Sukses

Parah, 40 % Produk Impor Ternyata Tak Bayar Pajak

Proses pengawasan dan pelayanan Bea Cukai di pelabuhan dan bandara masih terpecah-pecah antara berbagai instansi dan unit kerja. Hal ini sering kali menimbulkan kebingungan dan memperlambat proses clearance barang impor.

Liputan6.com, Jakarta - Sebanyak 40 persen produk impor ternyata tak bayar pajak. Hal ini bisa terjadi karena tak tercatat secara resmi di Indonesia (underground economy). Hal ini diungkapkan oleh Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan. Tentu saja, produk impor yang tak bayar pajak alias ilegal ini merugikan dan menghambat Indonesia menjadi negara maju.

Melihat kenyataan tersebut, Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Mufti Mubarok meminta agar Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea Cukai Kementerian Keuangtan segera menerapkan sistem "one gate" atau satu pintu dalam proses pengawasan dan pelayanan di pelabuhan dan bandara. Hal ini akan membuat pengawasan barang impor lebih terstruktur dan minim kebocoran.

Tentu saja, dengan sistem satu pintu ini akan meningkatkan efisiensi, transparansi, dan perlindungan konsumen dalam perdagangan internasional dan kegiatan impor-ekspor. Sistem satu pintu akan membantu menyederhanakan proses perizinan dan pemeriksaan barang, serta mengurangi potensi praktik kecurangan dan korupsi.

 

"Sistem satu pintu akan memudahkan pengawasan dan memastikan bahwa semua proses terkait barang impor dan ekspor dilakukan dengan lebih terintegrasi dan transparan," ungkap Mufti Mubarok di Jakarta, Kamis (22/8/2024).

 

Saat ini, proses pengawasan dan pelayanan Bea Cukai di pelabuhan dan bandara masih terpecah-pecah antara berbagai instansi dan unit kerja. Hal ini sering kali menimbulkan kebingungan dan memperlambat proses clearance barang, yang berdampak pada biaya logistik dan waktu pengiriman.

Mufti juga memberikan apresiasi kepada Satuan Tugas (Satgas) Pengawasan Terhadap Barang Tertentu yang Diberlakukan Tata Niaga Impor atau satgas impor ilegal yang dibentuk oleh Kemendag telah bergerak cepat dalam rangka untuk mengantisipasi derasnya impor ilegal.

“Namun ada catatan bagi Satgas itu, satgas jangan sampai salah arah melakukan sidak terhadap konsumen akhir. Kasihan sebagai pelaku usaha kecil yang tidak mengerti persoalan impor ini,” kata Mufti.

Mufti juga menyampaikan, menyikapi maraknya barang impor ilegal, pihaknya akan mengirimkan rekomendasi kepada pemerintah. “BPKN akan melakukan kajian dan rekomendasi kepada pemerintah terkait dengan maraknya barang impor ilegal ini,” pungkas Mufti.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Ramai Impor Ilegal, Jokowi Sudah Wanti-Wanti Sejak Lama

Sebelumnya, keresahan terhadap impor tekstil ilegal sudah mencuat sejak lama. Kalangan pengusaha sudah menyampaikan adanya indikasi impor tekstil ilegal yang ditunjukkan dalam selisih data resmi ekspor impor tekstil.

Impor tekstil ilegal ini juga sudah menjadi perhatian serius Presiden Joko Widodo sejak 2015. Presiden sudah melihat maraknya impor ilegal sangat membahayakan industri dalam negeri.

Presiden dalam Rapat Terbatas tentang Perdagangan dan Impor di Kantor Presiden, yang dikutip dari siaran pers Sekretariat Negara pada 12 Oktober 2015, menyampaikan terjadi laju penurunan produksi tekstil dalam negeri dari 30 hingga 60 persen.

Presiden saat itu sudah mengingatkan produk impor ilegal akan mengganggu pasar dalam negeri, merugikan keuangan negara, dan melemahkan daya saing produk sejenis buatan dalam negeri.

Kepala Negara mengatakan sudah mendengar bahwa terdapat banyak modus impor ilegal, baik dalam penyelundupan bea masuk, PPH maupun PPN.

Maka Presiden pun menginstruksikan agar hal tersebut disikapi dengan serius terutama dengan melakukan reformasi menyeluruh pada tata kelola perijinan impor sehingga lebih terintegrasi serta berbasis Informasi Teknologi (IT). Presiden juga memerintahkan agar dilakukan peningkatan pengawasan terhadap pelabuhan-pelabuhan kecil untuk menghentikan penyelundupan.

 

3 dari 3 halaman

Ada Selisih

Merespons hal tersebut, Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) dalam berbagai kesempatan menyampaikan, data International Trade Centre (ITC) bahwa ekspor tekstil (HS 50-63) dari China ke Indonesia tahun lalu senilai USD 6,5 miliar sementara Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat impor TPT dari China untuk HS yang sama dan periode yang sama hanya USD 3,55 miliar.

Terdapat selisih hingga USD 2,94 miliar atau setara Rp43 triliun yang tidak tercatat oleh pemerintah Indonesia melalui BPS.

Perbedaan data ini menunjukkan indikasi kuat adanya impor produk TPT yang tidak tercatat secara resmi di kepabeanan Indonesia. Dengan kata lain, pasar Indonesia dibanjiri oleh produk impor tekstil ilegal bernilai puluhan triliun rupiah.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.