Sukses

Pipa Industri Migas Mayoritas Impor, Anak Buah Menko Luhut Kasih Solusi

SKK Migas bersama Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dinilai perlu penggunaan pipa yang mampu diproduksi dalam negeri. Mencakup bagian casing maupun tubing.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi mencatat banyak pipa kebutuhan industri minyak dan gas bumi (migas) dipenuhi lewat impor. Sehingga, diperlukan sejumlah strategi untuk mendorong tingkat kandungan dalam negeri (TKDN).

Asisten Deputi Bidang Industei Maritim dan Trasnportasi,Kemenko Marves, Firdaus Manti menerangkan, TKDN untuk komoditas Oil Country Tubular Goods (OCTG) atau pipa industri migas berkisar 15-47 persen. Bisa dibilang, masih banyak yang belum memanfaatkan produk dalam negeri, disamping minimnya produk tersebut.

"Yang pertama, diperlukan peta jalan peningkatan TKDN untuk periode setelah 2025, karena tadi di Permen ESDM nomor 13 itu sampai 2025 saja, jadi berikutnya perlu disusun kembali," kata Firdaus dalam Supply Chain and National Capacity Summit 2024 di JCC Senayan, Jakarta, Kamis (15/8/2024).

Kemudian, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) bersama Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dinilai perlu penggunaan pipa yang mampu diproduksi dalam negeri. Mencakup bagian casing maupun tubing.

"Kemudian juga industri penunjang perlu meningkatkan investasi pada industri green pipe. Saat ini baru ada 2 produsen green pipe, yaitu PT Artas Energi Petrogas dan PT Rainbow Tubulars Manufacture," ucap dia.

Kedua perusahaan itu juga masih memproduksi barang dengan spesifikasi maksimal diameter 6 1/2 inchi dan material Carbon Steel. Sebagai tambahan masih terbatasnya juga produsen yang dapat melakukan heat treatment untuk menghasilkan Green Pipe High Grade diantaranya PT Citra dan PT Seamless Pipe Indonesia Jaya.

"Terkahir, ini TKDN casing dan tubing ini OCTG ini berada pada kisaran 15-47 persen sehingga masih terdapqt ruang untuk meningkatkan nilai TKDN apabila industri billet ini dapat dikembangkan di dalam negeri," paparnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Pipa Industri Migas Masih Banyak Impor

Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi mencatat masih banyak impor yang dilakukan dalam pemenuhan kebutuhan pipa di industri minyak dan gas bumi (migas). Ini tercatat dari tren impor-ekspor untuk komoditas tersebut.

Asisten Deputi Bidang Industei Maritim dan Trasnportasi, Kemenko Marves, Firdaus Manti mencatat ada 16 produsen yang memproduksi komoditas Oil Country Tubular Goods (OCTG). Dari situ, tingkat komponen dalam negeri (TKDN) bervariasi, mulai dari 15-50 persen.

Rinciannya, TKDN untuk casing masih berkisar 15-47 persen, sedangkan piping masih 15-47 persen, serta untuk accessories sebesar 15-50 persen.

"Disini memang kami pemerintah meminta para produsen untuk mensertifikatkan produknya sehingga dapat mengoptimalkan penggunaan produknya pada penggunaan barang dan jasa," ujar Firdaus dalam Supply Chain and National Capacity Summit 2024, di JCC Senayan, Jakarta, Kamis (15/8/2024).

Dia mencatat beberapa sektor yang menyerap produk OCTG tersebut. Ternyata, para pengusaha Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) masih cukup banyak melakukan impor OCTG.

"Untuk KKKS ini masih melakukam importasi sebesar 400 ribu ton produk komoditas OCTG," kata dia.

 

3 dari 3 halaman

Impor 2023 Masih Tinggi

Firdaus juga melihat pada tren beberapa tahun kebelakang yang menunjukkan banyaknya impor komoditas OCTG. Pada 2023, jumlah impornya tercatat sebesar 201.731 ton. Sedangka ekspornya hanya 70.210 ton.

"Kalau dilihat dari tren ekspor impor komoditas OCTG ini dari tahun 2018 sampai 2023, drill pipe untuk kode HS sekian dan casing tubing jumlah impornya masih lebih besar," ungkapnya.

"Nah untuk 2023 juta lonjakannya masih cukup besar importasi dibandingkan dengan ekspornya," sambung Firdaus.

Jika melihat pada beban biaya OCTG, porsi material mencakup 75,12 persen dari total dengan TKDN hanya 5,80 persen. Sedangkan, porsi lainnya seperti tenaga kerja, alat kerja, dan jasa umumnya mencapai TKDN tinggi dengan keseluruhan di atas 75 persen.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini