Sukses

Lewat Platform AZEC, Menko Airlangga Sebut Indonesia Bakal Percepat Transisi Energi

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menuturkan, pembentukan AZEC untuk mencapai netralitas karbon melalui transisi energi.

Liputan6.com, Jakarta - World Meteorological Organization (WMO) telah mengonfirmasi 2023 adalah tahun terpanas yang pernah tercatat dalam sejarah dengan suhu rata-rata global mencapai 1,45°C di atas tingkat sebelum revolusi industri.

Menanggapi krisis iklim mendesak ini, di sela-sela KTT G20 tahun 2022 Indonesia dan Jepang telah mengambil langkah maju dengan memprakarsai Asia Zero Emission Community (AZEC).

"Pembentukan AZEC bertujuan mencapai netralitas karbon melalui transisi energi praktis yang disesuaikan dengan keadaan unik masing-masing negara. Kami mendorong kerja sama berdasarkan konsep ‘satu tujuan, berbagai jalur’ dengan mengakui beragamnya struktur industri, konteks sosial, geografi, dan tahapan pembangunan di antara negara-negara mitra,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, dalam 2nd Ministerial Meeting AZEC, di Jakarta, Rabu (21/8/2024) seperti dikutip dari keterangan resmi.

Kawasan ASEAN diproyeksikan tetap menjadi mesin pertumbuhan ekonomi global dengan kebutuhan energi yang terus tumbuh, di mana pada 2019 permintaan energi akhir di ASEAN mencapai 448 juta ton dan 47% dari suplai energi tersebut berasal dari minyak bumi.

Sementara, pada 2050 di bawah skenario bisnis seperti biasa, kontribusi minyak bumi akan mencapai sekitar 32% dari total pasokan energi primer, diikuti oleh batu bara sebesar 29%.

Akan tetapi, hal tersebut dapat diantisipasi dengan diimplementasikannya proyek-proyek transisi energi rendah karbon yang diproyeksikan dapat mengurangi penggunaan bahan bakar berbasis fosil secara drastis hingga 21,6% pada konsumsi energi final pada 2050.

 

2 dari 6 halaman

3 Usulan Inisiatif

"Untuk membantu mewujudkan hal itu, AZEC sebagai platform kolaboratif yang berperan signifikan untuk mempercepat proses transisi energi di Indonesia sembari mendorong pertumbuhan ekonomi dan mewujudkan ketahanan energi, dengan memfasilitasi investasi swasta pada proyek-proyek transisi energi rendah karbon," tutur Menko Airlangga.

Menko Airlangga juga menyampaikan tiga usulan inisiatif untuk mencapai nol emisi karbon di masa depan. Pertama, mengembangkan sistem energi bersih terpadu dengan meningkatkan konektivitas jaringan listrik regional untuk meningkatkan fleksibilitas dan ketahanan.

Kedua, mentransformasikan sektor transportasi dengan tujuan merevolusi mobilitas melalui pengembangan kendaraan generasi mendatang dan bahan bakar berkelanjutan.

Ketiga, mempromosikan efisiensi energi di semua sektor dengan mendorong pengurangan konsumsi energi yang signifikan dengan berfokus pada proses industri, sistem bangunan, dan produk konsumen.

Untuk mewujudkan tujuan dekarbonisasi di negara-negara mitra AZEC juga perlu dikembangkan platform keuangan kolaboratif yang dapat mengatasi tantangan unik di masing-masing negara dalam pendanaan transisi energi di masing-masing.

 

3 dari 6 halaman

Memobilisasi Modal Domestik

Platform ini akan berperan memobilisasi modal domestik, menarik investasi internasional, dan menciptakan instrumen keuangan inovatif yang disesuaikan dengan kebutuhan kawasan.

Di samping itu, perlu dibangun mekanisme berbasis pasar yang efektif, seperti penetapan harga karbon dan sistem perdagangan emisi, yang dapat mempercepat transisi menuju ekonomi rendah karbon sekaligus mempertahankan daya saing kawasan.

"Jalan ke depan penuh tantangan, namun penuh peluang. Transisi Asia menuju sistem energi yang terdiversifikasi dan berkelanjutan mendapatkan momentumnya, didorong oleh target nasional dan kebijakan yang mendukung. Agar berhasil, kita memerlukan rencana yang koheren dan tegas untuk penerapan teknologi dekarbonisasi secara tepat waktu, kebijakan yang efektif untuk membuka pasar, serta investasi besar dalam inovasi dan penelitian dan pengembangan,” ujar Menko Airlangga.

Turut hadir dalam acara ini yakni di antaranya:

1.    Menteri Investasi/Kepala BKPM RI Rosan Roeslani

2.    Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional Kemenko Perekonomian RI Edi Prio Pambudi.

3.    Minister of Economy, Trade, and Industry Jepang Ken Saito

4.    Senior Vice-Minister State Minister of Environment Jepang Tetsuya Yagi

5.    Minister of Economy Malaysia Mohd. Rafizi

6.    Deputy Prime Minister and Minister for Trade and Industry Singapura Tan See Leng

7.    Secretary Department of Energy Filipina Raphael Lotilla

8.    Minister of Mines and Energy Kamboja Keo Rottanak

9.    Deputy Minister at The Prime Minister office Energy Change and Energy Brunei Darussalam Haji Asmi

10. Permanent Secretary of Energy, Ministry of Energy Thailand Prasert Sinsukprasert

11. Deputy Head of Mission of the Australian Embassy Australia Gita Kamath

12. Deputy Director General of the Department of Energy Policy and Planning Laos Souliya Sengdalavong

13. Deputy Director General of the Department of Climate Change Vietnam Pham Van Tan

14. Executive Director ASEAN Center for Energy Nuki Agya Utama

15. President ERIA Tetsuya Watanabe

16.Director for Energy Markets and Security IEA Keisuke Sadamori

 

4 dari 6 halaman

Indonesia Terima Hibah Pendanaan Jepang untuk 34 Proyek Transisi Energi

Sebelumnya, Jepang berkomitmen memberikan bantuan pendanaan kepada 34 proyek transisi energi di Indonesia. Kesepakatan ini dihasilkan dalam The 2nd Asia Zero Emission Community (AZEC) Ministerial Meeting.

Pada pertemuan para menteri tersebut, Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, total ada 78 proyek di Asia yang akan didukung oleh pendanaan Jepang.

"Indonesia mempunyai shortlist terbesar yaitu 34 proyek. Proyek yang masuk dalam AZEC ini sebuah proyek yang diinisasi Indonesia dan Jepang," kata Airlangga di sela-sela acara The 2nd AZEC Ministerial Meeting di St Regis Hotel, Jakarta, Rabu (21/8/2024).

Airlangga memaparkan, proyek yang akan didanai Jepang antara lain 15 pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP). Jepang bahkan usul menambahkan satu proyek lagi, yakni PLTP Sarulla.  

"Proyek yang sudah didukung geothermal ada 15 proyek dan salah satu yang dibahas tadi adalah yang sudah kita putuskan. Jepang juga tadi mengusulkan tambah proyek Sarulla," tutur dia.

 

 

5 dari 6 halaman

Proyek Pengolahan Sampah

Selanjutnya, ada proyek pengolahan sampah menjadi sumber daya energi di Legok Nangka, Jawa Barat. Lalu, proyek pengembangan lahan gambut (peatland) dengan Sumitomo Forestry di Kalimantan.  

"Kemudian juga dikembangkan yang berbasis hydro, ini di Kayan Hydro, itu diharapkan bisa memproduksi sampai dengan 9.000 megawatt atau 9 gigawatt. Ini akan dikaitkan dengan industri turunannya termasuk hidrogen dan ammonia," ungkap Airlangga.

Pertemuan para menteri AZEC juga turut mengangkat terkait proyek penangkapan, pemanfaatan dan penyimpanan karbon (CCUS). "Kemudian tadi Blue Ammonia dan Hydrogen. Salah satu Blue Ammonia yang pertama akan dibangun di kawasan Pupuk Iskandar Muda atau Special Economic Zone Aceh yang diharapkan bisa membuat the first blue ammonia," imbuhnya.

Tak hanya itu, Airlangga mengutarakan, proyek transmisi atau jaringan interkoneksi untuk menghubungkan sistem kelistrikan Jawa dan Sumatera pun turut dibahas. Itu jadi salah satu prioritas dalam membentuk sistem jaringan terintegrasi di antara negara-negara Asia Tenggara, atau ASEAN Power Grid. 

6 dari 6 halaman

Atasi Tantangan

"Tadi juga saya sampaikan bahwa grid listrik ini tidak hanya di Jawa-Sumatera, tapi konektif nyambung dengan Kepulauan Riau. Lalu Batam-Bintan-Karimun, ini menjadi salah satu juga proyek yang nanti solar panelnya sudah akan di-offtake oleh Singapura," ujarnya. 

"Ini kita juga akan mempersiapkan multiple channel transmission ke Singapura karena kita mengurangi masalah risiko maintenance dan outage. Karena itu wilayah yang transportasinya sangat kuat, sangat ramai," dia menambahkan.

Negara-negara yang tergabung dalam AZEC juga merumuskan kebijakan yang bisa diaplikasikan di semua negara yang memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Sehingga setiap negara bisa tetap tumbuh dari sisi ekonomi, tapi masih bisa secara konsisten menurunkan emisi dalam rangka transisi energi.

Untuk mengatasi tantangan tersebut secara efektif, dibutuhkan platform kebijakan yang kuat yang dapat mendorong kolaborasi, berbagi praktik terbaik, dan mengembangkan solusi standar untuk kawasan Asia. Untuk itu para negara anggota AZEC sepakat untuk membentuk AZEC Center.

"Kami secara resmi meluncurkan AZEC Center, yang diselenggarakan oleh Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA) di Jakarta. Saya berharap AZEC Center akan memberikan dukungan yang tak ternilai dalam mengembangkan visi, peta jalan, dan kebijakan untuk memandu dekarbonisasi kita" pungkas Airlangga.