

 

3 dari 4 halaman

Tergesernya Industri Tekstil

Padahal industri pengolahan non migas pada 2023 memberikan kontribusinya sebesar 16,8 persen terhadap GDP. Dimana lima subsektor industri yang berkontribusi di antaranya makanan dan minuman; kimia, farmasi dan obat tradisional; logam, komputer, barang elektronik, optik, dan peralatan listrik; alat angkutan; dan termasuk industri tekstil dan pakaian jadi.

Andry menilai, industri tekstil dan pakaian jadi posisinya akan tergeser dari lima subsektor industri terbesar yang berkontribusi terhadap GDP pada 2024 oleh industri logam. Pasalnya, kinerja industri tekstil semakin terpuruk.

"Saya yakin bahwa di tahun 2024 industri logam dasar akan menyusul tekstil dan pakaian jadi sebagai kontributor kelima industri terbesar terhadap GDP, dan akhirnya tekstil akan turun," ujarnya.

Proyeksi tergesernya industri tekstil tersebut dilihat dari kinerja industri logam dasar yang pertumbuhannya cukup tinggi, bahkan tumbuhnya double digit. "Bahwa setiap kuartal pertumbuhannya (industri logam) masih double digit," pungkasnya.

4 dari 4 halaman

Suramnya Industri Tekstil Indonesia, Pertumbuhan Terkontraksi hingga PHK Massal

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat tingkat ekonomi Indonesia mengalami pertumbuhan pada kuartal II-2024 ini. Tercatat angkanya mencapai 5,05 persen dari tahun lalu. Namun khusus industri tekstil dan pakaian jadi, pertumbuhannya terkontraksi 0,03 persen secara tahunan (year on year/yoy).

"Untuk kuartal II 2024 pertumbuhan industri tekstil (dan) pakaian jadi kontraksi, baik secara year on year maupun secara kuartal to kuartal (qtq)," kata Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik, Moh. Edy Mahmud dalam konferensi pers di kantor Pusat BPS, Jakarta, Senin (5/8/2024).

Meski demikian, BPS tak mengungkapkan penyebab pelemahan kinerja industri tekstil dan pakaian jadi di kuartal II-2024. Selain industri tekstil dan pakaian jadi, sub kelompok pakaian juga mencatatkan kontraksi bersama dengan sektor transportasi.

Pelemahan dua sub kelompok usaha ini tercermin dari pertumbuhan perdagangan besar dan eceran serta reparasi mobil dan reparasi mobil dan sepeda motor dengan sumber pertumbuhan hanya 0,63 persen (yoy). Secara kuartalan, kelompok lapangan usaha ini hanya tumbuh 2,78 persen secara q to q.

"Sub kelompok atau komoditas pakaian dan transportasi mengalami pertumbuhan meskipun positif, tidak setinggi pertumbuhan tahun lalu," ujarnya.

Seperti diketahui, BPS mencatat tingkat ekonomi Indonesia mengalami pertumbuhan pada kuartal II-2024 ini. Tercatat angkanya mencapai 5,05 persen dari tahun lalu.

Pertumbuhan ekonomi mengacu pada besaran produk domestik bruto (PDB) pada triwulan II tahun 2024. PDB atas harga berlaku sebesar Rp 5.536,5 triliun dan PDB atas dasar harga konstan sebesar Rp 3.231 triliun.

Reporter: Sulaeman

Sumber: Merdeka.com

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.