Liputan6.com, Jakarta Kepala eksekutif Telegram, Pavel Durov dikabarkan menghadapi penangkapan di bandara dekat Paris,Prancis. Ia ditahan atas dugaan pelanggaran terkait dengan aplikasi pesan tersebut, menurut laporan media Prancis.
Melansir CNBC International, Senin (26/8/2024) miliarder kelahiran Rusia itu dituduh gagal mengurangi penyalahgunaan platformnya untuk kegiatan kriminal.
Baca Juga
 Bagaimana sosok Pavel Durov dikenal?
Advertisement
Pavel Durov mendirikan jejaring sosial VKontakte (VK) pada tahun 2006, yang juga disebut sebagai Facebook versi Rusia.
Ia kemudian meninggalkan perusahaan tersebut setelah terjadi perselisihan dengan pemilik yang terkait dengan Kremlin mengenai manajemen jaringan tersebut.
Durov dilaporkan menolak untuk bekerja sama dengan pihak berwenang dalam memblokir laman mendiang pemimpin oposisi Rusia Alexei Navalny di platform tersebut.
Setelah mengundurkan diri dari VK, Durov beremigrasi dari Rusia pada tahun 2014. Ia memperoleh kewarganegaraan di kepulauan Karibia Saint Kitts dan Nevis setelah memberikan sumbangan sebesar USD 250.000 untuk industri gula di sana.
Pada Agustus 2021, Durov diberikan kewarganegaraan Prancis.
Dalam sebuah wawancara dengan komentator Amerika Tucker Carlson tahun ini, Durov menyebutkan prioritasnya untuk kebebasan berbicara, kebebasan berkumpul, dan pasar bebas, baik itu keputusannya untuk meninggalkan VK lebih dari satu dekade lalu, atau kehidupan pribadinya.
Ia mendirikan Telegram pada tahun 2013, memasarkannya sebagai platform yang tidak disensor dan netral, dapat diakses oleh orang-orang dari semua lapisan masyarakat dan pandangan.
Durov diperkirakan memiliki kekayaan bersih sekitar USD 15,5 miliar atau Rp.239 triliun, menurut Forbes, menjadikannya orang terkaya ke-121 di dunia.
Kronologi CEO Telegram Pavel Durov Ditangkap di Prancis
OFMIN Prancis, yang bertanggung jawab untuk melindungi anak di bawah umur dari kekerasan, mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Pavel Durov atas tuduhan kejahatan terorganisasi, perdagangan narkoba, penipuan, perundungan siber, dan promosi terorisme, demikian menurut laporan kantor berita AFP.
Aplikasi perpesanan tersebut, yang memiliki sekitar 800 juta pengguna, populer di Rusia dan Ukraina.
Menyusul berita penahananPavel Durov, Kedutaan Besar Rusia di Prancis mengatakan pihaknya telah segera meminta klarifikasi kepada otoritas Prancis mengenai alasan penahanan dan menuntut agar hak-haknya dilindungi dan akses konsuler diberikan.
Pesan yang diunggah di Telegram tersebut mengatakan bahwa pejabat kedutaan telah menghubungi pengacara Durov.
Advertisement