Liputan6.com, Jakarta Ketua Umum Serikat Petani Indonesia Henry Saragih mengharapkan impor beras tidak perlu dilakukan karena pengadaan dalam negeri telah mencukupi dan tidak berisiko untuk melahirkan pelanggaran administrasi.
Ia menjelaskan prosedur impor beras saat ini masih memerlukan rantai administrasi yang panjang, sehingga terkadang justru menyulitkan dalam proses tata kelola pengadaan.
Baca Juga
Advertisement
"Kalau kita, yang pasti, impor beras tidak perlu ada. Karena persoalan impor ini kan panjang," ujarnya dikutip dari Antara, Kamis (8/8/2024).
Menurut dia, daripada terus melakukan impor beras, sebaiknya pemerintah mulai fokus untuk mengembangkan sektor pertanian dan menyerap gabah petani.
"Mendatangkan beras dari luar negeri, potensi untuk masalah administrasi, kualitas, tentunya merugikan ekonomi nasional, baik petani maupun devisa negara. Lebih baik fokus pada penyerapan gabah," ujarnya.
Sebelumnya, Studi Demokrasi Rakyat (SDR) melaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dugaan penggelembungan harga beras impor dari Vietnam serta kerugian negara akibat demurrage di Pelabuhan.
Meski demikian, belum ada perkembangan lanjutan terkait penanganan kasus tersebut, karena penyelidikan yang dilakukan oleh KPK masih bersifat rahasia.
Dugaan kerugian demurrage senilai Rp294,5 miliar muncul karena impor terhambat oleh dokumen pengadaan impor yang tidak layak dan lengkap, sehingga menimbulkan biaya denda peti kemas di sejumlah wilayah kepabeanan tempat masuknya beras impor.
Sementara itu, Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi mengatakan mekanisme lelang impor sudah dilaksanakan secara terbuka dan ketat, yang diawali dengan pengumuman bahwa Perum Bulog akan membeli sejumlah beras dari luar negeri.
Para peminat lelang tersebut biasanya tercatat mencapai 80-100 importir. Namun, perusahaan yang mengikuti proses lelang lanjutan umumnya hanya mencapai 40-50 perusahaan, seiring dengan seleksi ketat yang telah diterapkan Perum Bulog.
Pakar Sebut Kasus Demurrage Tidak Terjadi Bila Pengadaan Telah sesuai
Ekonom Konstitusi Defiyan Cori mengatakan dugaan kasus denda impor beras (demurrage) tidak akan muncul apabila pengadaan barang telah berjalan sesuai tata kelola yang berlaku.
Menurut dia, pengadaan beras impor tidak seharusnya tertahan karena hal teknis di Pelabuhan, apalagi komoditas tersebut dibutuhkan untuk penguatan ketahanan pangan di masyarakat.
"Jika memang demurrage terkait komoditas beras impor yang dilakukan atas jaminan pemerintah, maka seharusnya denda tidak diberlakukan apalagi alasan bersandar lebih lama di pelabuhan disebabkan oleh hal-hal teknis pelabuhan," ujarnya seperti dilansir Antara.
Menurut dia, demurrage akan dikenakan apabila agen pelayaran menemukan bukti formal bahwa penyewa kapal tidak bisa memberikan bukti kuat terkait komoditas impor tersebut.
"Denda dapat dikenakan apabila agen pelayaran menemukan bukti formal bahwa penyewa kapal memberikan bukti tidak kuat terkait komoditas impor yang di-underlying pemerintah tersebut," ujarnya.
Ia pun menduga adanya manipulasi dalam kebijakan impor beras tersebut, apalagi lamanya barang yang tertahan di Pelabuhan turut berpotensi merugikan keuangan negara.
Advertisement
Dilaporkan ke KPK
Sebelumnya, Studi Demokrasi Rakyat (SDR) melaporkan Perum Bulog dan Bapanas kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu (3/7), atas dugaan penggelembungan harga beras impor dari Vietnam serta kerugian negara akibat demurrage di Pelabuhan.
Meski demikian, belum ada perkembangan lanjutan terkait penanganan kasus tersebut, karena penyelidikan yang dilakukan oleh KPK masih bersifat rahasia.
Dugaan kerugian demurrage senilai Rp294,5 miliar muncul karena impor terhambat oleh dokumen pengadaan impor yang tidak layak dan lengkap, sehingga menimbulkan biaya denda peti kemas di sejumlah wilayah kepabeanan tempat masuknya beras impor.
Sementara itu, Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi mengatakan mekanisme lelang impor sudah dilaksanakan secara terbuka dan ketat, yang diawali dengan pengumuman bahwa Perum Bulog akan membeli sejumlah beras dari luar negeri.
Para peminat lelang tersebut biasanya tercatat mencapai 80-100 importir. Namun, perusahaan yang mengikuti proses lelang lanjutan umumnya hanya mencapai 40-50 perusahaan, seiring dengan seleksi ketat yang telah diterapkan Perum Bulog.