Sukses

Target Pemakaian Energi Hijau Masih Jauh dari Impian, Ini Sederet Alasannya

Kementerian ESDM menyebutkan ada gap penambahan pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan pada 2025.

Liputan6.com, Jakarta - Target bauran Energi Baru Terbarukan (EBT) sebesar 23 persen pada 2025 masih butuh jalan panjang. Lantaran, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melaporkan, masih terdapat gap penambahan pembangkit berbasis EBT sebesar 7,4 Giga Watt (GW) pada 2025.

Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi mengatakan, catatan itu jadi selisih antara realisasi dengan target yang ada di dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN (Persero).

"Saya sampaikan, bahwa target bauran energi itu kan 23 persen sampai tahun depan. Tetapi capaian dari target dan realisasi itu ada gap 7,4 GW yang belum tercapai di RUPTL," ujar Eniya di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (20/8/2024).

Eniya juga menceritakan pengalaman pertemuannya dengan 20 negara yang masuk dalam kelompok Asia Pacific Economic Cooperation (APEC). Pada kesempatan itu, terungkap salah satu negara ASEAN yakni Filipina menolak untuk mempensiunkan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara.

"Ini saya baru balik dari APEC. Itu juga ada beberapa yang saling bertanya kita di ASEAN. Jadi saling bertanya di wilayah ASEAN ini kalau masalah coal retirement gimana. Kalau Filipina menolak," ungkapnya. 

Sementara negara ASEAN lainnya yakni Vietnam justru hendak mencontoh implementasi rencana Indonesia dalam program pensiun dini PLTU batu bara

"Tapi kalau Vietnam itu baru akan mencontoh Indonesia. Jika Indonesia melakukan coal retirement yang 660 (Mega Watt), mereka saya tanya, Vietnam berapa rencana coal retirement-nya? 100 Mega Watt. Jadi kecil dari kita," kata Eniya. 

"Saya nyontoh Indonesia saja, begitu kata perwakilan menterinya waktu itu. Mereka sebenarnya mau ngadain meeting lebih detil lagi, katanya minta nyontek Indonesia gimana prosesnya begitu," ia menambahkan.

 

2 dari 4 halaman

Kementerian ESDM: Peserta Perdagangan Karbon Naik jadi 146 Pembangkit

Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat terjadi peningkatan jumlah peserta dalam perdagangan karbon di Indonesia.

Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Dadan Kusdiana, mengatakan pada tahun 2023 jumlah peserta dalam perdagangan karbon ada 99 unit pembangkit batubara yang terhubung kepada jaringan PLN dengan kapasitas yang lebih besar atau sama dengan 100 Megawatt.

Untuk tahun ini jumlah peserta menjadi 146 unit, dengan adanya tambahan kapasitas unit PLTU batubara dengan kapasitas lebih besar atau sama dengan 25 Megawatt.

Jadi, kami terus meningkatkan dari sisi peserta yang ikut di dalam perdagangan karbon secara khusus untuk pembangkit tenaga listrik," kata Dadan dalam diskusi perdagangan dan bursa karbon Indonesia 2024, Selasa (23/7/2024).

Diketahui, Presiden Joko Widodo telah melaunching bursa karbon pada 26 September 2023. Kata Dadan, saat ini perdagangan karbon sedang memasuki tahun kedua atau periode terakhir dari fase yang pertama. Perdagangan karbon di subsektor ini diselenggarakan dalam 3 fase.

Fase pertama tahun 2023 dan tahun 2024. Kemudian fase kedua adalah tahun 2025 hingga tahun 2027. Fase ketiga tahun 2028 hingga 2030.

Maka dengan demikian, perdagangan karbon akan diterapkan secara bertahap ke seluruh pembangkit tenaga listrik dengan bahan bakar fosil baik yang terhubung kepada jaringan PLN maupun untuk penggunaan sendiri, seperti pembangkit untuk kepentingan sendiri dan juga pembangkit di wilayah usaha non-PLN.

Adapun Kementerian ESDM mencatat, hasil transaksi perdagangan karbon di tahun 2023 mencapai 7,1 juta ton CO2 ekuivalen atau senilai Rp84,17 miliar.

"Di mana 7,04 juta ton berasal dari transaksi perdagangan emisi melalui mekanisme langsung," pungkasnya.

 

3 dari 4 halaman

Nilai Transaksi Bursa Karbon Capai Rp 36 Miliar

Sebelumnya, Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI), Iman Rachman mengungkapkan bursa karbon telah memperdagangkan lebih dari 600 ribu ton unit karbon setara CO2 dengan total nilai transaksi melebihi Rp 36 miliar.

“Sedangkan pengguna jasa juga telah berkembang dari 16 pengguna jasa di hari pertama perdagangan menjadi hampir 70 pengguna bursa karbon,” kata Iman dalam sambutannya pada acara Diskusi & Konferensi Pers Road to SAFE 2024, Senin (22/7/2024).

Iman menambahkan, di Bursa Efek Indonesia (BEI), setidaknya 90 persen emiten tercatat sudah melaporkan laporan keberlanjutan untuk tahun 2022.

Adapun Iman menambahkan, demi mendorong perusahaan tercatat menjadi role model di pasar modal Indonesia, BEI telah menyediakan indeks saham terkait environmental, social, and governance (ESG), memberikan insentif berupa pengurangan biaya pencatatan untuk obligasi berwawasan lingkungan.

"Kemudian ada kerja sama dengan lembaga penilai ESG internasional untuk melakukan layanan ESG atas perusahaan tercatat di BEI maupun pelayanan ESG scoring bagi Bursa Efek Indonesia," jelas Iman.

Selain itu, Iman menuturkan regulator terus mendorong perusahaan untuk mengimplementasikan prinsip-prinsip keberlanjutan dalam berbisnis selaras dengan penerapan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 51/POJK.03/2017 tentang Penerapan Keuangan Berkelanjutan bagi Lembaga Jasa Keuangan, Emiten, dan Perusahaan Publik.

4 dari 4 halaman

Mengintip Potensi Pasar Perdagangan Karbon Kredit di Indonesia

Sebelumnya, Anggota Badan Hubungan Legislatif Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN Indonesia), Dede Indra Permana Soediro, menyampaikan pernyataan terkait potensi perdagangan karbon kredit di bursa karbon international. 

Mekanisme perdagangan karbon kredit saat ini telah dilakukan oleh negara-negara maju, dengan adanya insentif berbasis pasar bagi pihak yang berhasil melakukan upaya-upaya penurunan karbon. Di bursa karbon dunia pada tahun 2023 mencatat nilai perdagangan hingga USD 480 miliar atau setara Rp 8.000 triliun.

Dede  menjelaskan Indonesia mempunyai hutan tropis ketiga terbesar di dunia dengan luas area 125,9 juta hektar mampu menyerap 25 miliar ton emisi karbon. 

“Apabila Indonesia melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dapat memanfaatkan potensi perdagangan karbon kredit maka bisa dibayangkan berapa besar pemasukan negara melalui pajak dan PNBP," kata Dede dalam keterangan resmi, dikutip Minggu (21/7/2024).