Sukses

Biaya Denda Impor Berpotensi Bikin Negara Rugi, Apa Kata Ekonom?

Ekonom Senior Drajad Wibowo mengingatkan pentingnya audit keuangan untuk mengungkap dugaan kasus demurrage atau biaya denda impor yang berpotensi merugikan keuangan negara.

Liputan6.com, Jakarta Ekonom Senior Drajad Wibowo mengingatkan pentingnya audit keuangan untuk mengungkap dugaan kasus demurrage atau biaya denda impor yang berpotensi merugikan keuangan negara.

Menurut dia, audit keuangan tersebut diperlukan mengingat nilai demurrage, akibat adanya peti kemas yang tertahan di Pelabuhan tersebut, tidak wajar dan cukup tinggi untuk pengadaan impor beras.

"Yang menjadi masalah adalah ketika demurrage-nya terlalu tinggi atau mahal dalam situasi normal. Sebaiknya BPK, BPKP atau auditor investigator independen ditugaskan melakukan pemeriksaan audit," ujarnya dikutip dari Antara, Sabtu (10/8/2024).

Ia memastikan audit keuangan itu nantinya bisa menjadi bukti permulaan atau sebagai pintu masuk bagi penegak hukum untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut.

"Demikian akan diketahui demurrage-nya wajar atau di luar kewajaran. Jika memang nanti dari pemeriksaan audit ditemukan bukti permulaan yang kuat, baru aparat hukum masuk," ujarnya.

Ia menduga kasus biaya denda impor ini terjadi karena adanya pelanggaran tata kelola dalam pengadaan impor beras, yang bisa disebabkan karena kompetensi SDM yang rendah atau ada perilaku korupsi.

"Faktor manusianya bisa karena kompetensi yang rendah, tapi bisa juga karena KKN. Efek selanjutnya adalah ekonomi biaya tinggi. Dalam kasus beras akhir-akhir ini, beras menjadi terlalu mahal bagi konsumen," katanya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Cegah Kasus Demurrage, Petani Minta Impor Beras Disetop

Ketua Umum Serikat Petani Indonesia Henry Saragih mengharapkan impor beras tidak perlu dilakukan karena pengadaan dalam negeri telah mencukupi dan tidak berisiko untuk melahirkan pelanggaran administrasi.

Ia menjelaskan prosedur impor beras saat ini masih memerlukan rantai administrasi yang panjang, sehingga terkadang justru menyulitkan dalam proses tata kelola pengadaan.

"Kalau kita, yang pasti, impor beras tidak perlu ada. Karena persoalan impor ini kan panjang," ujarnya dikutip dari Antara, Kamis (8/8/2024).Menurut dia, daripada terus melakukan impor beras, sebaiknya pemerintah mulai fokus untuk mengembangkan sektor pertanian dan menyerap gabah petani.

"Mendatangkan beras dari luar negeri, potensi untuk masalah administrasi, kualitas, tentunya merugikan ekonomi nasional, baik petani maupun devisa negara. Lebih baik fokus pada penyerapan gabah," ujarnya.

Sebelumnya, Studi Demokrasi Rakyat (SDR) melaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dugaan penggelembungan harga beras impor dari Vietnam serta kerugian negara akibat demurrage di Pelabuhan.

Meski demikian, belum ada perkembangan lanjutan terkait penanganan kasus tersebut, karena penyelidikan yang dilakukan oleh KPK masih bersifat rahasia.

Dugaan kerugian demurrage senilai Rp294,5 miliar muncul karena impor terhambat oleh dokumen pengadaan impor yang tidak layak dan lengkap, sehingga menimbulkan biaya denda peti kemas di sejumlah wilayah kepabeanan tempat masuknya beras impor.

Sementara itu, Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi mengatakan mekanisme lelang impor sudah dilaksanakan secara terbuka dan ketat, yang diawali dengan pengumuman bahwa Perum Bulog akan membeli sejumlah beras dari luar negeri.

Para peminat lelang tersebut biasanya tercatat mencapai 80-100 importir. Namun, perusahaan yang mengikuti proses lelang lanjutan umumnya hanya mencapai 40-50 perusahaan, seiring dengan seleksi ketat yang telah diterapkan Perum Bulog.

3 dari 3 halaman

Pakar Sebut Kasus Demurrage Tidak Terjadi Bila Pengadaan Telah sesuai

Ekonom Konstitusi Defiyan Cori mengatakan dugaan kasus denda impor beras (demurrage) tidak akan muncul apabila pengadaan barang telah berjalan sesuai tata kelola yang berlaku.

Menurut dia, pengadaan beras impor tidak seharusnya tertahan karena hal teknis di Pelabuhan, apalagi komoditas tersebut dibutuhkan untuk penguatan ketahanan pangan di masyarakat.

"Jika memang demurrage terkait komoditas beras impor yang dilakukan atas jaminan pemerintah, maka seharusnya denda tidak diberlakukan apalagi alasan bersandar lebih lama di pelabuhan disebabkan oleh hal-hal teknis pelabuhan," ujarnya seperti dilansir Antara.

Menurut dia, demurrage akan dikenakan apabila agen pelayaran menemukan bukti formal bahwa penyewa kapal tidak bisa memberikan bukti kuat terkait komoditas impor tersebut.

"Denda dapat dikenakan apabila agen pelayaran menemukan bukti formal bahwa penyewa kapal memberikan bukti tidak kuat terkait komoditas impor yang di-underlying pemerintah tersebut," ujarnya.

Ia pun menduga adanya manipulasi dalam kebijakan impor beras tersebut, apalagi lamanya barang yang tertahan di Pelabuhan turut berpotensi merugikan keuangan negara.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.