Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak mentah berjangka AS naik lebih dari 2% pada perdagangan hari Jumat. Pendorong kenaikan harga minyak dunia ini karena Federal Reserve (Fed) atau Bank Sentral AS mengindikasikan pemotongan suku bunga.
Namun jika dilihat secara mingguan, harga minyak dunia turun karena permintaan yang melambat di China membebani pasar.
Baca Juga
Ketua Fed Jerome Powell mengatakan bahwa waktunya telah tiba untuk menyesuaikan kebijakan suku bunga karena inflasi telah menurun secara signifikan.
Advertisement
Suku bunga yang lebih rendah biasanya merangsang pertumbuhan ekonomi, yang meningkatkan permintaan minyak.
Namun, harga minyak mentah masih turun selama seminggu, dengan patokan harga minyak AS turun 2,4% dan patokan harga minyak global Brent turun tipis sebesar 0,83%.
Dikutip dari CNBC, Sabtu (24/8/2024), berikut ini adalah harga energi penutupan hari Jumat:
Harga minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak Oktober ditutup USD 74,83 per barel, naik USD 1,82 atau 2,49%. Sepanjang tahun ini, harga minyak mentah AS telah naik 4,4%.
Harga minyak Brent untuk kontrak Oktober ditutup USD 79,02 per barel, naik USD 1,80 atau 2,33%. Sejak awal tahun hingga saat ini, patokan harga minyak global naik 2,6%.
Harga bensin untuk kontrak September ditutup USD 2,28 per galon, naik 4 sen atau 1,81%. Tahun ini, harga bensin naik 8,6%.
Sedangkan harga gas alam kontrak September ditutup USD 2,02 per seribu kaki kubik, turun lebih dari 2 sen atau 1,27%. Tahun ini, harga gas sudah turun 19,5%.
Permintaan China
Pelaku pasar sebagian besar mengabaikan ketegangan geopolitik yang tidak menentu di Timur Tengah dan mengadopsi sentimen yang semakin bearish, karena permintaan minyak melambat di China akibat penjualan kendaraan listrik dan ekonomi yang melemah.
"Satu hal yang benar-benar tidak menjadi faktor dalam harga minyak saat ini adalah risiko geopolitik," kepala analis komoditas global RBC Capital Markets Helima Croft mengatakan kepada "Fast Money" CNBC pada hari Kamis.
"Itu benar-benar menguap dari pasar," kata Croft.
Pelaku pasar berspekulasi selama berminggu-minggu ini bahwa Iran akan membalas Israel atas pembunuhan seorang pemimpin Hamas di Teheran, yang menimbulkan kekhawatiran akan perang yang lebih luas yang mengganggu pasokan. Namun, serangan belum terwujud.
"Pasar benar-benar kembali fokus pada kekhawatiran permintaan ini," kata Croft.
"Kekhawatiran permintaan China benar-benar membebani pasar ini serta kekhawatiran yang lebih luas tentang prospek makro," katanya.
Advertisement