Sukses

Aturan Bea Masuk Anti Dumping Keramik Tunggu Restu Sri Mulyani

Sebelumnya, pemerintah akan mengenakan bea masuk anti dumping (BMAD) hingga 200 persen pada barang-barang asal China termasuk keramik. Langkah ini merupakan salah satu jalan untuk melindungi industri lokal.

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Perdagangan (Kemendag) telah menyerahkan surat rekomendasi Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) atas keramik impor asal China kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Kepala Badan Kebijakan Perdagangan (BKPerdag) Kasan mengatakan, Kementerian Perdagangan saat ini sedang menunggu aturan Bea Masuk Anti Dumping diterbitkan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang akan ditandatangani oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani.

“Kalau keputusannya, surat rekomendasi itu sudah disampaikan ke Kemenkeu, tinggal tunggu PMK-nya,” kata Kasan saat ditemui di Hotel Borobudur Jakarta, Rabu (14/8/2024).

Sementara, terkait besarannya, BMAD akan dikenakan 40-50 persen sebagaimana disampaikan Menteri Perdaganga (Mendag) Zulkifli Hasan. Disisi lain, terakait BMAD sebesar 200 persen, masih dalam tahap rekomendasi untuk mempertimbangkan dampak ke hilirnya.

“200 persen itu kan enggak semua perusahaan rata. Itu hasil penyelidikan dari KADI untuk yang tidak kooperatif waktu itu, direkomendasi KADI 199,8%. Tapi itu kan belum jadi keputusan pemerintah. Itu baru mengikuti berapa margin yang ditemukan, belum ada pertimbangan dari pemohon gimana, dampak ke hilir gimana, ini kan keramik yang pakai gimana," ujarnya.

Sebelumnya, Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan berencana mengenakan bea masuk anti dumping (BMAD) hingga 200 persen pada barang-barang asal China. Langkah ini merupakan salah satu jalan untuk melindungi industri lokal.

Besaran bea masuk yang akan dikenakan pada barang-barang China, dijelaskan oleh Zulkifli, telah diputuskan antara 100 persen dari harga barang sampai 200 persen. Pengenaan bea masuk hingga 200 persen ini juga telah dirundingkan langsung dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam rapat terbatas beberapa waktu lalu.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Imbas Derasnya Impor, 7 Industri Keramik Ini Bangkrut

Sebelumnya, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mencatat terdapat tujuh perusahaan ubin keramik yang gulung tikar alias bangkrut. Hal itu dampak dari meningkatnya harga gas dan derasnya impor dari China.

Hal itu disampaikan Ketua Tim Kerja Pembina Industri Keramik dan Kaca Kementerian Perindustrian Ashady Hanafie dalam Diskusi INDEF terkait Menguji Rencana Kebijakan BMAD Terhadap Keramik, di Jakarta, Selasa (16/7/2024).

"Jadi, mulai parahnya itu kenapa industri keramik kita turun drop karena ada kenaikan harga gas, jadi sebelum 2015 kita jaya daya saing kita tinggi bahkan utilisasi 90 persen, setelah itu naik mulai turun drop daya saing kita rendah kalah bersaing harga dan diperparah dengan impor masuk yang murah," ujar Ashady.

Dikutip dari paparannya, Ashady menilai lonjakan impor ubin keramik yang membanjiri pasar dalam negeri terutama dari Tiongkok berimbas kepada tujuh perusahaan industri ubin keramik yang menghentikan produksinya.

Oleh karena itu, akhirnya pada tahun 2016 Kementerian Perindustrian mulai mendorong penerapan hambatan perdagangan internasional melalui trade remedies, seperti pemberlakuan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP), serta Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) untuk menjaga industri keramik dalam negeri.

3 dari 3 halaman

Daftar Perusahaan

Berikut daftar tujuh perusahaan ubin keramik yang telah berhenti produksi:

  1. PT Indopenta Sakti Teguh
  2. PT Indoagung Multiceramics Industry
  3. PT Keramik Indonesia Assosiasi - Cileungsi
  4. PT KIA Serpih Mas - Cileungsi
  5. PT Ika Maestro Industri
  6. PT Industri Keramik Kemenangan Jaya
  7. PT Maha Keramindo Perkasa.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini