Sukses

Banyak Industri Rokok Terancam Gulung Tikar, Petani Tembakau Was-Was

Kalau industri rokok legal gulung tikar, jutaan petani tembakau kebingungan menjual daun tembakaunya.

Liputan6.com, Jakarta Petani tembakau dalam negeri angkat bicara soal Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksana Undang Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.

Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (DPN APTI) Agus Parmuji menyoroti Pasal 435 yang tertuang di Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024. Jika pasal 435 diterapkan, pelaku industri hasil tembakau (IHT) legal berpotensi gulung tikar karena beban biaya produksi yang melonjak.

"Sebab, mereka harus merancang ulang kemasan secara total yang membutuhkan investasi besar dan waktu yang lama. Kalau IHT legal gulung tikar, kepada siapa jutaan petani tembakau akan menjual daun tembakaunya?" katanya dalam keterangan tertulis, Senin (26/8/2024).

Pasal 435 rencananya akan diberlakukan pada tanggal 31 Agustus 2024. Menurut Agus Parmuji, Pasal 435 tidak menjadi bagian dari ketentuan yang mendapatkan transisi 2 tahun sebagaimana 8 Pasal lain, sehingga Kementerian Kesehatan bisa menentukan kapan saja ketentuan itu dikeluarkan.

“Ini jelas bentuk ketidakpastian hukum. Hal itu juga bentuk pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual karena desain kemasan termasuk hak kekayaan dan industri dipaksa untuk mengubahnya,” katanya.

Selain itu, Agus Parmuji berpendapat, secara umum PP 28/2024 khususnya Pasal 429-463, ruang lingkupnya tidak jauh berbeda dengan isi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Menurut Agus, di dalam PP 28/2024 tidak ada sama sekali pengaturan kesehatan, yang ada pengaturan industri.

"Menjadi ancaman atas kedaulatan negara, juga ancaman terhadap tenaga kerja, petani dan boncosnya penerimaan negara salah satunya banjirnya rokok ilegal di Indonesia," katanya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Petani Tembakau Kritik PP Kesehatan, Apa Masalahnya?

Sebelumnya, Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Pamekasan Jawa Timur menilai, Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 (PP Kesehatan) mengalami cacat proses.

Pasalnga, PP yang menjadi Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan yang telah diteken oleh Presiden Jokowi Widodo (Jokowi) baru-baru ini tidak melibatkan pemangku kepentingan terdampak di industri hasil tembakau (IHT) dalam perumusannya.

Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) APTI Pamekasan Samukrah mengatakan, pihaknya telah mendesak pemerintah untuk melibatkan setiap pemangku kepentingan terkait dalam proses pembahasan perancangan aturan.

Sayangnya, hingga beleid itu ditandatangani oleh Jokowi, desakan itu tak diindahkan oleh pemerintah. Dalam prosesnya, petani tembakau yang sangat terimbas tidak dilibatkan.

"Artinya kan pembahasan aturan ini menjadi tidak transparan. Siapa pihak yang dilibatkan? Saya enggak tahu. Yang jelas kami tidak dilibatkan dan tentunya aspirasi kami tidak diakomodir," kata Samukrah, Jumat (16/8/2024).

Ketika mendalami isi aturan tersebut, ia mengklaim tidak ada satupun aturan yang memiliki keberpihakan terhadap industri maupun petaniyang berkecimpung di industri tembakau. Imbasnya, para pekerja yang menggantungkan hidupnya di industri tersebutakan mengalami kerugian atas banyaknya larangan yang muncul dalam PP Kesehatan tersebut.

"Aturan ini bisa membuat tembakau menjadi tidak laku. Kalau industri nanti tidak jalan, pasti akan berimbas pada petani tembakau juga. Nggak laku lah jadinya hasil panel daripetani tembakau. Sementara, saat ini belum ada komoditaslain yang nilai jualnya setara dengan tembakau," paparnya.

 

3 dari 3 halaman

Dampak ke Penerimaan Negara

Bukan hanya memukul industri tembakau, Samukrah memandang dampak ekonomi terhadap penerimaan negara pun akan muncul. Karena apabila produksi industri turun, maka pendapatan negara akan berkurang.

Dengan angka produksi yang turun, maka pasokan bahan baku juga berkurang. Jika bahan baku berkurang, kemudian akan berimbas pada petani sebagai pemasok yang berdampak pada pendapatan petani.

Padahal, ia melanjutkan, pemerintah seharusnya menjamin kesejahteraan rakyat dan punya tujuan pengentasan kemiskinan. Hal ini bertentangan dengan muatan PP Nomor 28/2024 tersebut.

"Jadi, pengurangan kemiskinan yang katanya akan dientaskansupaya kita jadi negara adidaya, ya jadi bisa tidak terjadi," tegasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.