Sukses

Siasat Super Buat Tangkap Cuan dari Benih dan Budidaya Lobster

Banyak benih bening lobster (BBL) dikirim ke Vietnam secara ilegal. Hal ini membuat Menteri kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono kesal. Pasalnya, uang triliunan rupiah yang seharusnya diperoleh Indonesia harus hilang karena aksi penyelundupan ini.

Liputan6.com, Jakarta - Kasus penyelundupan benih bening lobster sepertinya tidak pernah selesai. Kasus ilegal ini terus berlangsung dan tak pernah usai hingga hari ini.

Linimasa media acapkali menampilkan pengungkapan kasus-kasus tersebut. Siasat demi siasat dilakukan para oknum penyelundup untuk membawa benih bening lobster (BBL) ke luar negeri. Cuan yang menjanjikan jadi alasan tindakan buruk itu terus berlarut.

Terbaru, Kementerian kelautan dan Perikanan (KKP) berhasil menggagalkan upaya penyelundupan benih bening lobster sebanyak 795.500 ekor atau senilai Rp 90 miliar di Batam, Kepulauan Riau (Kepri). Rinciannya, 783.200 lobster pasir dan 12.300 lobster mutiara yang disimpan di dalam 80 box.

Aksi penyelundupan yang terus terjadi ini ternyata membuat Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono resah. Dia mencatat, triliunan rupiah melenggang dengan santainya ke luar negeri karena penyelundupan benih lobster ini.

"Triliunan rupiah harta bangsa ini melayang ke negara lain, tanpa kita mendapatkan satu perak pun. Angkanya tidak kurang dari 500 juta bibit setiap tahun yang melayang, saya gelisah segelisah gelisahnya," ucap Trenggono, pada medio Juni 2024.

Pada kesempatan lain, Menteri Trenggono menemukan sebuah fakta baru. Banyak benih bening lobster (BBL) dikirim ke Vietnam secara ilegal. Vietnam sendiri menjadi satu negara pemasok lobster ke pasar dunia.

Lagi-lagi keresahan itu semakin menjadi. Pasalnya, lobster dari Indonesia singgah di Singapura dan Malaysia baru kemudian masuk ke Vietnam. Ya, tentunya melalui jalur yang tak resmi.

"Kalau benar-benar itu kita tutup, Vietnam pasti berhenti total karena ga ada lagi BBL yang masuk ke sana. Tapi nyatanya ada terus dan jumlahnya besar, dan waktu saya tanya, pakai kaos biasa, yang terjadi begitu, di kampung-kampung di tunjukin lagi udah gede, dikemas," terangnya.

Trenggono tak patah arang. Dia menyiasati maraknya penyelundupan BBL itu dengan mengambil langkah kerja sama. Pertanyaannya, apakah negara bisa mendapatkan keuntungan?

Itu langsung dijawab tuntas olehnya. Sakti Wahyu Trenggono menengaskan, kerja sama dengan Vietnam bisa dijalin dan menemukan win-win solution. Pertama, Vietnam bisa mendapatkan pasokan benih lobster lewat ekspor secara resmi. Kedua, Indonesia diuntungkan dengan pengembangan budidaya dari investor asal Vietnam, termasuk dengan pungutan ke kas negara.

"Kalau kita ga mampu lakuin kayak gitu yang terjadi ya mesti harus kerja sama, kolaborasi. Itulah yang kemudian saya bisa diterima oleh menteri MARD di sana kemudian kita bicara, lalu menteri MARD juga datang ke Indonesia menindaklanjuti sampai hari ini," urainya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Tangkap Potensi Cuan

KKP mencoba memetakan potensi keuntungan atau cuan dari budidaya lobster. Per Juli 2024 lalu, mencatat ada Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari budidaya lobster telah mencapai Rp 3.606.692.000 atau Rp 3,6 miliar.

Rinciannya, Rp 2.705.019.000 akan dimanfaatkan kepada masyarakat pembudidaya. Sementara Rp 901.673.000 akan dikelola oleh BLU untuk program pengelolaan lobster.

Di sisi lain, Trenggono mencatat ada peluang pendapatan lebih jauh dari BBL dan budidaya lobster. Dia melihat keuntungan dari kerja sama budidaya dengan Vietnam, bahkan Indonesia digadang bisa melampaui kapasitas Vietnam suatu saat nanti.

Modalnya adalah pemijahan alami yang dimiliki di sejumlah titik di Indonesia. Dia mencoba mengambil asumsi 200 benih lobster yang bisa ekspor, tentunya dengan adanya pungutan ke negara.

"Benefitnya satu, PNBP akan meningkat, bayangkan kalau 200 juta yang kita izinkan keluar kira-kira kita dapat Rp 600 miliar dari situ. Kemudian yang di dalam negeri yang dibudidayakan sendiri, tentu minimal 50 persen dibudidayakan di dalam negeri, dan kalau terjadi dalam kurun waktu 1-5 tahun dia akan menjadi masif," beber dia.

 

3 dari 4 halaman

Perlu Berbarengan

Ekonom dari Indonesia Strategic And Economic Action Institution (ISEAI) Ronny P Sasmita menilai ada peluang keuntungan bagi negara dari budidaya lobster dan ekspor BBL. Namun, cara itu harus dilakukan bersamaan.

"Bagaimanapun, ekspor benih lobster harus tetap dalam kerangka memperbaiki dan menyiapkan ekosistem komiditas lobster yang bernilai tambah sekaligus memguntungkan semua pihak, mulai dari nelayan sampai kepada saku pemerintah," ucapnya kepada Liputan6.com.

Dia mengatakan, jika perkaranya hari ini prosesnya belum sampai ke sana, maka kebijakan membuka kran ekspor benih lobster harus dibarengi dengan kebijakan dan program pengembangan ekosistem lobster nasional untuk jangka waktu tertentu. Sampai pada akhirnya yang diekspor kemudian adalah lobster dewasa dan produk turunan dari lobster, tentu dengan harga dan potensi penerimaan negara yang jauh lebih tinggi

"Dengan kata lain, hemat saya, rencana ekspor benih lobster ini harus disahkan bersamaan dengan penetapan rencana pengembangan ekosostem lobster nasional untuk jangka waktu tertentu," ujarnya.

Ronny juga menilai keuntungan negara dari ekspor BBL bisa jadi lebih kecil ketimbang ekspor lobster dewasa dan produk turunanya. Tapi, pada tahap awal, ekspor BBL bisa dilakukan dengan catatan dibarengi dengan pengembangan ekosistem budidaya lobster Tanah Air.

"Tapi karena proses untuk ke sana butuh waktu yang tak sebentar, maka kebijakan ekspor benih lobster secara temporal perlu dilakukan. Pertama, agar tidak terjadi ekses atau surplus benih lobster di pasar domestik yang merugikan nelayan dan petani lobster. Dan kedua, setidaknya ada potensi pendapatan negara juga di sana," terangnya.

 

4 dari 4 halaman

Perbaikan Tata Kelola

Persoalan penyelundupan Benih Bening Lobster (BBL) menjadi perhatian KKP seiring terbitnya Permen KP Nomor 7 Tahun 2024, yang menjadi landasan tata kelola lobster di Indonesia saat ini.

KKP kemudian membentuk PMO 724 untuk memastikan implementasi regulasi anyar tersebut berjalan maksimal, baik dari sisi penangkapan BBL, budidaya lobster, hingga sistem pengawasan pemanfaatan biota laut tersebut.

Belum lagi ditambah dengan adanya sertifikasi yang akan diberlakukan pada titik-titik budidaya lobster di Indonesia. Cara tersebut bisa memastikan budidaya lobster sesuai dengan standar global, alhasil, ada peluang lebih besar untuk meraup keuntungan.

Siasat super dalam menangkap cuan dari benih dan budidaya lobster ini jadi andalan Menteri Trenggono kedepannya. Tentunya, pengawalan ketat perlu dilakukan untuk memastikan negara tidak boncos di kemudian hari.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.