Sukses

OJK Catat Klaim Asuransi Komersial Sentuh Rp108,90 triliun hingga Juni 2024

Selain asuransi komersial, OJK menyatakan, asuransi umum dan reasuransi juga terjadi kenaikan klaim 15,05 persen YoY.

Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat klaim asuransi komersial meningkat 2,27 persen secara tahunan sebesar Rp108,90 triliun hingga Juni 2024.

"Sampai dengan Juni 2024, klaim asuransi komersial mencatatkan  kenaikan sebesar Rp2,42 triliun  atau 2,27 persen yoy ke posisi Rp108,90 triliun," kata Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Ogi Prastomiyono, dalam keterangan tertulisnya, Jumat (9/8/2024).

Hal yang sama juga dialami pada asuransi umum dan reasuransi terjadi kenaikan klaim sebesar Rp4,05 triliun (15,05 persen yoy). Lini usaha dengan peningkatan klaim terbesar adalah Kredit sebesar dengan kenaikan klaim mencapai Rp2,09 triliun (29,75 persen yoy).

Sebaliknya, klaim pada asuransi jiwa justru menurun sebesar Rp1,64 triliun (-2,06 persen yoy). Sementara dari sisi premi, sampai dengan Juni 2024 premi asuransi komersial tercatat mencapai Rp165,18 triliun atau tumbuh sebesar Rp15,10 triliun (10,06 persen yoy).

"Secara umum, meskipun terdapat peningkatan klaim, pertumbuhan premi asuransi komersial masih lebih tinggi," ujarnya.

Adapun Ogi menyampaikan, aset industri asuransi di Juni 2024 mencapai Rp1.126,26 triliun atau naik 1,14 persen yoy dari posisi yang sama di tahun sebelumnya, yaitu Rp1.113,58 triliun.

Dari sisi asuransi komersil, total aset mencapai Rp907,39 triliun atau naik 2,38 persen yoy. Kemudian, kinerja asuransi komersil berupa akumulasi pendapatan premi mencapai Rp165,18 triliun, atau naik 8,46 persen yoy, yang terdiri dari premi asuransi jiwa yang tumbuh sebesar 2,29 persen yoy dengan nilai sebesar Rp87,99 triliun, dan premi asuransi umum dan reasuransi tumbuh 16,46 persen yoy dengan nilai sebesar Rp77,20 triliun.

"Secara umum permodalan di industri asuransi komersil tetap solid, dengan industri asuransi jiwa dan asuransi umum mencatatkan Risk Based Capital (RBC) masing-masing sebesar 431,43 persen dan 320,70 persen, jauh di atas threshold sebesar  120 persen," pungkasnya.

 

2 dari 4 halaman

Asuransi dan Pinjol Wajib Laporkan Data Nasabah ke SLIK

Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan aturan baru mengenai Sistem Informasi Debitur. Terdapat lima pihak baru yang wajib melapor dalam Sistem Informasi Debitur ini.

Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK Aman Santosa menjelaskan, OJK baru saja merilis Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 18/POJK.03/2017 Tentang Pelaporan dan Permintaan Informasi Debitur Melalui Sistem Layanan Informasi Keuangan (POJK SLIK) dalam rangka memperkuat dan mengembangkan sektor jasa keuangan serta infrastruktur pasar keuangan.

"Perubahan kedua POJK SLIK mengatur perluasan cakupan pelapor SLIK ditambah lima," jelas dia dalam keterangan tertulis, Kamis (8/8/2024).

Kelima pihak yang wajib melapor tersebut yaitu:

1.    Perusahaan Asuransi yang memasarkan produk asuransi kredit dan/atau suretyship;

2.    Perusahaan Asuransi Syariah yang memasarkan produk asuransi pembiayaan syariah dan/atau suretyship syariah;

3.    Perusahaan Penjaminan;

4.    Perusahaan Penjaminan Syariah; dan

5.    Penyelenggara Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI/Fintech Peer to Peer Lending) atau sering disebut pinjol.

 

3 dari 4 halaman

Dukung Industri Jasa Keuangan

Dalam aturan baru tersebut ditentukan bahwa batas waktu menjadi pelapor paling lama satu tahun sejak POJK SLIK ini diundangkan.

Untuk diketahui, sebelumnya pihak yang wajib menjadi Pelapor SLIK adalah:

1.    Bank Umum;

2.    Bank Perekonomian Rakyat;

3.    Bank Perekonomian Rakyat Syariah;

4.    Lembaga Pembiayaan yang memberikan Fasilitas Penyediaan Dana;

5.    Perusahaan Efek yang menjalankan kegiatan usaha sebagai perantara pedagang efek;

6.    Lembaga Pendanaan Efek;

7.    Lembaga Jasa Keuangan (LJK) lainnya yang memberikan Fasilitas Penyediaan Dana meliputi lembaga pembiayaan ekspor Indonesia, pergadaian, perusahaan pembiayaan sekunder perumahan, dan perusahaan pembiayaan untuk pengembangan infrastruktur, koperasi, usaha kecil, dan menengah

8.    LJK yang diwajibkan menjadi Pelapor sesuai dengan Peraturan OJK.

Aman menjelaskan,dengan adanya penambahan pihak yang wajib menyampaikan informasi pendukung aktivitas penyediaan dana pada SLIK, informasi terkait debitur akan menjadi lebih komprehensif dan mendukung industri jasa keuangan dalam melakukan manajemen risiko kredit atau pembiayaan dan/atau risiko asuransi atau penjaminan, serta kegiatan lainnya untuk mendukung pelaksanaan kegiatan usaha pada LJK.

4 dari 4 halaman

Klaim Asuransi Kesehatan Naik 294%, Apa Penyebabnya?

Hingga tahun 2024, tren peningkatan klaim asuransi kesehatan terus berlanjut. Data Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) menunjukkan bahwa dalam periode Januari-Maret 2024, industri asuransi jiwa telah mengeluarkan klaim kesehatan sebesar Rp596 triliun.

Fauzi Arfan, Ketua Bidang Produk Manajemen Risiko GCG AAJI, menyatakan bahwa meski total klaim asuransi jiwa menurun di awal 2024, klaim asuransi kesehatan justru melonjak drastis.

“Dari Januari hingga Maret 2024, industri asuransi jiwa membayar total klaim sebesar Rp4.293 triliun, turun 58% dibandingkan periode yang sama tahun 2023. Namun, klaim asuransi kesehatan meningkat 294% mencapai Rp596 triliun,” ungkap Fauzi saat konferensi pers AAJI, ditulis Jumat (26/7/2024).

Mayoritas klaim kesehatan berasal dari produk individu, mencapai Rp389 triliun, naik 34% dari tahun sebelumnya. Klaim kesehatan kelompok juga mengalami kenaikan 21%, dengan total Rp207 triliun.

“Saat ini, rasio klaim kesehatan terhadap pendapatan premi sudah mencapai 97%, yang terus meningkat seiring dengan tingginya klaim kesehatan,” tambah Fauzi.

Kontribusi Inflasi Biaya Medis

Direktur Eksekutif AAJI, Togar Pasaribu, menambahkan bahwa inflasi biaya medis yang signifikan setiap tahun berkontribusi pada tingginya klaim kesehatan.

Oleh karena itu, industri asuransi kesehatan harus lebih berhati-hati dengan menetapkan syarat dan ketentuan yang lebih ketat serta menyasar segmen pasar dengan risiko lebih rendah.

“Inflasi medis memaksa perusahaan asuransi menyesuaikan harga premi. Namun, AAJI merekomendasikan rumah sakit yang bekerja sama dengan perusahaan asuransi untuk meminimalkan dampak penyesuaian ini,” jelas Togar.

Laporan Mercer Marsh Benefit (MMB) Health Trends 2024 memprediksi inflasi medis akan mencapai 13% tahun ini, jauh di atas inflasi nasional yang 2,61% pada 2023 dan target inflasi 2024 sebesar 2,5±1%.

Dengan inflasi biaya medis yang tinggi, klaim kesehatan diperkirakan akan tetap tinggi seperti tahun 2023, sekitar Rp20 triliun. Selain inflasi medis, peningkatan rawat inap dan overtreatment juga memperbesar klaim kesehatan.