Sukses

Dulu Ancam Ekosistem Waduk, Eceng Gondok Bisa Disulap jadi Produk Bernilai Tinggi

Waduk Rawa Pening dipilih sebagai salah satu tempat pemberdayaan usaha, karena perajin di sekitar waduk telah memanfaatkan eceng gondok yang tumbuh subur dan mengancam ekosistem waduk selama kurun waktu 20 tahun.

Liputan6.com, Jakarta Asuransi BRI Life berkolaborasi dengan perusahaan induk (BBRI) serta BRI Research Intitute, berpartisipasi aktif dalam memberdayakan UMKM di daerah. Salah satunya dengan meresmikan Rumah Pemasaran UMKM Eceng Gondok, Waduk Rawa Pening Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang. 

Kegiatan ini diharapkan akan mampu meningkatkan penjualan para perajin eceng gondok disana.

Sebelum peresmian dilakukan, telah dilaksanakan berbagai kegiatan pendukung bagi anggota UMKM, antara lain pelatihan legalitas usaha, digitalisasi keuangan dan marketing, serta pendampingan dan pembentukan pojok digital (sentra penjualan digital).

BRI Life juga memberikan bantuan berupa peralatan dan perangkat digital guna penunjang penjualan, sosialisasi asuransi serta pemberian produk asuransi mikro Pijar secara cuma-cuma kepada para peserta.

Waduk Rawa Pening

Waduk Rawa Pening dipilih sebagai salah satu tempat pemberdayaan usaha, karena perajin di sekitar waduk telah memanfaatkan eceng gondok yang tumbuh subur dan mengancam ekosistem waduk selama kurun waktu 20 tahun.  Melalui perajin UMKM di sini, eceng gondok dapat disulap menjadi produk bernilai, namun para perajin ini masih terkendala dalam memasarkan produk-produknya.

Direktur Utama BRI Life Aris Hartanto berharap, kegiatan ini mampu meningkatkan penjualan UMKM Eceng Gondok di Waduk Rawa Pening. “BRI Life secara konsisten mendukung program OJK, untuk meningkatkan literasi keuangan bagi masyarakat. Melalui kegiatan ini, BRI Life juga turut berupaya dalam meningkatkan pendapatan, khususnya bagi anggota UMKM Pengrajin Eceng Gondok Waduk Rawa Pening Semarang” paparnya.

“Melalui pendampingan yang diberikan, perajin diberikan edukasi bagaimana cara untuk menambahkan value suatu produk, dengan menambahkan background story mulai dari proses pembuatan produk, sehingga akan didapat keunikan yang lebih inovatif dan kompetitif dari setiap produk yang akan dijual nantinya," ungkap Aris dikutip Selasa (13/8/2024).

 

2 dari 4 halaman

UMKM Bengok Craft Binaan BRI Group

UMKM Bengok Craft Binaan BRI Group ini memiliki sedikitnya 30 perajin dan telah menghasilkan berbagai produk yang berbahan dasar eceng gondok seperti tikar, tas, keranjang, figura, sandal, gantungan kunci, media tanam dan lain sebagainya.

Di tangan-tangan kreatif pelaku UMKM, mereka menyulap eceng gondok menjadi produk bermanfaat dan memiliki nilai jual ekonomi tinggi, sementara pada umumnya masyarakat menganggap eceng gondok merupakan tanaman tidak berguna, atau menjadi gulma karena dapat merusak ekosistem perairan. 

Firman Setiyaji, selaku Koordinator UMKM Eceng Gondok Rawa Pening menjelaskan bahwa, produk yang dihasilkan UMKM Bengok Craft, menawarkan produk yang berbeda, yakni  unik, clasik dan etnik dan berfokus di fashion and craft, dimana produk eceng gondok yang dihasilkan tetap fungsional dan dapat dipakai sehari-hari.

Dia menuturkan, “Kita ingin membawa produk lokal eceng gondok ini dapat  masuk ke pasar global.   Untuk itu kami terus berusaha menghasilkan produk yang dapat bersaing di pasaran. Kami mengajak semua anggota perajin untuk dapat “melek” terkait kewirausahawan. Dengan mengikuti pelatihan yang diberikan BRI Life ini, harapan kami tentunya agar para perajin disini akan lebih paham, terkait managemen keuangan, pemasaran dan bagaimana bisa mengembangkan usaha untuk lebih baik ke depannya”, tutupnya. 

3 dari 4 halaman

Wisata Menara Eiffel Berbahan Bambu di Tengah Rawa Pening Semarang

Sebelumnya, siapa bilang kalau mau berkunjung ke Menara Eiffel harus ke Paris dulu? Anda bisa mengunjunginya tanpa paspor karena menara tersebut jadi objek wisata terbaru di Rawa Pening, Semarang.

Bukan dari metal, Menara Eiffel yang ini berbahan bambu petung. Material itu diperoleh dari wilayah Kabupaten Semarang, lokasi Radesa Wisata Desa Tuntang tempat menara didirikan.

"Ini untuk menunjukkan kepada dunia bahwa dari kekayaan SDA kita, khususnya bambu, kita juga bisa mendunia jika dikerjakan dengan baik dan dengan keahlian khusus. Bahkan jauh lebih indah dari Eiffel yang asli karena di tengah kota, ini di tengah rawa," ujar CEO dan founder Radesa Wisata dan The Green Farm, Didik Setiawan, kepada Liputan6.com, pekan lalu.

Proses pembuatan menara kurang lebih memakan waktu delapan bulan. Banyak pihak yang terlibat, seperti tenaga ahli bambu, Bumdes Tuntang Sejahtera, PLN Peduli, pemuda karang taruna setempat, dan alumni pondok pesantren. Sebelum dibangun, eceng gondok yang banyak mengapung di Rawa Pening dibersihkan terlebih dulu.

Bambu dipilih yang berkualitas terbaik. "Bambu yang baik yang sudah melalui pengawetan, dipotong di hari tertentu, tidak cacat, tebal, dan diameter yang lebih dari rata-rata," kata Didik.

Ia mengatakan Menara Eiffel dari Desa Tuntang dikerjakan dengan sistem panel. Dengan begitu, bagian yang rusak atau kurang baik bisa langsung diganti tanpa harus merubuhkan seluruh menara.

"(Ketahanannya) memang tidak lama. Jika perawatan baik, bisa 3--4 tahun," ungkapnya.

Menara Eiffel bambu itu menjadi penambah daya tarik desa wisata yang dikelola warga setempat. Menara tersebut menjadi proyek pembuatan replika pertama yang dikerjakan. Ia berencana akan menambah replika lainnya di masa mendatang.

4 dari 4 halaman

Paket Wisata

Wisatawan yang ke Menara Eiffel dari bambu sudah dibuka sejak Juli 2020 lalu. Pengunjung yang mau ke sana harus naik perahu dulu dari pinggir Rawa Pening.

Lewat mekanisme itulah, Didik mengklaim bisa mengatur agar jarak pengunjung tetap aman. Tujuannya apalagi kalau bukan untuk keselamatan semua pihak yang berwisata di tengah pandemi.

"Jadi kalau sudah agak banyak, enggak kita jemput lagi, nunggu kosong. Tapi, kadang juga ada yang susah. Bagi yang enggak bawa masker, kita sediakan beli Rp5000. Enggak mau pakai ya terpaksa kita tolak masuk," terang Didik soal protokol kesehatan di sana.

Di Radesa, fokus utama wisatawan adalah menikmati karya bambu dan keindahan alam rawa dan gunung-gunung yang mengelilingi 360 derajat serta menikmati hidangan ikan hasil tangkapan nelayan sekitar.  Destinasi ini dibuka untuk wisatawan umum sementara pada pukul 8 pagi hingga 5 sore. Tetapi bila sudah pembukaan resmi, tempat tersebut akan dibuka hingga pukul 21.00 WIB.

"Kalau prewedding, dari jam 6 pagi sampai jam 8," ujarnya.

Tertarik datang? Biaya tiket masuk yang dikenakan bagi pengunjung adalah Rp10 ribu per orang dengan biaya naik perahu Rp15 ribu per orang. Anda juga bisa naik ke rooftop yang terletak di puncak menara dengan membayar Rp10 ribu per orang.