Sukses

Ekonomi Thailand di Ambang Krisis

Ekspor menyumbang 70 persen perekonomian Thailand tetapi sektor manufaktur tidak dapat memenuhi permintaan pasar.

Liputan6.com, Jakarta - Thailand dikabarkan tengah berada di ambang krisis karena penurunan ekspor dan manufaktur yang tidak kompetitif.

Kabar mengenai penurunan ekonomi itu diungkapkan oleh menteri keuangan sementara Thailand, Pichai Chunhavajira.

Mengutip Channel News Asia, Rabu (21/8/2024) Pichai Chunhavajira mengungkapkan ekspor menyumbang 70 persen perekonomian Thailand tetapi sektor manufaktur tidak dapat memenuhi permintaan pasar.

"Kita tidak bisa bersaing. Kita tidak bisa beradaptasi pada waktunya," ungkap dia dalam sebuah seminar bisnis pada Rabu (21/8).

Negara dengan perekonomian terbesar kedua di Asia Tenggara ini tumbuh 2,3 persen pada periode April-Juni atau kuartal kedua 2024 dibandingkan tahun sebelumnya. Angka tersebut juga menandai peningkatan dari pertumbuhan ekonomi 1,6 persen pada kuartal sebelumnya.

Namun pertumbuhan ekonomi kuartal-ke-kuartal Thailand melambat menjadi 0,8 persen pada kuartal kedua dari ekspansi 1,2 persen pada tiga bulan sebelumnya.

Kementerian Keuangan negara itu memperkirakan pertumbuhan ekonomi Thailand akan mencapai sekitar 2,7 persen di sisa tahun 2024, setelah pertumbuhan tahun lalu sebesar 1,9 persen, tertinggal dibandingkan negara-negara lain di Asia Tenggara.

Adapun bank sentral Thailand diperkirakan akan mempertahankan suku bunga utamanya tidak berubah pada level tertinggi dalam lebih dari satu dekade sebesar 2,50 persen untuk pertemuan kelima berturut-turut pada hari Rabu (21/8).

Sementara itu, perekonomian negara tetangga Indonesia lainnya di Asia Tenggara (ASEAN), yakni Singapura tumbuh sebesar 2,9% pada periode April-Juni atau kuartal kedua 2024.

2 dari 4 halaman

Negara ASEAN dengan Jumlah Miliarder Terbanyak: Siapa Teratas?

Asia Tenggara, dengan pertumbuhan ekonominya yang pesat, telah menjadi rumah bagi sejumlah miliarder. Beberapa negara di kawasan ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) bahkan memiliki jumlah miliarder yang signifikan, menandakan kekuatan ekonomi dan peluang bisnis yang besar.

Dirangkum dari data Forbes, Selasa (20/8/2024), berikut adalah daftar negara-negara ASEAN dengan jumlah miliarder terbanyak dan faktor-faktor yang berkontribusi pada pencapaian tersebut:

1. Indonesia

Indonesia, sebagai ekonomi terbesar di ASEAN, memiliki jumlah miliarder terbanyak di kawasan ini. Jakarta, sebagai pusat ekonomi, telah menarik banyak pengusaha dan investor besar.

Industri yang menyumbang jumlah miliarder terbesar di Indonesia meliputi properti, perbankan, dan sumber daya alam seperti batu bara dan kelapa sawit.

Nama-nama seperti Budi Hartono dari Djarum Group dan Anthoni Salim dari Salim Group adalah beberapa miliarder terkenal dari Indonesia.

2. Singapura

Singapura, dengan statusnya sebagai pusat keuangan global, adalah rumah bagi banyak miliarder. Negara kota ini menarik banyak kekayaan melalui sektor keuangan, teknologi, dan real estate.

Kebijakan pajak yang menguntungkan serta stabilitas politik membuat Singapura menjadi pilihan utama bagi para miliarder di Asia dan dunia. Para miliarder seperti Eduardo Saverin, salah satu pendiri Facebook, dan keluarga Ng dari Far East Organization, adalah contoh dari individu-individu kaya yang bermukim di Singapura.

3. Thailand

Thailand juga memiliki populasi miliarder yang cukup signifikan. Bangkok, sebagai pusat bisnis dan perdagangan, adalah rumah bagi banyak pengusaha kaya. Industri yang mendominasi kekayaan di Thailand meliputi perbankan, real estate, dan barang konsumen. Keluarga Chearavanont dari Charoen Pokphand Group dan Charoen Sirivadhanabhakdi dari Thai Beverage adalah contoh miliarder terkenal di Thailand.

3 dari 4 halaman

Negara Selanjutnya

4. Filipina

Filipina telah melihat peningkatan jumlah miliarder dalam beberapa tahun terakhir, didorong oleh sektor real estate, telekomunikasi, dan ritel. Manila, sebagai ibu kota, menjadi pusat kegiatan bisnis dan investasi. Henry Sy dari SM Group dan Manuel Villar dari Vista Land & Lifescapes adalah dua miliarder yang mendominasi daftar orang terkaya di Filipina.

5. Malaysia

Malaysia juga memiliki sejumlah miliarder yang cukup besar, terutama dalam sektor perbankan, minyak kelapa sawit, dan telekomunikasi. Kuala Lumpur sebagai pusat ekonomi utama memiliki banyak pengusaha kaya, termasuk Robert Kuok, seorang taipan dalam industri gula, dan Ananda Krishnan, pengusaha media dan telekomunikasi.

4 dari 4 halaman

Ekonomi Thailand Kontraksi 0,6% pada Akhir 2023

Sebelumnya, ekonomi Thailand secara tidak terduga mengalami kontraksi pada kuartal keempat 2023.

Kontraksi pada ekonomi Thailand menambah tekanan untuk penurunan suku bunga, karena meningkatnya risiko bagi perekonomian yang didorong oleh pariwisata akibat tingginya utang rumah tangga dan perlambatan di China. Penurunan ini terjadi di tengah tekanan resesi di dua negara ekonomi utama dunia, yakni Inggris dan Jepang.

Mengutip Channel News Asia, Selasa (20/2/2024) produk domestik bruto (PDB) Thailand turun 0,6 persen pada kuartal Oktober hingga Desember 2024, berdasarkan penyesuaian musiman, kata badan perencanaan negara tersebut.

Pada periode yang sama di tahun sebelumnya, ekonomi Thailand tumbuh sebesar 1,7 persen, sedikit lebih cepat dari revisi pertumbuhan sebesar 1,4 persen pada kuartal ketiga namun lebih lambat dari perkiraan pertumbuhan sebesar 2,5 persen.

Melambatnya momentum ekonomi Thailand meningkatkan kemungkinan penurunan suku bunga pada tinjauan kebijakan bank sentral berikutnya pada 10 April mendatang, setelah bank sentral mempertahankan suku bunga tetap pada bulan ini di 2,50 persen, tertinggi dalam lebih dari satu dekade, berdasarkan hasil pemungutan suara yang terpisah.

Desakan Pemangkasan Suku Bunga

Kepala badan perencanaan Thailand, Danucha Pichayanan mengatakan pada konferensi pers kebijakan moneter harus mendukung perekonomian dan penurunan suku bunga yang cepat akan membantu.

Sebelumnya, Perdana Menteri Srettha Thavisin dan pemerintahannya telah berulang kali mendesak bank sentral untuk menurunkan suku bunga, dengan mengatakan bahwa hal tersebut merugikan konsumen dan dunia usaha dan perekonomian berada dalam krisis.

Namun, Bank of Thailand (BOT) mengatakan penurunan suku bunga tidak akan banyak membantu menghidupkan kembali perekonomian terbesar kedua di Asia Tenggara itu jika masalah struktural terus berlanjut.

Â