Sukses

RI Cetak Rekor Aliran Investasi Asing Tertinggi di Asia Tenggara

Kenaikan perdagangan antar regional, investasi dan konsumsi domestik mampu menopang pertumbuhan di kawasan Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) pada tahun 2012, meski pemulihan ekonomi dunia mengalami kemunduran.

Kenaikan perdagangan antar regional, investasi dan konsumsi domestik mampu menopang pertumbuhan di kawasan Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) pada 2012, meski pemulihan ekonomi dunia mengalami kemunduran.
 
Hal ini sesuai dengan penelitian terbaru APEC Policy Support Unit yang dipresentasikan dalam pertemuan para Menteri Perdagangan di Surabaya, Jawa Timur. 
 
Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) di akhir Desember 2012 melambat menjadi 3,2% dari tahun sebelumnya sebesar 3,9%.

Walaupun PDB riil di kawasan APEC bertumbuh sekitar 4,1% pada tahun lalu, permintaan impor dari Eropa dan Amerika Serikat (AS) melemah. Akibatnya, negara-negara anggota APEC mengalami pertumbuhan ekonomi bervariasi. 
   
"Pertumbuhan PDB di negara industri baru Asia menurun tajam menjadi 1,7% pada 2012 atau kurang dari setengah tingkat pertumbuhan tahun sebelumnya," kata Director of APEC's Policy Support Unit, Denis Hew seperti dilansir dari laman Bernama, Minggu (21/4/2013). 
 
Dia menjelaskan, perlambatan ini disebabkan menyusutnya permintaan ekspor barang informasi teknologi (IT). Di sisi lain, beberapa negara APEC di Asia Tenggara dan Amerika Latin menikmati pertumbuhan kuat karena konsumsi domestik dan investasi yang meningkat. Sehingga mampu mengimbangi kelemahan di sektor ekspor.
 
Selain itu, aliran investasi asing atau foreign direct investment (FDI) tercatat melonjak drastis di negara Chili dan Peru dengan masing-masing sebesar 53% dan 34%. 
 
Sementara beberapa negara Asia Tenggara, termasuk Filiphina, Thailand dan Vietnam ikut menikmati peningkatan FDI. Bahkan Indonesia mampu mempertahankan investasi asing dengan raihan tertinggi atau rekor.  

Berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) di Indonesia sepanjang tahun lalu mencapai Rp 221 triliun, melonjak dari sebelumnya Rp 175,3 triliun. 
 
Lonjakan modal asing banyak mengalir ke pasar negara berkembang pada tahun lalu. Hal ini dipengaruhi karena kebijakan moneter ekspansif oleh sejumlah negara maju, dan berdampak terhadap suku bunga yang rendah dan peningkatan likuiditas. 
 
"Kondisi tersebut ternyata menimbulkan risiko untuk kawasan APEC, termasuk potensi penggelembungan harga aset," tutur APEC Secretariat's Executive Director, Alan Bollard. 
 
Kekhawatiran lain, adalah nyaris tidak adanya pertumbuhan perdagangan dunia. Pasalnya, pelemahan permintaan impor dari Eropa dan negara maju lain memukul kinerja perdagangan di 2012. 
 
Di wilayah APEC, nilai ekspor hanya tumbuh tipis 2,6% pada tahun lalu sebesar US$ 8,7 triliun. Berbanding jauh dengan pertumbuhan di 2011 yang mencapai 17,2%.

Namun angka perdagangan antar negara APEC cukup menggembirakan dengan pertumbuhan sebesar 3,9% atau telah mengungguli seluruh dunia yang berkontraksi sebesar 1,8%. 
 
"Ketidakpastian dan pemulihan ekonomi dunia yang tidak merata menimbulkan kekhawatiran bagi wilayah Asia Pasifik. Tantangan ke depan adalah menolak proteksionisme antar kawasan dan global," papar Bollard.   
 
Kesimpulannya, Hew menegaskan, negara APEC harus mempertahankan momentum perdagangan bebas, sehingga menjadi strategi untuk menjamin kelanjutan pertumbuhan masing-masing negara dalam jangka panjang. (Fik/Nur)
    Video Terkini