Liputan6.com, Jakarta - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) melakukan pemutakhiran Pendataan Keluarga (PK) pada 1 Agustus-31 Agustus 2024. Pemutakhiran data ini juga dilakukan untuk menekan stunting dan angka kemiskinan ekstrem.
Adapun pemutakhiran data ini menyasar 15.738.235 Keluarga di 14.337 desa/kelurahan. Hal itu disampaikan Kepala BKKBN dr Hasto Wardoyo, dalam acara Ngopi Bersama Rekan Media di Kantor BKKBN Pusat, Jakarta, Jumat (9/8/2024). "BKKBN berupaya mengenali Keluarga Indonesia dengan pendekatan melalui data," tutur dia.
Baca Juga
Pada pelaksanaan pemutakhiran data 2024 terdapat penambahan variabel baru yaitu variabel disabilitas. Variabel ini untuk mendapatkan informasi secara lebih inklusif bagi keluarga yang memiliki anggota keluarga dengan disabilitas.
Advertisement
"Mulai tahun ini, semua anggota keluarga akan didata dengan lebih detail terkait informasi disabilitas," kata dia.
Selain itu, Kementerian PPN/Bappenas mempercayakan Pengumpulan Data Early Child Development Index (ECDI) agar diukur melalui pemutahiran Pendataan Keluarga 2024 oleh BKKBN.
Melalui ECDI, akan diketahui potret dari tumbuh kembang seorang anak yang menekankan pada pengukuran pertumbuhan anak secara fisik diukur melalui tinggi badan hingga perkembangan kecerdasan anak.
"ECDI ini memiliki keterkaitan yang erat dengan stunting dari perkembangan fisik anak," ujar dia.
Atas penambahan sejumlah variabel tersebut, BKKBN meyakini pemutakhiran Pendataan Keluarga (PK) akan membantu pemerintah dalam mengatasi jumlah stunting. Mengingat, tersedianya informasi data mengenai tumbuh kembang anak terbaru.
"Nantinya, semakin lengkap dalam informasi mengenai tumbuh kembang anak, untuk ketepatan perencanaan suatu intervensi yang dilaksanakan pemerintah," tutur Hasto.
Secara luas, hasil pemutakhiran data oleh BKKBN ini juga dapat digunakan pemerintah untuk menekan angka kemiskinan ekstrem. Saat ini, Kemenko PMK telah memanfaatkan data PK sebagai basis data Pensasaran Percepatan Penurunan Kemiskinan EKtrem (P3KE).
"Saat ini, pendataan keluarga menjadi backbone atau tulang punggung untuk mengetahui kelompok masyarakat yang miskin sekali dan kaya sekali. Kita mendorong masyarakat atau lembaga nantinya menggunakan data yang benar untuk melahirkan kebijakan," ujar Hasto.
Reporter: Sulaeman
Sumber: Merdeka.com
Terganjal Pandemi COVID-19
Sebelumnya, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Suharso Monoarfa mengaku berat menuntaskan tugas Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang ingin kemiskinan ekstrem hilang pada 2024.
Sebab, upaya tersebut terganjal pandemi Covid-19, juga khusus program penghapusan kemiskinan ekstrem baru ada pada 2021.
"Deviasi target terjadi mulai 2021 karena adanya Covid-19," kata Suharso saat Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR RI di Gedung Parlemen, Jakarta Pusat, Senin, 19 Juni 2024.
Hal ini tidak terlepas dari akurasi data yang data yang dimiliki pemerintah. Suharso menyebut data pemerintah terkait penerima program pengentasan kemiskinan masih rendah.
Terlebih dalam Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan datanya menurun. Tahun 2020 tercatat 48 persen, tahun 2021 turun menjadi 43 persen dan pada 2022 hanya 41 persen.
"Memang untuk mencapai target ini akurasi data penerima program masih rendah bahkan menurun," ujar dia.
Advertisement
Ini Isi Asumsi Makro dan Postur APBN Pertama Prabowo-Gibran, Kemiskinan Ekstrem Dibabat Habis
Sebelumnya, Komisi XI DPR RI menyetujui asumsi dasar ekonomi makro dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025. Ini jadi anggaran pertama pemerintahan Presiden terpilih Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka atau Prabowo-Gibran.
Persetujuan itu dilakukan dalam Rapat Kerja Komisi XI DPR RI dengan pemerintah. Sejumlah pejabat yang hadir dalam pembahasan asumsi dasar ekonomi makro ini diantaranya Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Suharso Monoarfa.
Lalu, ada Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar, Plt Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggat Widyasanti, serta Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo.
Tanda sepakatnya pemerintah dan DPR ditunjukkan dengan diketuknya palu oleh Ketua Komisi XI DPR RI, Kahar Muzakir.
"Disepakati? Oke, kalau setuju, saya ketok," ujar Kahar dalam Rapat Kerja tersebut, Kamis (6/6/2024).
Menkeu Sri Mulyani turut menanggapi hasil persetujuan itu. Menurutnya, atas kesepakatan pemerintah dan legislatif, diharapkan bisa menjadi awalnyang baik bagi acuan penyusunan APBN 2025 nanti.
"Terima kasih atas masukan-masukan baik dan semoga ini menjadi awal yang baik dan kredibel bagi APBN 2025," kata dia.
Diketahui, dalam rapat kerja dengan agenda pengambilan keputusan asumsi dasar ekonomi makro untuk RAPBN 2025 ini, disampaikan hasil-hasil rapat panitia kerja (panja) yang sudah dilaksanakan sebelumnya.
Rincian Asumsi Dasar Ekonomi Makro
Adapun, asumsi dasar ekonomi makro yang disepakati meliputi pertumbuhan ekonomi, inflasi, nilai tukar, hingga suku bunga SBN tenor 10 tahun. Berikut rinciannya:
Asumsi Dasar Ekonomi Makro RAPBN 2025
Pertumbuhan ekonomi: 5,1-5,5 persen year-on-year
Inflasi: 1,5-3,5 persen year-on-year
Nilai Tukar Rupiah: Rp 15.300 - Rp 15.900 per dolar AS
Tingkat Suku Bunga SBN 10 Tahun: 6,9-7,2 persen
Target Pembangunan RAPBN 2025
Tingkat Pengangguran Terbuka: 4,5-5 persen
Tingkat Kemiskinan: 7-8 persenKemiskinan Ekstrem: 0 persen
Gini Rasio (Indeks): 0,379-0,382
Indeks Modal Manusia (Indeks): 0,56
Indikator PembangunanNilai Tukar Petani (Indeks): 115-120
Nilai Tukar Nelayan (Indeks): 105-108
Sri Mulyani: Inflasi Pangan jadi Tantangan Capai Target 0% Kemiskinan Ekstrem pada 2024
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan, pihaknya tetap waspada terhadap komponen inflasi terutama dari faktor pangan.
Sri Mulyani mengatakan, kecenderungan volatilitas pangan yang memberikan kontribusi terhadap inflasi harus selalu diperhatikan, baik karena faktor musim seperti El Nino yang terjadi akibat perubahan iklim dan juga dari faktor permintaan.
Salah satu pangan yang menjadi perhatian Pemerintah dalam beberapa waktu terakhir, adalah beras.
“Bahkan tadi juga sedang dirapatkan oleh Bapak Presiden (Joko Widodo) yang menggambarkan juga bahwa kenaikan dari harga beras, baik karena pupuk juga harganya melonjak dengan adanya perang di Ukraina dan juga nilai tukar dalam hal yang mengalami perubahan, juga dari sisi faktor musim yang menjadi faktor penentu terhadap produksi dalam negeri dan secara global,” ungkap Sri Mulyani dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR, disiarkan pada Selasa (19/3/2024).
Maka dari itu, lanjut Sri Mulyani, pemerintah telah melakukan langkah dengan pengadaan beras luar negeri melalui impor, juga melakukan stabilisasi melalui intervensi dari distribusi harga pangan.
Kemiskinan Ekstream
Langkah-langkah ini dilakukan karena harga pangan akan sangat menentukan sekali terhadap kemiskinan, yang ditargetkan pemerintah untuk menekan angka kemiskinan ekstrem hingga 0 persen pada akhir tahun 2024.
“Jadi ini menjadi salah satu tantangan,” kata Menkeu.
“Meskipun headline inflation dan terutama juga Core inflation-nya masih relatif rendah, namun harus mewaspadai terhadap komponen inflasi yang berasal dari pangan yang pasti akan menggerus terutama kelompok paling miskin ini yang harus kita lihat terhadap tujuan pemerintah untuk menurunkan kemiskinan terutama ekstrim pada level mendekati 0 persen,” imbuhnya.
Advertisement