Sukses

Mau Ikut Lelang, Perusahaan Pendukung Migas Minta Kebut Sertifikasi TKDN

Banyak produk mesin dan alat pendukung migas yang tersertifikasi. Di sisi lain ada juga perusahaan yang mendesak prosesnya, untuk ikut dalam tender.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mencatat banyak perusahaan penyedia mesin dan alat pendukung minyak dan gas bumi (migas) meminta percepatan sertifikasi tingkat kandungan dalam negeri (TKDN). Sertifikat itu akan menjadi modal untuk mengikuti tender proyek.

Kepala Pusat Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN) Kemenperin, Heru Kustanto mengungkap banyak produk mesin dan alat pendukung migas yang tersertifikasi. Di sisi lain ada juga perusahaan yang mendesak prosesnya, untuk ikut dalam tender.

Tender itu dibuka oleh Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas). Termssuk tender pengadaan alat-alat pendukung.

"Jadi kita akan lihat nanti di belakang cukup banyak produk-produk yang sudah kami sertifikasi dan bahkan beberapa diantaranya mendesak minta segera dikeluarkan sertifikatnya karena mau ikut lelang katanya di SKK (Migas) ya, waktunya tinggal seminggu lagi. Ini banyak yang kejadian seperti ini," ungkap Heru dalam Supply Chain and National Capacity Summit 2024 di JCC Senayan, Jakarta, Kamis (15/8/2024).

Sertifikat TKDN sendiri dikeluarkan oleh Kementerian Perindustrian, serta membutuhkan waktu yang cukup lama. Heru meminta, para produsen penyedia alat itu sebaiknya mempersiapkan dari jauh hari.

Pasalnya, waktu normal yang dibutuhkan untuk sertifikasi TKDN adalah selama 22 hari. 

"Kami harapkan kedepan sih ada persiapan yang lebih baik ya karena proses sertifikasi kan membutuhkan waktu yang cukup lama juga ya paling enggak sesuai aturan itu 22 hari kerja," ucapnya.

2 dari 4 halaman

Pengadaan Rp 300 Triliun

Pada kesempatan itu, Heru mendapat informasi kalau pengadaan yang dibuka oleh SKK Migas bernilai jumbo, mencapai Rp 300 triliun.

"Ada juga di SKK Migas kami mendapatkan informasi yang cukup besar juga pengadaannya, informasinya mungkin ada plus minus ya, sekitar Rp 300 triliun, jumlah yang cukup besar," kata dia.

Dia berharap, potensi pengadaan ini bisa dimanfaatkan untuk menggunakan produk lokal. Tentunya, hal ini sejalan dengan amanat Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk meningkatkan penggunaan produk dalam negeri.

"Terus terang kami sangat mengapresiasi apa yang sudah dilakukan SKK Migas karena merupakan bagian dari kewajiban bapak ibu gang terlibat di dalam project migas ini juga menggunakan produk-produk dalam negeri," paparnya.

3 dari 4 halaman

Pipa Industri Migas Masih Banyak Impor

Sebelumnya, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi mencatat masih banyak impor yang dilakukan dalam pemenuhan kebutuhan pipa di industri minyak dan gas bumi (migas). Ini tercatat dari tren impor-ekspor untuk komoditas tersebut.

Asisten Deputi Bidang Industei Maritim dan Trasnportasi, Kemenko Marves, Firdaus Manti mencatat ada 16 produsen yang memproduksi komoditas Oil Country Tubular Goods (OCTG). Dari situ, tingkat komponen dalam negeri (TKDN) bervariasi, mulai dari 15-50 persen.

Rinciannya, TKDN untuk casing masih berkisar 15-47 persen, sedangkan piping masih 15-47 persen, serta untuk accessories sebesar 15-50 persen.

"Disini memang kami pemerintah meminta para produsen untuk mensertifikatkan produknya sehingga dapat mengoptimalkan penggunaan produknya pada penggunaan barang dan jasa," ujar Firdaus dalam Supply Chain and National Capacity Summit 2024, di JCC Senayan, Jakarta, Kamis (15/8/2024).

Dia mencatat beberapa sektor yang menyerap produk OCTG tersebut. Ternyata, para pengusaha Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) masih cukup banyak melakukan impor OCTG.

"Untuk KKKS ini masih melakukam importasi sebesar 400 ribu ton produk komoditas OCTG," kata dia.

4 dari 4 halaman

Impor 2023 Masih Tinggi

Firdaus juga melihat pada tren beberapa tahun kebelakang yang menunjukkan banyaknya impor komoditas OCTG. Pada 2023, jumlah impornya tercatat sebesar 201.731 ton. Sedangka ekspornya hanya 70.210 ton.

"Kalau dilihat dari tren ekspor impor komoditas OCTG ini dari tahun 2018 sampai 2023, drill pipe untuk kode HS sekian dan casing tubing jumlah impornya masih lebih besar," ungkapnya.

"Nah untuk 2023 juta lonjakannya masih cukup besar importasi dibandingkan dengan ekspornya," sambung Firdaus.

Jika melihat pada beban biaya OCTG, porsi material mencakup 75,12 persen dari total dengan TKDN hanya 5,80 persen. Sedangkan, porsi lainnya seperti tenaga kerja, alat kerja, dan jasa umumnya mencapai TKDN tinggi dengan keseluruhan di atas 75 persen.