Sukses

BI Gandeng Pemprov DKI Jakarta Kurangi Impor Beras

Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia DKI Jakarta Arlyana Abubakar menuturkan, pihaknya bersama Pemprov DKI Jakarta ingin kurangi impor beras.

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia DKI Jakarta menyebutkan, di tengah keterbatasan lahan sawah, DKI Jakarta mendapatkan sumber pasokan makanan termasuk beras berasal dari kerja sama bersama sejumlah daerah sentra produksi.

Hal itu disampaikan Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia DKI Jakarta Arlyana Abubakar saat  acara Bincang-Bincang Media, di Penang Bistro Kebon Sirih, Jakata, Kamis (8/8/2024).

"Kita pangan, seperti beras itu melalui kerjasama dengan daerah-daerah sentra," ujar Ariyana.

Lewat kerja sama tersebut, pihaknya bersama Pemprov DKI Jakarta berkeinginan untuk mengurangi pasokan beras impor. Sehingga, pemenuhan kebutuhan beras bagi warga DKI Jakarta masih mengendapkan daerah sentra produksi.

"Jadi, itu adalah strategi untuk memastikan bahwa distribusi berjalan baik, dan kemudian juga untuk jangkauan harga itu juga bagaimana kita memastikan dari program itu supaya memang masyarakat memiliki kemampuan untuk bisa membeli beras," tutur dia.

Dalam catatannya, sebanyak 98 persen pasokan makanan di DKI Jakarta berasal dari luar wilayah. Dengan ini, kolaborasi bersama wilayah sentra produksi menjadi penting untuk kelangsungan distribusi pangan.

"Dilakukan oleh Jakarta adalah banyak melakukan kerjasama dengan daerah lain, untuk kita mendapatkan bahan makanan dan tentunya  kita monitor harga  pangan yang dia akan bisa berdampak juga terhadap inflasi di Jakarta," ungkap dia.

Pada Juli 2024, Jakarta mencatat deflasi -0,06 persen secara month to month (mtm)  setelah pada bulan sebelumnya mengalami inflasi 0,12% (mtm). Angka deflasi ini juga lebih rendah jika dibandingkan dengan rerata historisnya dalam tiga tahun terakhir yang mencatatkan inflasi sebesar 0,23 persen (mtm).

Deflasi Juli 2024 disebabkan oleh penurunan harga pada beberapa komoditas utama antara lain daging ayam ras, cabai merah, tomat, bawang merah, dan bawang putih yang didukung oleh peningkatan pasokan dari wilayah sentra. Namun, deflasi lebih lanjut tertahan oleh peningkatan harga cabai rawit disebabkan oleh mulai masuknya periode tanam serta gangguan hama pada beberapa wilayah sentra. 

"Lebih lanjut, peningkatan biaya sekolah SMA dan SMP juga menahan deflasi Jakarta sejalan dengan dimulainya tahun ajaran baru anak sekolah," tutur dia.

 

Reporter: Sulaeman

Sumber: Merdeka.com

2 dari 4 halaman

Harga Beras Bakal Melonjak Jika Indonesia Tak Lakukan Hal Ini

Sebelumnya, masalah pangan di Indonesia sudah sangat serius. Perlu adanya kerja sama semua pihak agar Indonesia tidak masuk ke dalam krisis pangan. Hal tersebut diungkapkan oleh Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi.

Indonesia saat ini tengah menghadapi tantangan besar dalam sektor pangan, terutama dalam konteks penurunan jumlah produksi dan ancaman penurunan jumlah penduduk yang signifikan dalam 20-25 tahun ke depan. Jika hal tersebut tidak diatasi maka bisa masuk ke dalam tahap krisis pangan.

"Dari sisi pangan Indonesia kita menghadapi masalah-masalah yang besar. Tentunya kita menyadari bahwa jumlah penurunan akan terus bertambah, baik penurunan dunia atau penurunan Indonesia," kata Bayu dalam acara Sarasehan Pertanian Berkelanjutan dan Adopsi Teknologi Modern, Jakarta, Rabu (31/7/2024).

Menurut Bayu, jika tidak ada perubahan signifikan dalam cara-cara produksi pangan saat ini, Indonesia diperkirakan akan mengalami penurunan produksi beras yang akan berdampak pada kenaikan harga. 

Meskipun Indonesia dan Vietnam dikenal memiliki produktivitas padi yang tinggi, Bayu menggarisbawahi dalam 10-15 tahun terakhir, produktivitas padi Indonesia mulai stagnan. 

 

 

3 dari 4 halaman

Masalah Utama

Salah satu masalah utama adalah penurunan kesuburan tanah yang disebabkan oleh eksploitasi berlebihan. 

"Tanah-tanah kita menghadapi soal getik yang serius dan ini terjadi karena memang eksploitasi yang tinggi," ujar dia.

Tak hanya itu, Dirut Bulog ini juga mengkhawatirkan penurunan jumlah petani, di mana mayoritas petani yang tersisa adalah generasi tua. 

Kurangnya minat generasi muda untuk terlibat dalam pertanian memperburuk masalah ini dan menjadi ancaman bagi regenerasi sektor pertanian.

"Jumlah petani ini kita sudah semakin menurun dan di antara jumlah tanah yang masih tersisa, sebagian besar adalah petani yang telah berusia tua. Pertanian tidak lagi menjadi hal yang menarik atau semakin tidak menarik bagi generasi muda atau generasi-generasi yang akan datang," papar dia.

4 dari 4 halaman

Pentingnya Pemanfaatan Bioteknologi

Dalam menghadapi tantangan ini, Bayu menekankan pentingnya pemanfaatan bioteknologi. Dia menyebut bioteknologi modern telah terbukti meningkatkan produktivitas pertanian secara signifikan. 

"Bioteknologi memiliki potensi besar untuk meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan petani. Dari tahun 1996 hingga 2018, bioteknologi telah berkontribusi pada peningkatan nilai produktivitas pertanian dengan kenaikan mencapai 222 miliar dollar," tuturnya.

 Dia berharap inovasi teknologi dan kebijakan yang tepat dapat membantu Indonesia mengatasi tantangan pangan yang ada dan memastikan ketahanan pangan nasional di masa depan.