Sukses

Pilkada Serentak 2024 Sudah Sedot Duit Negara Rp 34,57 Triliun

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyampaikan realisasi anggaran yang disalurkan melaui Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) untuk penyelenggaraan pemilihan daerah (Pilkada) serentak tahun 2024 mencapai Rp34,57 triliun hingga 6 Agustus 2024.

Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyampaikan realisasi anggaran yang disalurkan melaui Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) untuk penyelenggaraan pemilihan daerah (Pilkada) serentak tahun 2024 mencapai Rp34,57 triliun hingga 6 Agustus 2024.

Capaian tersebut sudah 92 persen dari total anggaran yang ditetapkan yakni sebesar Rp37,52 triliun. Menkeu, menyebut masing-masing Pemerintah Daerah sudah menggelontorkan anggaran hibah kepada Kemenkeu, yang nantinya akan disalurkan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu).

 

"Jadi untuk Pilkada ini, Pemerintah Daerah sudah mengeluarkan Rp34,57 triliun dari APBD-nya, dihibahkan ke pusat, ke Kemenkeu. Kemenkeu langsung menyalurkan ke KPU dan Bawaslu, sampai dengan 6 Agustus. Nanti total overall yang sudah ada naskah perjanjian akan ada anggaran Rp37,52 triliun,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa, (13/8/2024).

Adapun rinciannya, realisasi anggaran hibah yang telah disalurkan Kemenkeu kepada KPU sebesar Rp26,85 triliun atau sudah mencapai 93 persen dari total anggaran Rp28,76 triliun.

Kemudian, realisasi anggaran hibah yang telah disalurkan untuk Bawaslu sebesar Rp7,72 triliun atau sekitar 88 persen dari total anggaran untuk Bawaslu yakni Rp8,75 triliun.

"Jadi seolah-olah pemerintah daerah ngasih ke (Pemerintah Pusat) pusat, tapi itu sebetulnya untuk Pemilu di daerah mereka masing-masing,” ujarnya.

Lebih lanjut, berdasarkan koordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), akan dilakukan juga intercept Treasury Deposit Facility (TDF), Dana Alokasi Khusus (DAK) atau Dana Bagi Hasil (DBH) bagi Pemda yang belum menyelesaikan kewajibannya.

"Untuk daerah-daerah yang belum menyelesaikan kewajiban, nanti kita akan langsung intercept. Artinya kan tiap bulan Kemenkeu transfer ke daerah, kalau mereka sudah ada naskah tapi belum juga transfer, padahal Pilkadanya sudah dekat dan ada persiapan, kami akan langsung memotong transfer yang akan kita transfer kepada masing-masing daerah," pungkas Sri Mulyani.

2 dari 4 halaman

Sri Mulyani Kumpulkan Pajak Rp 1.045 triliun per Juli 2024, Ini Rinciannya

Sebelumnya, Kementerian Keuangan mencatat realisasi penerimaan pajak hingga dengan Juli 2024 baru mencapai Rp1.045,32 triliun atau 52,56 persen dari target.

"Penerimaan pajak mengalami perlambatan dengan capaian Rp52,56 persen dari target APBN 2024," kata Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Selasa (13/8/2024).

Bendahara negara ini mengakui perlambatan capaian pajak itu mulai dirasakan pada Maret, April, Mei hingga Juli 2024. Adapun empat komponen penerimaan PPh non migas mencapai Rp593,76 triliun atau sekitar 55,84 persen dari target.

"Untuk goodnews PPN dan PPnBM mencapai Rp402,16 triliun, artinya 49,57 persen dari target secara bruto PPN dan PPnBM tumbuh 7,34 persen. Artinya sebetulnya ekonomi tumbuh walau nanti ada beberapa restitusi yang menyebabkan penerimaan netonya mungkin mengalami negatif tapi dari sisi bruto tumbuh sudah cukup baik di 7,4," ujar Menkeu.

Kemudian, untuk PPh migas diperoleh Rp39,32 triliun atau 51,49 persen dari target dengan brutonya negatifnya 13,2. Perolehan tersebut didukung oleh lifting minyak yang mengalami kontraksi.

"Kalau kita lihat yang migas karena lifting minyak, jadi kalau produksi minyak kita walau harga minyak naik tapi kita lihat lifting minyak kita mengalami kontraksi atau terus alami penurunan tidak pernah capai target APBN," ujar Menkeu.

Selanjutnya, untuk pajak lainnya tercatat Rp10,07 triliun atau 26,7 persen dengan pertumbuhan bruto 4,14 persen.

"Jadi, kalau kita liat akumulasi perkembangan penerimaan pajak kita sekarang sudah di 52,56 persen atau di Rp1.045,32 triliun. Kita liat terjadi kenaikan yang kita harapkan momentumnya akan terjaga di 6 bulan terakhir ini," pungkas Menkeu.

3 dari 4 halaman

Realisasi Pembiayaan Utang hingga Juli 2024 Baru Rp 266,3 Triliun

Pemerintah melalui Kementerian Keuangan mencatat realisasi pembiayaan utang hingga Juli 2024 baru mencapai Rp266,3 triliun dari APBN.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, menyampaikan pada APBN 2024 pihaknya telah mempersiapkan anggaran Rp648,1 triliun untuk pembiayaan utang. Namun, baru terealisasi sebesar 41,4 persen hingga Juli tahun ini.

“Walaupun APBN sudah membuat posturnya seperti itu, dari pembiayaan utang yang Rp648 triliun, sampai 31 Juli baru realisasi Rp266,3 triliun," jelas Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa di Kantor Kementerian Keuangan, Selasa (13/8/2024).

Bendahara negara ini menyebut, bila dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu, terlihat ada pertumbuhan dimana pada Juli 2023 realisasi pembiayaan utang hanya sebesar Rp195 triliun.

Kata Sri Mulyani, rendahnya realisasi pembiayaan utang pada tahun 2023 memang disengaja. Hal itu disebabkan melonjaknya harga komoditas. Kendati begitu, saat ini kembali dinaikkan lantaran semua komoditas sudah kembali normal.

"Hingga memang defisitnya diperkirakan pasti lebih tinggi dari 2023. Ini mulai terlihat dari pembiayaan kita," ujarnya.

Adapun untuk rinciannya, realisasi pembiayaan utang sebesar Rp266,3 triliun dialokasikan untuk dua pembiayaan yaitu surat berharga negara alias SBN (neto) sebesar Rp253 triliun dan pinjaman (neto) sebanyak Rp13,3 triliun.

 

4 dari 4 halaman

Mimpi Buruk Indonesia Sudah Dimulai, Ini Ramalan Sri Mulyani

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, mengatakan Indonesia sudah menjadi salah satu korban imbas perekonomian global yang bergejolak di tahun ini.

Diketahui, Indeks kinerja manufaktur atau Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur Indonesia terkontraksi di level 49,3. Kontraksi tersebut merupakan pertama kalinya selama tiga tahun terakhir.

"Aktivitas manufaktur global sudah menjadi korban pertama. Dia mengalami kontraksi pada Juli di 49,3. Amerika juga di zona kontraktif. RRT juga ada di zona kontraktif. Ini menggambarkan tadi lingkungan global yang begitu sangat tidak stabil, cenderung volatile, bahkan hostile to each other," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa Juli 2024, Selasa (13/8/2024).

Bendahara negara ini menyebut, dengan terkontraksinya PMI tersebut membuat perekonomian di dalam negeri menjadi relatif stagnan atau berhenti ditempat pada Juli 2024.

"Ini menyebabkan perekonomian menjadi relatif berhenti atau stagnan," ujarnya.

Menkeu menyampaikan, gejolak perekonomian global dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya proyeksi pelaku pasar keuangan yang menyebut Amerika Serikat akan mengalami resesi dan Fed Fund rate akan turun.

"Bahkan ada yang berspekulasi akan ada pertemuan emergency sebelum September. Ternyata kan tidak terjadi, tapi itu menunjukkan market itu begitu sangat cepatnya berubah dari sisi psikologi berdasarkan issuance data yang terjadi dan pengembangan yang terjadi dan dampaknya luar biasa sangat besar," ujarnya.

 

Video Terkini